Kotasejuk; Telusuri Sejarah Sambil Jalan-Jalan

Belasan muda-mudi berkumpul di depan SMPN 1 Nganjuk Minggu siang (7/8). Sebagaimana halnya anak baru gede (ABG) kebanyakan, mereka mengagendakan untuk jalan-jalan.

Jika kebanyakan memilih taman dan ruang publik lain, tujuan mereka sama sekali berbeda. Berangkat sekitar pukul 13.30 WIB, belasan anak-anak yang tak lain adalah anggota Komunitas Pecinta Sejarah Nganjuk (Kotasejuk) itu nge-trip bareng menuju Benteng Romusa di Dusun Jatirejo, Desa Mojoduwur, Kecamatan Ngetos.

Tidak sampai 30 menit, mereka tiba di tempat yang dituju. Dengan riang mereka langsung mendekati dua bunker (tempat persembunyian) peninggalan penjajah Jepang.

Lokasinya berada persis di tengah-tengah kebun singkong milik warga setempat. Beberapa saat kemudian, mereka langsung foto bersama di dekat benteng.

Dari benteng di sebelah timur, mereka berpindah ke benteng di sebelah barat. Setelah itu, sebagian anak mengabadikan momen tersebut dengan foto selfie. Suasana di tengah kebun pun mendadak berubah riuh rendah.

Mereka melakukan lawatan sejarah di beberapa lokasi di Kabupaten Nganjuk. Selain di Benteng Romusa, siang itu, Kotasejuk melanjutkan kunjungan ke Candi Ngetos di Desa Ngetos.

”Ini adalah salah satu kegiatan komunitas kami,” kata Ika Krista Widayani, ketua Kotasejuk. Komunitas tersebut terbentuk pada 10 April 2015. Kotasejuk diprakarasi Ika. Pembentukan komunitas itu berawal dari prestasi gadis kelahiran 15 Maret 1998 tersebut dalam beberapa lomba penulisan sejarah.

Karena sering juara, dia lantas mewakili kabupaten di tingkat provinsi. ”Waktu itu saya ketemu Dirjen Kebudayaan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Red) dan dinas pariwisata (Provinsi Jatim, Red),” lanjutnya.

Atas dorongan kedua pejabat dari dua institusi tersebut, Ika lantas berkomunikasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Nganjuk. Saat itu juga dia didapuk menjadi ketua.

”Jadi, ini komunitas resmi dari kementerian,” kata alumnus SMAN 3 Nganjuk tersebut. Setelah resmi menjadi komunitas, Ika kemudian mengajak teman satu sekolahnya. Kebetulan saat itu dia duduk di kelas XII IPS.

Dengan demikian, tak sulit baginya untuk mengumpulkan teman yang mau bergabung menjadi anggota. Mayoritas menyatakan bersedia ketika ditawarinya.

Apalagi pada dasarnya teman-teman Ika suka jalan-jalan. Setahun setelah terbentuk, anggota Kotasejuk saat ini berjumlah sekitar 100 orang.

Rata-rata mereka masih berstatus pelajar. Selain siswa SMAN 3 Nganjuk, anggotanya tersebar di beberapa SMP dan SMA lain. Bahkan, ada pula anggota dewasa di dalamnya. ”Yang berusia 50 tahun juga ada,” ujar Ika lantas tersenyum.

Kapan mereka melakukan lawatan sejarah? Rupanya, Kotasejuk tak pernah menjadwalkan secara pasti. Kebanyakan lawatan dilakukan Minggu pagi. Hari libur dipilih karena sebagian besar anggota libur dan mempunyai banyak waktu luang.

Jika Minggu lalu mereka berkumpul di depan SMPN 3 Kediri, rupanya ada lokasi khusus untuk berkumpul. Yaitu, kantor dewan kesenian daerah, Jalan Pramuka, Nganjuk.

Untuk bisa mengumpulkan anggotanya, disiplin dalam soal waktu jadi kuncinya. Karena itu, ketika mereka sepakat berkumpul pukul 09.00, anggota lain diminta menaati dan tidak terlambat.

”Sebab, dalam satu lawatan bisa lebih dari satu lokasi. Sore kami baru pulang,” kata remaja asal Desa Kwagean, Kecamatan Loceret, tersebut

Hingga Agustus ini, setidaknya sudah ada 34 lokasi sejarah di Kabupaten Nganjuk yang mereka kunjungi. Mulai Makam Mangundikoro di Kota Nganjuk, Candi Ngetos, hingga Air Terjun Sedudo, Sawahan. Kemudian, mereka juga mengunjungi Masjid Al Mubarok, Berbek; Makam Pakuncen, Patianrowo; dan Makam Raden Purwodiningrat, Ngluyu.

Selain lawatan, ada banyak kegiatan yang dilakukan. Salah satunya, mendokumentasikan setiap lokasi yang dikunjungi. Dokumentasi dilakukan lewat wawancara dengan narasumber maupun lewat foto. Setelah lawatan, mereka membuat laporan secara tertulis.

”Setelah itu, kami biasanya ikut lomba menulis,” ucapnya. Tak sekadar mempelajari tempat bersejarah di Nganjuk, komunitas tersebut juga membantu membersihkan lokasi. Karena itu, ketika ada sampah berserakan, mereka akan membuangnya ke tempat sampah terdekat.

”Kami bantu juru kunci untuk membersihkan,” terang remaja yang kini tengah mendaftar di Universitas Terbuka (UT) Nganjuk tersebut. Meski mayoritas anggotanya berstatus pelajar alias anak-anak, ada peraturan yang harus ditaati setiap anggota saat melakukan lawatan. Yaitu, mereka diminta bersikap sopan dan membawa spanduk komunitas. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi jika ada warga sekitar yang menanyakan. ”Kami sering ditanya ini ngapain ramai-ramai,” terang Ika menirukan pertanyaan warga saat lawatan.

Karena sudah membawa spanduk, mereka tidak kesulitan untuk menjawabnya. Apalagi, saat melakukan lawatan, mereka juga didampingi staf dari disbudpar.

Sumber: JAWA POS

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *