Komunitas Main Warna Surabaya; “Karena Mewarnai Bukan Hanya Untuk Anak-Anak”

Ini memang tentang mewarnai. Tapi, eits, ini bukan tentang aktivitas anak-anak. Tengok saja Komunitas Main Warna (KMW) Surabaya yang anggotanya berusia 23–44 tahun.

Meja-meja di The Library Café pada Selasa (22/11) sore itu dipenuhi buku-buku mewarnai. Tak luput pula terdapat ratusan alat warna seperti pensil warna, cat air, dan krayon. Semua memadati sekitar buku mewarnai.

Para pemiliknya tampak sibuk mengambil satu per satu alat warna. Dirasa cocok dengan idenya, pensil warna langsung diambil, lantas dioleskan ke buku mewarnai di hadapannya.

Gambar-gambar dalam buku mewarnai itu memang terlihat tidak umum. Sebab, buku mewarnai tersebut memang dikhususkan bagi orang dewasa. Garis-garis kecil tidak beraturan saling bertautan.

Sekilas, gambar hanya berupa kumpulan garis-garis kecil. Namun, kalau diperhatikan secara saksama, kumpulan garis-garis itu membentuk suatu benda. Bermacam-macam bentuknya.

Ada wajah manusia, sekumpulan binatang, lalu ada pula yang membentuk pohon- pohon. Tapi, ada juga garis-garis yang memang sengaja tidak beraturan.

Dengan begitu, pemiliknya harus memberikan warna yang menarik. Detail itulah yang membedakan buku mewarnai untuk dewasa dan anak-anak.

Pada buku tersebut, tidak ada aturan atau petunjuk warna. Pemilihan semua warna mengalir begitu saja sesuai dengan kreativitas masing-masing.

Kalau warna pilihan tidak sesuai, mereka langsung menghapusnya, lalu menggantinya dengan warna lain. Sambil terus menyelesaikan satu gambar, sesekali mereka mengobrol satu sama lain.

Ada juga yang mewarnai sambil menyantap camilan, lantas menyeruput minuman yang telah dihidangkan. Meski para anggota Komunitas Main Warna (KMW) Surabaya sibuk mewarnai, tawa dan canda tetap terasa dalam suasana pertemuan tersebut.

Topik obrolan apa saja dapat menjadi menu utama setiap kali mereka bertemu. ’’Soal curhatan keluarga, pekerjaan, kekasih, sharing masalah anak. Apa aja deh jadi obrolan kami,’’ jelas Ketua KMW Surabaya Niken Ratih Astari.

Apalagi, mereka memiliki hobi yang sama, yakni mewarnai. Karena itu, topik apa saja makin nyambung dalam obrolan. Hobi mewarnai juga menciptakan keakraban di antara anggota masing-masing.

Kalau satu saja tidak hadir, yang lain pasti saling mencari. ’’Jika lama nggak ketemu mereka, terasa ada yang kurang. Bikin kangen,’’ kata Niken. Karena itulah, mereka punya agenda rutin untuk bertemu bersama.

Sebulan, dapat dilakukan dua kali pertemuan. Tentu agenda utamanya adalah mewarnai bersama. ’’Pilihan tempat dan waktunya bergantung aja sama kesepakatan,’’ jelasnya.

Selain kesamaan hobi mewarnai, mereka memiliki latar belakang pekerjaan yang berbeda. Ada yang berprofesi di perbankan, pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai swasta.

Lalu, ada pula yang kerja di bidang media serta menjadi ibu rumah tangga. Kesibukan masing-masing itulah yang kadang menjadi kendala untuk menentukan jadwal gathering.

’’Pokoknya, kalau banyak yang bisa hadir, ya ayo berangkat,’’ ucap perempuan 35 tahun tersebut. KMW, lanjutnya, terbentuk secara tidak sengaja pada 2015.

Awalnya, Niken memang mengandrungi mewarnai dari saran seorang teman di kantornya. ’’Katanya bisa ngilangin stres. Aku coba aja beli satu waktu itu,’’ ungkap Niken. Saat mencoba mewarnai satu gambar saja, Niken ketagihan.

Satu buku mewarnai habis diselesaikan. Niken membeli lagi. Dan lagi sampai sekarang. Begitu juga alat warna. Niken pun mempunyai koleksi sampai ratusan saat ini.

Setiap kali selesai mewarnai satu gambar, Niken mengunggahnya di salah satu media sosial. ’’Ternyata banyak yang kasih komen,’’ ungkapnya.

Dari situlah, Niken menemukan ’’Niken-Niken yang lain’’ dengan kegemaran mewarnai yang sama. Berawal sekadar ngobrol lewat media sosial, akhirnya mereka mengadakan pertemuan untuk mewarnai bersama.

Kegiatan itu dirasa berdampak positif bagi setiap anggota. Mereka pun melakukan gathering rutin dan akhirnya membentuk sebuah komunitas. Jumlah pengikutnya makin banyak.

Saat ini tercatat ada 60 anggota KMW Surabaya. ’’Dari jumlah itu, sekitar 40 orang memang benar-benar aktif,’’ ujar perempuan kelahiran Surabaya, 6 Mei 1981, tersebut.

Setiap kali ’’kerja kelompok’’ ala KMW, banyak hal yang mereka obrolkan. Termasuk belanja buku mewarnai bersama. Mereka sering kali membeli buku dan alat mewarnai secara online.

Sebab, barang koleksi yang diperoleh lebih bervariasi. Bukan hanya di Indonesia, mereka juga sering membeli buku dan alat warna secara online sampai lintas benua. Misalnya dari Polandia dan Swiss.

’’Kalau ada teman yang keluar negeri, kadang kami juga titip buku mewarnai,’’ kata Niken. Kalau berkunjung ke mana saja, mereka juga selalu meluangkan waktu untuk berkunjung ke toko buku.

Tentu buku mewarnai koleksi mereka bukanlah barang murah. Saking sudah hobi, mereka rela merogoh kocek sampai jutaan rupiah dalam sekali belanja. Sebab, harga per buku bisa mencapai Rp 500 ribu.

Belum lagi, alat warna koleksi mereka didapatkan dengan beragam harga. Mulai yang ratusan ribu rupiah hingga puluhan juta rupiah.

Saat ini Niken punya 15 buku mewarnai. Pensil warna miliknya berjumlah ratusan. Lalu, anggota lain, Meity Ambarsari, mengoleksi 60 buku mewarnai. ’’Jumlah pensil warna dan cat air nggak terhitung lagi,’’ kata Meity.

Anggota lain, Dewi Ratnasari, juga sudah mengumpulkan buku mewarnai sampai 20 buah. ’’Paling suka mewarnai pakai cat air. Tapi, pensil warna juga punya banyak banget. Udah jadi hobi soalnya,’’ jelas Dewi.

Selain belanja bareng, mereka belajar bersama. Mereka tidak sekadar hobi senang-senang, tetapi juga mempelajari teknik mewarnai dengan serius.

Kalau ada anggota yang memiliki ilmu baru tentang mewarnai, mereka langsung membagikannya kepada anggota lain. Lalu, beberapa kali mereka juga ’’berguru’’ mewarnai kepada seniman di Surabaya dan Malang.

Salah satunya berkunjung ke rumah salah seorang pelukis di Malang, yakni Khairul Sabarudin atau yang akrab disapa Cak Irul. Menurut Niken, anggota KMW mendapatkan banyak ilmu baru setelah belajar ke Cak Irul.

Di antaranya, cara menggabungkan warna untuk hasil yang lebih bagus, pemakaian spons saat mewarnai, menaburkan garam untuk memberikan efek timbul, dan mewarnai dengan menggunakan sisir.

’’Banyak banget. Yang sebelumnya kami nggak tahu, jadi belajar banyak,’’ ungkap Niken. Bagi mereka, suasana sekitar juga berpengaruh terhadap mood mewarnai.

Karena itulah, mereka selalu berupaya menciptakan suasana yang berbeda. Selain kunjungan ke seniman, mereka beberapa kali mendatangi panti asuhan. Mereka mengajak anak-anak panti asuhan untuk mewarnai.

Lomba dan kegiatan dilakukan dengan seru. Tujuannya, menyebarkan ’’virus’’ kegemaran mewarnai di kalangan anak-anak. Dengan begitu, kreativitas anak dapat terbangun sejak dini.

Bukan hanya itu, melalui mewarnai, anak-anak bisa terhindar dari dampak buruk karena keseringan main gadget. ’’Daripada main gadget, ya mending mewarnai, kan,’’ seru ibu dua anak tersebut.

Mereka juga pernah melakukan gathering dengan komunitas lain. Salah satunya adalah Komunitas Pencinta Kereta Api. Mereka menggabungkan dua hobi, yakni mewarnai dalam kereta api.

Selain untuk menambah teman, sensasi mewarnai sepanjang perjalanan dengan kereta api terasa menyenangkan.

Dalam waktu dekat, mereka juga berencana menyelenggarakan event lomba mewarnai. Berbeda dengan sebelumnya, peserta lomba kali ini adalah ibu dan anak.

Mereka harus bekerja sama dalam mewarnai. ’’Kami berharap terus dapat membuat agenda mewarnai itu jadi mengasyikkan,’’ tutur Niken.

Sumber: JAWA POS

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *