Sembilan Organisasi Tuntut Perbaikan Akses Pendidikan untuk Perempuan

Peringatan Hari Perempuan Internasional 2017 mengangkat tema “Be Bold for Change”. Berdasarkan data World Economic Forum 2016, Indonesia menempati peringkat 88 untuk kesetaraan gender untuk negara-negara di dunia.

Ketua Penyelenggara dialog interaktif dalam rangka peringatan Hari Perempuan Internasional, Christina Aryani mengatakan, masih banyak ditemui ketimpangan terhadap perempuan yang berada pada daerah terpencil. Maka, peran pendidikan menjadi sangat penting untuk mengubah kondisi tersebut.

“Pendidikan merupakan alat perubahan yang tepat dan strategis untuk mewujudkan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan,” kata Christina Aryani dalam Dialog Interaktif bertemakan Perempuan Indonesia Bersatu Wujudkan Pendidikan yang Lebih Maju, Adil, Tanpa Diskriminasi, di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Jakarta, Rabu3/8).

Ada pun sembilan perwakilan ormas perempuan yang hadir dalam kegiatan dialog interaktif di antaranya; Gerakan Ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Komunitas Gerakan Peduli Anak Indonesia (Kugapai), Persatuan Istri Insinyur Indonesia (PIII), Pengajian Al-Hidayah, Yayasan Penyayang Indonesia, Wanita Pelopor Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia (WPPKBI), Aliansi Pita Putih Indonesia (APPI).

Ketua Gerakan Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Hetifah Sjaifudian juga mengatakan, dalam memperjuangkan hak perempuan. Organisasi Perempuan yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Cinta Pendidikan bersama-sama menyatakan sikap untuk mengingkatkan kualitas pendidikan yang lebih adil tanpa diskriminasi khususnya untuk anak usia dini (PAUD) dan perempuan.

Dijelaskan dia, saat ini pendidikan masih belum merata dan tidak bisa dinikmati oleh semua kalangan. Padahal, pendidikan merupakan perubahan yang paling tepat dan strategis menuju perbaikan nasib suatu kaum mencapai kesetaraan gender dan untuk mewujudkan hak-hak perempuan, anak dan remaja.

“Mereka yang miskin, kaum marjinal, mereka hidup di daerah terpencil , pedalaman, perbatasan masih banyak yang belum bisa mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan berkualitas,” kata Hetifah.

Untuk itu, sembilan organisasi menyatakan sikap. Adapun pernyataan sikap sembilan organisasi tersebut meliputi: Pertama, komitmen untuk menjadikan perempuan miskin dan kaum marjinal bisa mengenyam pendidikan. Kedua, kaum perempuan dapat memperoleh pendidikan di luar sekolah sepanjang hayatnya. Ketiga, anak-anak perempuan dan remaja perempuan bisa mendapatkan kesempatan yang setara untuk mengembangkan potensi dan melanjutkan pendidikan hingga jenjang pendidikan tinggi.

Selanjutnya, Hetifah menambahkan, tiga poin pokok pernyataan sikap yang disepakati sembilan ormas perempuan merupakan upaya individu maupun kelompok agar perempuan miskin dan kaum marjinal dapat mengenyam pendidikan. Untuk mewujudkan itu, Hetifah mengatakan, siap untuk bermitra dengan pemerintah dan organisasi lain dalam mewujudkan pendidikan yang setara.

Dirjen Pendidikan Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Paud dan Dikmas), Harris Iskandar mengapresiasi dan mendukung penuh pernyataan sikap yang disampaikan sembilan ormas tersebut.

Selanjutnya, ia menambahkan, tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini selain bonus demografi, Indonesia menghadapi tantangan perkembangan teknologi yang sangat cepat. Lanjutnya, dalam upaya mencapai target-target Sustainable Development Goals (SDGs), pemerintah membutuhkan kolaborasi dan kerja sama dari mitra-mitra strategis. Dalam hal ini, para ibu dan organisasi perempuan merupakan mitra strategis pemerintah.

Sumber: Berita Satu

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *