Kendal Membaca; Komunitas Literasi Merdekakan Masyarakat Tuna Aksara

Budaya membaca di Indonesia masih sangat lemah. Begitu tulis Jamhari dalam situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia beberapa waktu lalu.

Ungkapan tersebut didasari data statistik UNESCO yang dilansir tahun 2012, yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang yang memiliki minat baca.

Bahkan, Taufiq Ismail, yang dikutip dari situs Kemdikbud, pernah membandingkan budaya membaca dikalangan pelajar. Ia menyebutkan rata-rata lulusan SMA di Jerman membaca 32 judul buku, Jepang 15 buku, Singapura 6 buku, Malaysia 6 Buku, Brunei 7 buku, sedangkan Indonesia nol buku.

Kondisi tersebut yang kemudian melatarbelakangi munculnya gerakan literasi diberbagai daerah. Salah satunya di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, dengan lahirnya Komunitas Kendal Membaca pada 23/03/2016 lalu.

Berangkat dari kepedulian melihat rendahnya minat baca, komunitas tersebut menerjunkan diri membekali generasi penerus bangsa, khususnya di Kabupaten Kendal.

Komunitas Kendal Membaca (KKM) tiap sepekan sekali menggelar lapak baca buku gratis di Taman Kota Kendal. Tujuannya sederhana, mengajak masyarakat gemar membaca dan melek informasi dengan menghadirkan fasilitas kepada publik.

Abdul Rohman, koordinator KKM, menjelaskan bahwa komunitas ini terbentuk dari gagasan sederhana elemen pemuda, mulai dari pustakawan, mahasiswa, penulis, guru, serta pecinta literasi.

Elemen tersebut mengadakan kopdar ditengah kota pada hari libur, dengan masing-masing membawa koleksi buku untuk bisa dibaca masyarakat umum. Dari kopdar tersebut, muncul keinginan untuk melanjutkan dan mengembangkannya menjadi sebuah komunitas literasi.

Menurut Rohman, mengajak masyarakat gemar membaca berarti memerdekakan masyarakat dari jajahan kebodohan. “Membaca adalah perintah Tuhan”, dan “memerdekakan masyarakat dari kebodohan menjadi cita-cita kami”, ungkapnya pustakawan MTs NU 01 Cepiring tersebut Jum’at (23/09).

Sejalan dengan cita-cita KKM, David Efendi pendiri salahsatu gerakan literasi di Yogyakarta, Rumah Baca Komunitas (RBK), berpendapat bahwa gerakan membaca dengan visi pencerdasan harus dipelopori oleh siapa saja, tak terkecuali pemerintah.

Dikutip dari salah satu artikelnya yang menyebut pentingnya apresiasi bagi aktivis literasi. “Sudah seharusnya penggembiraan komunitas pembaca dan rumah baca/taman baca menjadi program yang penting dan juga sebagai kritik atas pemerintah yang kurang memprioritaskan lahirnya generasi gila baca”, tegasnya.

Sementara itu Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini juga tengah melakukan upaya penuntasan tuna aksara. Diantaranya melalui program dukungan terhadap Taman Baca Masyarakat (TBM) atau penyelenggaraan bengkel literasi dengan mengundang komunitas literasi.

Namun menurut Rohman, bagi sebuah komunitas atau gerakan literasi yang terpenting adalah istiqamah. “Harapannya komunitas ini dapat istiqomah untuk selalu hadir ke tengah masyarakat”,pungkas pemuda yang akrab disapa Maman tersebut.

Sumber: Teras Jateng

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *