Sekolah Perempuan Jember: Kaji Masalah Perempuan dan Advokasi Perepuan Jember

Sekolah Perempuan merupakan gerakan sosial yang fokus pada upaya pemberdayaan perempuan, bertujuan memfasilitasi masyarakat sebagai sarana pendidikan perempuan untuk mengaktualisasikan diri, memberikan wadah aspirasi, serta memperkokoh pergerakan perempuan khususnya Kabupaten Jember. Sekolah Perempuan didirikan pada Oktober tahun 2014 oleh para founder yang berasal dari latar belakang berbeda, diantaranya yakni aktivis perempuan, jurnalis, dll.

Berangkat dari ide dan gagasan yang awalnya terinspirasi setelah mengikuti Sekolah Feminis yang diadakan oleh Perempuan Mahardhika di Surabaya pada bulan Juni 2014, seorang aktivis perempuan, Wiwin Riza Kurnia berniat untuk membuat sebuah gerakan sosial yang fokus pada pemberdayaan perempuan. Ia merupakan demisioner Ketua Umum di Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DEPERMA) di Politeknik Negeri Jember dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial serta kemahasiswaan di organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GmnI), FKMPI, dan APMPI.

Semasa itu mulai tahun 2010-2014 ia melakukan analisa sosial ke beberapa daerah dengan mengkaji permasalahanan-permasalahan perempuan, mengadakan advokasi masyarakat ke beberapa desa di Jember yakni desa Sumberketempa dan Panti, membuat desa binaan serta program pelatihan wirausaha untuk ibu-ibu di desa Panti Jember, serta mengikuti seminar-seminar di berbagai kota.

Adapula beberapa kawan seperjuangan yang satu visi dalam melakukan pemberdayaan perempuan, yakni Yasinta Avrilinda yang merupakan demisioner Wakil Komisaris Bidang Sarinah di GmnI, dan Royin Fauziana yang merupakan pengurus PMII Cabang Jember dalam bidang pemberdayaan perempuan, turut berperan dalam awal pergerakan Sekolah Perempuan.

Melihat banyaknya permasalahan perempuan khususnya di Jember, diantaranya:

  1. Jumlah Penderita HIV AIDS di Jember terus meningkat, didominasi oleh Ibu Rumah Tangga, namun saat ini juga merambah ke kalangan pelajar maupun mahasiswa. Dari jumlah kasus pada tahun 2012 yakni 822 kasus, tahun 2013 yakni 1.118 kasus, dan dalam kurun waktu Januari-Juni 2014 jumlah penderita mencapai 1.335 orang, bahkan 800 penderita diantaranya masuk pada fase AIDS.
  2. Di Indonesia, 37 perempuan didiagnosa menderita kanker rahim setiap harinya. Kanker rahim yang merupakan kanker terganas nomor dua setelah kanker payudara dengan angka kematian tertinggi di dunia. Setiap hari ada 40 kasus baru, 20 orang meninggal setiap hari karenanya, itu berarti setiap jam ada seorang perempuan yang meninggal di Indonesia.
  3. Jumlah keterwakilan perempuan di legislatif 2014 semakin menurun. Jumlah perempuan yang terpilih hanya 79 orang atau 14%. Padahal periode sebelumnya jumlah perempuan anggota dewan lebih dari 100 orang dengan persentase 18%.

Hal tersebut tentu didasari dengan minimnya kesadaran perempuan akan peranannya, minim motivasi dalam pengembangan diri, kurangnya partisipasi perempuan pada sektor publik dan organisasi, hingga terjadilah pergaulan bebas yang merusak generasi masa kini, diskriminasi, stereotype, dan masih banyak lagi faktor lainnya.

“Perempuan Indonesia butuh motivasi dan dorongan untuk mendapatkan pendidikan perempuan yang layak. Bisa dibayangkan bagaimana pesatnya perkembangan negara jika peranan perempuan juga terus ditingkatkan. Semua berkaitan dengan sejauh mana dukungan pemerintah dan kepedulian masyarakat.”

Mengacu pada pemberdayaan perempuan yang merupakan usaha untuk perempuan agar memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya lingkungan, ekonomi, politik, dan sosial budaya. Agar perempuan dapat mengatur diri, meningkatkan percaya diri, berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan berbagai masalah serta membangun dirinya.

Keterlibatan perempuan bukan hanya menyambut gaung emansipasi, tetapi untuk mengaktualisasikan diri dan kualitasnya. Entah seorang perempuan akan menjadi apapun kelak, berkarir ataupun menjadi ibu rumah tangga, perempuan harusnya berpendidikan tinggi, karena ia adalah calon ibu yang akan mendidik anak-anaknya.

Pada intinya perempuan sekarang harus memahami bagaimana peranannya dan seperti apa potensinya. Perempuan juga harus bisa membedakan mana yang kodrat dan mana yang emansipasi, mana yang merupakan hak dan mana kewajiban yang harus dijalani. Maka dari itulah timbul ide dan gagasan untuk membentuk Sekolah Perempuan yang pertama di Jember.

Memang ada beberapa Sekolah Perempuan di kota lain, namun kurikulumnya rata-rata hanya untuk ibu-ibu saja. Padahal pendidikan baiknya sejak dini, karena perempuan muda juga membutuhkan pendidikan tentang perempuan. Mereka adalah calon ibu-ibu juga yang nantinya harus tahu tentang banyak hal dengan memanfaatkan waktu produktif yang mereka punya dengan semaksimal mungkin, sehingga bisa mempersiapkan diri lebih baik.

Sumber: Sekolah Perempuan Jember

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *