Komnas Perempuan: Kasus Kekerasan Terhadap Istri Masih Menempati Posisi Tertinggi

Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman bagi perempuan dan anak, masih menempati angka tertinggi sebagai sumber kasus kekerasan terhadap perempuan. Setidaknya menurut Pengadilan Agama, ada 245.548 kasus kekerasan terhadap istri yang berujung dengan perceraian. Angka ini merupakan kasus yang tercatat Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2017 yang diluncurkan tepat sehari (7/8) sebelum International Women’s Day atau Hari Perempuan Sedunia, sebuah kampanye solidaritas internasional untuk terbebas dari diskriminasi dan kekerasan.

Inilah rangkuman CATAHU dari temuan 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2016.

1/ Kekerasan di ranah rumah tangga atau relasi personal (KDRT/RP) masih menempati angka tertinggi. Ranah personal artinya pelaku adalah orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacaran) dengan korban.
Yang tertinggi adalah kekerasan terhadap istri, disusul oleh kekerasan dalam pacaran, kekerasan terhadap anak perempuan. Sisanya kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

2/ Jenis kekerasan ranah personal tertinggi adalah kekerasan fisik 42% (4.281 kasus), diikuti kekerasan seksual 34% (3.495 kasus), kekerasan psikis 14% (1.451 kasus) dan kekerasan ekonomi 10% (978 kasus). Perkosaan menempati posisi tertinggi sebanyak 1.389 kasus, diikuti pencabulan sebanyak 1.266 kasus. Data perkosaan dalam perkawinan tercatat sebanyak 135 kasus dan menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah KDRT/RP adalah pacar sebanyak 2.017 orang.

3/ Kekerasan di ranah komunitas mencapai angka 3.092 kasus. Kekerasan terjadi di ranah komunitas jika pelaku dan korban tidak memiliki hubungan kekerabatan, darah ataupun perkawinan. Bisa jadi pelakunya adalah majikan, tetangga, guru, teman sekerja, tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenal. Kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.290 kasus, diikuti kekerasan fisik 490 kasus dan kekerasan lain yaitu kekerasan psikis 83 kasus, buruh migran 90 kasus dan trafiking 139 kasus. Jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah perkosaan (1.036 kasus) dan pencabulan (838 kasus).

3/ Kekerasan di ranah negara yang paling menonjol adalah kasus penggusuran, yang dilaporkan dan dipantau Komnas Perempuan antara lain kasus Cakung Cilincing di Jakarta sebanyak 1 kasus dengan 304 korban, kasus penggusuran Bukit Duri, Kampung Pulo dan konflik SDA pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng Jateng. Di ranah negara, pelaku kekerasan adalah aparatur negara yang sedang bertugas. Termasuk ketika pada peristiwa kekerasan, aparat negara berada di lokasi kejadian namun tidak berupaya untuk menghentikan atau justru membiarkan tindak kekerasan tersebut berlanjut.

4/ Tahun ini tercatat angka dispensasi perkawinan yang dikabulkan pengadilan agama sebanyak 8.488 perkara. Praktik perkawinan anak berkontribusi pada angka kekerasan terhadap perempuan. Putusan MK menolak permohonan uji materi untuk menaikkan batas usia perkawinan anak turut mengukuhkan praktik perkawinan anak dan kekerasan terhadap anak perempuan.

5/ Sebanyak 93% kekerasan seksual dialami oleh wanita dengan disabilitas di tengah menggeliatnya upaya untuk memasukkan layanan disabilitas pada lembaga-lembaga layanan.

6/ Pola kasus kekerasan dan kejahatan siber semakin rumit, dari pembunuhan karakter, pelecehan seksual melalui serangan di dunia maya yang dirasakan dan berdampak langsung dan berjangka panjang pada korban, terkadang  pelaku sulit dideteksi, namun respons dan perlindungan hukum belum cukup memadai, karena disederhanakan menjadi ranah UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).

7/ Perkosaan berkelompok (gang rape), penganiayaan seksual disertai dengan pembunuhan wanita karena mereka wanita (femisida) merupakan peristiwa kekerasan yang menarik perhatian publik di sepanjang tahun 2016. Femisida adalah kekejian yang luar biasa baik dari motif pembunuhannya, pola pembunuhannya hingga dampak pada keluarganya. Inilah alasan pentingnya pengesahan rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual.

8/ Pembatasan akses bagi kelompok dengan keragaman orientasi dan ekspresi seksual masih terjadi. Di antaranya, larangan waria bekerja di salon, dan akses layanan kesehatan.

9/ Pelaksanaan hukuman mati di Indonesia tahun 2016 menguatkan temuan Komnas Perempuan tentang adanya kaitan erat antara kejahatan narkoba, perdagangan manusia dan migrasi. Wanita pekerja migran merupakan salah satu kelompok yang rentan jadi korban sindikat perdagangan narkoba. (f)

Sumber: Femina

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *