Aktivis Jatam: Indonesia Tetap Bisa Sejahtera Tanpa Freeport

Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maimunah mendesak pemerintah bersikap tegas terhadap PT Freeport Indonesia.Jika perusahaan asal Amerika Serikat tersebut tidak mau taat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba beserta aturan turunannya, maka pemerintah Indonesia harus memberikan sanksi tegas.

“Bukan malah melonggarkan peraturannya. Pemerintah harus tegas ya. Bahkan bisa saja aktivitas pertambangannya dihentikan sementara. Indonesia tetap bisa sejahtera kok tanpa Freeport,” ujar Siti dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (26/2/2017).

Aktivis Jatam lainnya, Merah Djohansyah menambahkan, aktivitas PT Freeport selama hampir setengah abad di bumi Papua memang sudah sangat merusak. Freeport dianggap telah merusak tatanan sosial masyarakat adat hingga merusak lingkungan.

Ia memiliki data, terdapat lima sungai di Papua yang rusak karena dialiri limbah pertambangan.

“Kami punya foto udara salah satu dari lima sungai itu sejak tahun 2008 sampai 2015. Kondisinya yang rusak tidak pernah menjadi perbincangan selama kita bicara masalah Freeport,” ujar Merah.

“Belum lagi kita bicara energi. Di sana pasti bahan bakarnya dari batu bara. Coba bayangkan kerusakan lingkungan di Papua itu bukan hanya air bersih hilang, namun penggunaan energi kotor ternyata masih berlangsung kegiatannya,” lanjut dia.

Merah pun meminta pemerintah bertindak tegas terhdap keberadaan PT Freeport Indonesia. Ia juga yakin dunia internasional mendukung pemberian sanksi pemerintah Indonesia kepada Freeport.

“Kita bisa melandaskan diri pada resolusi majelis umum PBB tentang kedaulatan pengelolaan sumber daya alam. Pakai itu saja. Berikan sanksi, pulihkan alam Papua,” ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, pada 10 Februari 2017 lalu, pemerintah Indonesia mengumumkan perubahan status operasi Freeport dari status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Perbedaannya, dalam status KK, posisi negara dengan perusahaan adalah setara. Sementara, dalam status IUPK, posisi negara yang diwakili pemerintah selaku pemberi izin lebih tinggi dari perusahaan.

Dalam status IUPK, skema perpajakan perusahaan kepada negara juga bersifat prevailing atau menyesuaikan aturan yang berlaku. Perusahaan pun dikenai kewajiban melepaskan saham sedikitnya 51 persen kepada pemerintah Indonesia atau swasta nasional.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, ditetapkan bahwa hanya perusahaan pemegang IUPK yang bisa mengekspor konsentrat.

Belakangan, PT Freeport Indonesia menyatakan tidak dapat menerima syarat-syarat yang diajukan pemerintah dan tetap akan berpegang teguh pada status KK. Freeport mengajukan keberatan kepada pemerintah pada Jumat (17/2/2017).

Jika tidak ada jalan keluar dari pemerintah Indonesia, pihak Freeport akan menyelesaikan sengketa di Mahkamah Arbitrase Internasional. Freeport memiliki waktu 120 hari sejak pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia tentang sengketa tersebut.

Sumber: Kompas

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *