Komunitas Batik Mennur; Lestarikan Batik Dengan Pewarna Alami

Soal keindahan alam di wilayah Kecamatan Donomulyo, rasanya tidak perlu ditanyakan lagi. Pantai Ngliyep, sampai Pantai Modangan yang saat ini menjadi jujukan penghobi paralayang adalah dua di antara pesona yang dimiliki kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Blitar tersebut. Topografinya yang berbukit juga menambah eksotis wilayah ini.

Semua kekayaan alam tersebut, menginspirasi ibu-ibu yang saat ini tergabung dalam Kelompok Batik Mennur. Kekayaan alam itu digambarkan melalui karya batik tulis, yang menjadi salah satu andalan dari kecamatan ini. Komunitas ibu-ibu pembatik itu sendiri, telah terbentuk sejak 2009 lalu. Tak heran jika karya-karya mereka tak pernah absen saat ada pameran produk di Kabupaten Malang.

Seperti Rabu  (17/5), dalam panggung lomba Cipta Menu Pangan Lokal di Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Malang, mereka turut hadir di antaranya 33 kecamatan lainnya. Dan batik yang dibawa, sukses memikat banyak pengunjung, termasuk mencuri perhatian Bupati Malang Rendra Kresna. Saat melewati stan batik Mennur, orang nomor satu di Kabupaten Malang itu pun langsung melihat koleksi kain batik dengan pewarna alami tersebut. ”Batik kami ini memang menggunakan pewarna alami, ini sudah ciri khas kami sejak awal,” kata Nuryatin, ketua kelompok Batik Mennur Donomulyo.

Pewarna-pewarna alam itu di antaranya berbahan daun kopi, daun kelengkeng, kulit kayu mahoni, dan daun mangga. Semuanya, adalah bahan-bahan alami yang mudah ditemui dan didapatkan di wilayah Kecamatan Donomulyo.

Kekhasan itulah yang terus dipertahankan Nuryatin dkk. Dari cerita Nuryatin, awal mulanya Batik Mennur dia geluti sendiri, tepatnya sejak 2009. Seiring waktu berjalan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang mengusulkan untuk dibuat kelompok saja. Dengan begitu, bisa mudah mendapatkan bantuan alat. ”Terus, kami menekuninya bersama dengan ibu-ibu PKK,” jelasnya.

Dari sini lah, Batik Mennur mulai naik daun. Kepopulerannya, semakin diketahui orang, terutama di Donomulyo. Sehingga setiap ada pameran tingkat kecamatan atau kabupaten, tidak pernah absen dikenalkan. ”Sekarang anggota kelompoknya sudah 15 orang,” jelas Nuryatin.

Pihaknya memang menyasar ibu-ibu untuk bergabung dengan kelompok itu. Tujuannya, agar mereka bisa menambah penghasilan. Dan kini, bidikan mereka meluas pada anak-anak SMP dan SMA.

Alasannya, karena para golongan muda belum terlalu antusias dengan perkembangan batik. ”Kami cemas jika tidak ada regenerasi, nanti siap yang akan menjaga warisan budaya ini,” kata wanita 46 tahun tersebut. Upaya itu pun ternyata banyak diminati. Tidak sedikit siswa yang datang ke sanggarnya di Desa Banjarejo, Kecamatan Dampit. ”Kapan hari ada 300-an siswa yang datang ke sini. Siapa pun yang ingin belajar, gratis,” ungkap dia.

Selama hampir delapan tahun berkiprah, batik Mennur, tidak hanya menjadi penghiasan etalase saat pameran. Ketika dibawa Karangtaruna pada ajang lomba tingkat nasional di Jakarta, Oktober tahun lalu, batik Mennur menyabet juara 3. ”Batik kami juga pernah dipesan untuk seragam Dinas Sosial Jawa Timur,” tukasnya.

Sumber: RADAR MALANG

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *