Suka dengan benda pusaka seperti keris, tombak dan sebagainya? Ya banyak orang yang memelihara atau mengoleksinya, tetapi tidak banyak yang tahu tentang benda tersebut. Karena itulah, komunitas PATAKA Surabaya dibentuk. Selain untuk menambah saudara, juga berbagi ilmu tentang pengenalan hingga cara merawat benda pusaka.
“Pataka Surabaya singkatan dari Pelestari Tosan Aji dan Pusaka,” ungkap Moch Manshur Hidayat, Ketua Komunitas PATAKA Surabaya.
Geliat Komunitas ini diawali pada bulan Agustus 2015 ketika mengadakan pameran The Magical Keris di Graha Wismilak, Surabaya. Saat itu PATAKA kerja sama dengan komunitas Batik Skala Nasional.
“Dari situ, kami yang ada di Surabaya merasa diperlukan ada paguyuban, komunitas keris yang kemudian kita dirikan pada 4 Oktober 2016 di Graha Wismilak dan kita deklarasikan berdirinya di acara dies natalis unair,” lanjut pria Lulusan Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Unair Surabaya.
PATAKA bergerak dalam usaha untuk menggalang kebersamaan, solidaritas, kerukunan untuk melakukan kegiatan yang bersifat pelestarian budaya dan edukasi, sekaligus ekonomi produktif. Kegiatan pameran digelar dan selalu bekerja sama dengan Museum Mpu Tantular, salah satunya membuat acara pameran keris dan bedah koleksi Naga Sapto.
“Tujuan dibentuk komunitas ini yaitu selain untuk guyup rukun, kita juga kerja sama antar komunitas,” ungkap pria yang akrab disapa Hidayat.
Ada hal menarik dari PATAKA Surabaya yaitu karena anggota yang berasal dari berbagai unsur masyarakat, latar belakang, pengalaman. “Ketika kita duduk membahas keris, kita tidak hanya melihat keris sebagai aspek bendawi saja, tetapi juga bisa saling berbagi dan mengisi. Kita bisa mengkaji keris dari aspek ekonominya.”
Beberapa hal yang dibahas dalam komunitas ini antara lain cara pelestarian pengerajin keris yang nantinya bisa memumbuhkan lapangan kerja baru.
“Kami juga memberikan edukasi tentang proses pelestarian keris, proses jamsan pusaka dan sebagainya. Inilah yang membuat kita mendapat nilai tambah ketika bergabung di paguyuban ini dibandingkan kita menyukai keris secara mandiri sendiri di rumah,” terang Hidayat yang juga menjabat sebagai Ketua Pelaksana Harian Senopati Nusantara.
Ada berbagai macam keris, misalnya di Sumatera ada keris sendiri dengan keunikannya berbeda. Kalimantan dan Sulawesi memiliki catatan yang sama karena satu rumpun. Kemudian Jawa memiliki bermacam-macam ciri karakter keris, demikian pula di Bali dan Lombok.
“Kalau kita petakan di sekitar 5 zona tersebut, keris memiliki karakteristik masing-masing. Itu kalau dilihat dari pemetaan wilayah. Tapi jika dikategorikan berdasarkan zaman, keris itu dibuat pada zaman kerajaan Mataram Hindu. Setiap era menghasilkan bentuk keris yang berbeda-beda,” jelas Hidayat.
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.