Cantyo Atindriyo Dannisworo: Sentuhan ‘Jemari Tangan’ untuk Peduli Kesehatan Mental

“Tangan merupakan bagian yang paling sering dipakai oleh seseorang. Bagian ini sering dipakai untuk menyentuh. Nah ‘Jemari Tangan’ ingin menyentuh hati orang, agar sadar dan juga lebih peduli,” ujarnya diujung telepon usai mengajar psikologi di Fakultas Psikologi UI sore itu.

Pemilik suara itu adalah Cantyo Atindriyo Dannisworo, pendiri komunitas Jemari Tangan, sebuah komunitas yang fokus dalam isu kesehatan jiwa masyarakat. Didirikan resmi pada 16 Oktober 2016, komunitas yang didirikannya bersama keempat teman lintas profesi yang terdiri dari Anastasia Satriyo, Fadhilah Amalia, Felicia Ilona dan Addam Zein ini hadir dengan tujuan memasyarakatkan kesehatan mental agar masyarakat lebih aware dan peduli dengan isu ini.

Pasalnya pria yang lebih akrab dengan sebutan Cantyo dan kelima temannya ini sepakat kalau isu punya dampak besar dalam kehidupan masyarakat, namun banyak yang tidak menyadarinya. Literasi masyarakat akan isu kesehatan mental ini sangat rendah, sehingga isu ini dianggap seperti angin lalu. Padahal, isu ini cukup banyak dibahas di luar negeri. Kata Cantyo, bila masyarakat mulai peduli dan aware, maka hidup yang sejahtera dan bahagia bisa tercipta. Intinya hidup positif.

Untuk mencapai tujuannya, cara yang ditempuh pria kelahiran 23 April 1991 ini cukup unik. Mungkin sebagian besar masyarakat akan kebingungan saat melihat aksinya bersama teman-teman satu profesi yang tergabung dalam komunitas, duduk-duduk berbincang dengan masyarakat di pinggir jalan. Akan tetapi tunggu dulu, itu bukan obrolan biasa, melainkan kegiatan konsultasi psikologi.

Kata Cantyo, kegiatan yang biasanya berlangsung di ruang tertutup dan memakan waktu beberapa jam ini cukup menarik antusias warga Jakarta yang beraktivitas di minggu pagi, tepatnya di perhelatan hari bebas kendaraan Jakarta. Tak ia sangka-sangka, sebanyak 50 orang beragam usia, mulai dari SMA-Lansia memadati booth-nya yang sederhana di ruas jalan dekat bundaran hotel Indonesia itu. Beralaskan koran, masyarakat memiliki kesempatan selama 15 hingga 20 menit menceritakan apapun yang mengganggu pikiran mereka kepada para psikolog secara cuma-cuma.

“Melalui kegiatan ini aku ingin berinteraksi dan mengajak mereka langsung untuk peduli. Pas kegiatan itu awalnya takut, ini bakal ada yang ikut atau enggak. Ternyata banyak banget. Itu ceritaya beragam, mulai dari masalah keluarga, cerita soal suami yang meninggal, penyakit yang diderita “ imbuhnya.

Jemari Tangan juga memasyarakatkan isu kesehatan jiwa dengan cara memberikan edukasi kepada masyarakat melalui artikel pengetahuan di laman resmi komunitas, yakni http://jemaritanganid.wixsite.com/jemaritangan. Di sana, Cantyo dan pengurus, dibantu seorang copywriter mengemas tulisan-tulisan ringan seputar kesehatan jiwa. Selain meningkatkan awareness, hal ini ia lakukan supaya masyarakat lebih mudah memahami isu kesehatan mental yang rumit.

Meski belum genap berusia satu tahun, Cantyo tak menampik kalau ada tantangan ketika menakhodai komunitas isu kesehatan jiwa ini. Disamping tantangan membagi waktu dengan kesibukannya sebagai dosen psikologi dan tenaga psikolog di Yayasan Pulih, ia dan teman-teman juga mesti menghadapi tantangan konsistensi. Ujian soal konsistensi itu tiba ketika perhelatan hari bebas kendaraan tiba.

Tambah Cantyo, “Ini soal bagaimana saya mantain kegiatan komunitas, berbagi dengan kesibukan masing-masing, dan ini juga butuh banyak energy. Untuk bangun pagi sekali misalnya untuk ke CFD (Car Free Day). Kemudian masalah pendanaan juga ketika ingin membuat event besar. Karena pendanaan komunitas ini masih dari kantong pribadi.”

Akan tetapi tantangan itu tak ia hiraukan sama sekali. Ia justru merasa ada kepuasan batin yang ia rasakan dari kegiatannya memberikan konsultasi kepada masyarakat. Kepuasan batin itu ia dapatkan setelah menjadi teman berbincang seseorang dan membantunya melepaskan beban dalam diri, serta memecahkan masalahnya. Tak hanya itu, Cantyo mengaku bahwa kegiatan macam ini juga mengasah kemampuannya dalam berkomunikasi dan membangun kepercayaan dengan orang baru.

Hal tersebut nyatanya juga dirasakan langsung oleh para relawan yang tergabung dalam komunitas dan terlibat dalam aksi di perhelatan hari bebas kendaraan ini. Ya, para relawan. Cantyo dan teman-teman pengurus ternyata tidak sendirian dalam aksinya. Mereka juga dibantu oleh teman-teman mahasiswa psikologi yang ingin bergabung dan belajar langsung di lapangan.

“Akan tetapi tentu saja, konsultasi psikologi ini tidak bisa dilakukan sembarangan, harus tenaga psikolog klinis yang menanganinya. Kami ajak mereka karena Jemari Tangan juga ingin jadi wadah bagi psikolog muda untuk berkolaborasi dan memberikan kontribusi bersama-sama untuk masyarakat,” tukasnya.

Kesempatan dalam hal networking juga didapat Cantyo dan teman-teman dari kegiatannya yang unik ini. Selain bertemu banyak orang dari beragam latar belakang, Cantyo dan teman-temannya juga mendapat kesempatan bertemu dengan orang-orang kementerian. Kata Cantyo mereka mulanya penasaran dengan kegiatan ‘Jemari Tangan’ di pinggir jalan, kemudian bertanya-tanya dan menyodorkan kesempatan kerja sama program.

Kerja sama tersebut dinilai Cantyo sebagai sebuah kesempatan untuk menyebarkan gerakannya ini lebih luas lagi kepada masyarakat. Untuk itu, ia berharap komunitas ini terus berjalan dan bertumbuh, serta bermanfaat bagi masyarakat. Pasalnya, Ia dan teman-temannya punya semangat yang membara untuk terus membantu banyak orang mendapatkan hal positif dalam hidupnya.

Jika ditelusur lebih jauh, kepeduliannya dengan masyarakat dan kesadaraannya akan isu kesehatan jiwa ini tumbuh saat mendalami ilmu psikologi di bangku kuliah. Dan tahukah, ternyata ada alasan menggelitik dibalik pilihannya mendalami ilmu kejiwaan ini di bangku kuliah. Alasan itu adalah ketidaksukaan Cantyo dengan pelajaran berhitung.

“Kakak ku juga psikolog, mungkin ini ada influence darinya kenapa aku ambil psikologi. Tapi setelah mendalami psikologi, aku menyadari ini ilmu yang dinamis, membutuhkan analisis mendalam dan kritis. Segala sesuatunya itu harus dilihat dari berbagai sisi. Hal itu menarik sih buat ku,” ujarnya menutup pembicaraan.

Dokumentasi: Cantyo Atindriyo Dannisworo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *