BANYUWANGI menyimpan banyak peninggalan sejarah. Sayangnya, banyak yang belum terawat. Bahkan, terkubur. Kondisi ini membuat komunitas Blambangan Kingdom X-Plorer (BKX) tergerak. Demi melindungi dan melestarikan aset sejarah, komunitas ini selalu melakukan pendataan obyek sejarah di Banyuwangi. Bagaimana liku-likunya ?
BKX adalah pencinta sejarah non profit. Tujuannya, mengeksplor tempat – tempat sejarah. Tidak hanya itu, komunitas ini juga menjaganya dari kerusakan dan kepunahan. Sehingga, bisa menjadi bukti sejarah peninggalan Blambangan.
Menurut Aji Wirabhumi, salah satu tim Blambangan Kingdom X-Plorer, komunitasnya dibentuk untuk menjadi wadah para pecinta sejarah Blambangan dari berbagai latar belakang profesi. Lalu, menjadi satu kesatuan sederajat dengan melakukan kajian, ekplorasi, serta identifikasi sejarah Kerajaan Blambangan. Hal tersebut didasarkan pada literasi dari berbagai referensi, menggabungkan scientific history dengan civil-socio history. Harapannya, dapat lebih membuka, mencerahkan sejarah Blambangan. Sebab, saat ini masih terbilang buram dan sarat akan mitos, serta adu domba.
Ditambahkan, BKX bukan peneliti sejarah yang melakukan penggalian arkeologi, tapi hanya mencari bukti lokasi peristiwa sejarah berdasarkan teks dan cerita tutur. Komunitas ini berdiri tahun 2015. Tepatnya, Oktober. ” Dan BKX tidak memiliki kepengurusan sebagaimana organisasi umumnya. Meskipun demikian, BKX memiliki tim inti yang menggerakkan kegiatan ekspedisi. Tentu saja, berdasarkan kesepakatan, semua member adalah sama dan masing masing member adalah penanggungjawab kebutuhan komunitas sesuai kapasitas masing masing,”katanya.
Aji menjelaskan, saat ini BKX tidak punya sekretariat tetap. Mereka lebih banyak berkumpul di lokasi ekspedisi, atau di sekretariat komunitas sejarah lain. “Tujuan kami sederhana, agar sejarah Blambangan dapat dikenal luas, khususnya oleh orang-orang Blambangan sendiri dan nusantara,” paparnya.
Tujuan utama BKX, lanjutnya, membuktikan sejarah Blambangan berdasarkan referensi. Yakni, Suluk Balumbung. Targetnya, generasi muda mau meluruskan sejarah leluhurnya. Agar tidak selalu mengikuti sejarah versi zaman penjajahan. Anggota komunitas ini, kata Aji, berasal dari berbagai unsur masyarakat. “Kalau member aktif yang ikut ekspedisi ada 20 orang. Tapi kalau yang di dunia maya, kurang lebih 821 orang,” jelasnya.
Tujuan lain, kata dia, BKX sekaligus menyadarkan publik bahwa Blambangan bukan hanya Banyuwangi. ” Namun, sebagaimana tertulis dalam teks-teks kuno, Blambangan itu “wit perkawit tanah Lumajang, seanteronipun kadadosaken negeri Blambangan”. Artinya, sejak daerah Lumajang (dan seterusnya ke timur) menjadi negeri Blambangan,” tegasnya.
Dari sejarah itu, imbuhnya, Blambangan meliputi Lumajang, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Jember, dan Banyuwangi. Tidak heran jika member aktifnya meliputi enam kabupaten di tapal kuda atau eks-karesidenan Besuki.
“Kalau manfaatnya, jelas banyak. Bukan hanya untuk kami, tapi juga bagi masyarakat luas. Pertama, sebagai memenuhi unsur 3S (Silaturahmi, Sharing tentang sejarah, dan Seneng berwisata sejarah,” imbuhnya lagi.
Lalu, lanjut Aji, sebagai sarana diskusi sejarah dan bertukar informasi sejarah, sekaligus sarana edukasi. Meski demikian, BKX tidak merasa paling benar dan paling paham, tapi mengajak sharing dan diskusi. Sehingga, mendekati kebenaran sejarah. Karena pihaknya merasa sama-sama belum hidup saat peristiwa sejarah itu terjadi. Sehingga, tak perlu berdebat. Hingga kini, pihaknya sudah melakukan beberapa kegiatan. Seperti, ekspedisi dan melacak jejak Blambangan yang belum tereksplor. Yang rutin, diskusi sejarah online.
Lalu, apa yang melatar belakangi pendirian Komunitas BKX ? Menurut Aji keterpanggilan hati mengetahui sejarah leluhur yang banyak diplintir, sehingga penuh mitos dan adu domba. Sementara itu, Erik, tim BKX menambahkan, banyak yang bertanya tentang dukungan dana dari kegiatan ini. “Sumber dana tidak ada. Semua dilakukan dengan sukarela. Jika perlu iuran. BKX tidak membutuhkan sumbangan atau bantuan dari manapun, semua ditanggung swadaya,” tuturnya.
Banyak tantangan dan suka duka yang dialami oleh BKX. Namun, komunitas ini pantang menyerah dan berputus asa. “Sukanya kalau lagi petualangan ekspedisi situs dapat melihat langsung tempat bersejarah yang ada. Dukanya kalau pulang kelelahan,” selorohnya.
Ternyata, berdirinya BKX terinspirasi dari sejumlah tokoh yang menjaga tradisi dan sejarah Blambangan. Seperti, almarhum Mbah Mas Dul Samat yang menuturkan Suluk Balumbung. Lalu, Slamet Utomo, sejarawan besar Banyuwangi. Ada lagi, Sumono Abdul Hamid, pemerhati sejarah Blambangan yang kini tinggal di Jakarta. Lalu, Samsubur, penulis sejarah Blambangan. “ Maklum, kami masih muda, butuh sentuhan informasi tentang sejarah. Karena kami yang di BKX juga beragam usianya. Ada yang paling muda umur 20 tahunan dan tertua umur 70 tahunan,” jelasnya. Pihaknya berharap lebih banyak masyarakat yang mengenal dengan baik dan benar akan sejarah Blambangan. Bukan hanya fanatik buta, namun tidak paham detail masalahnya.
Sumber: Bisnis Banyuwangi