Lopen Semarang; Telusuri Detail Jejak Sejarah di Semarang

Tahukah anda lift pertama kali di Indonesia ternyata berasal dari Semarang?, dan sekarang pun anda dapat menjumpainya di gedung Jiwasraya depan gereja Blendug (Jalan Letjen.Suprapto No. 23, Semarang-Jawa Tengah). Dan pertama kalinya di Indonesia, diselenggarakan di Semarang serangkaian acara world expo pada tahun 1914. Kota Semarang memiliki beragam nilai sejarah, dari yang dulunya ada hingga sekarang hanyalah kenangan, seperti dalam buku yang berjudul Semarang dalam Kenangan yang ditulis oleh Tjongki Tio. Namun, masih banyak masyarakat Semarang yang belum mengetahui sejarah apa saja yang ada di Semarang. Mungkin hanya sebatas mengenal aset sejarah kota lama, lawang sewu, dan gereja blendug. Seperti apa liku-liku sejarah Semarang? siapa sangka belajar sejarah itu ternyata mengasyikkan?

Bagi sebagian orang mungkin belajar sejarah membosankan dan tidak ‘kekinian’ alias jadul, namun siapa sangka justru sangat menantang bagi komunitas ini. Ya, Lopen Semarang, merupakan komunitas yang terus menelusuri dan mengangkat sejarah Semarang, berawal dari kesamaan hobi terhadap kecintaan sejarah Semarang. “Kami awalnya sempat bingung cari nama, akhirnya kepikiran deh kata Lopen, yang diambil dari bahasa Belanda artinya jalan-jalan”, ungkap Wisnu Pratama.

Awalnya komunitas ini bernama Blusukan Semarang, yang kegiatannya blusuk-blusuk (red: menelusuri) sejarah Semarang, mulai dari bangunannya, budayanya, hingga pembangunannya. Kemudian Blusukan Semarang bergabung dengan Semarang Haritage Trail, komunitas yang juga memiliki kesamaan hobi terhadap sejarah Semarang. Setelah lama berdiskusi kemudian kedua komunitas ini akhirnya melebur dan sepakat untuk berganti nama menjadi Lopen Semarang, yang artinya jalan-jalan Semarang. Kenapa berganti nama?, karena Blusukan identik dengan komunitas yang sejenis di kota Solo.

Komunitas yang masih seumur jagung ini memiliki anggota 15 orang yang umumnya dari kalangan mahasiswa. Uniknya dari 15 orang tersebut hanya beberapa orang yang asli Semarang dan karena adanya kesamaan hobi terhadap kecintaan sejarah Semarang. Komunitas yang menjuluki ketua dengan sebutan sebe semeh(bapak-ibu), bernama Yohanes Krisna dari Badan Pengurus Kota Lama. Struktur organisasinya pun menggunakan nama jadul, misalnya bagian publikasi disebut dengan juru gembar-gembor. Sosialisasi yang dilakukan oleh komunitas ini melalui jejaring sosial, misalnya facebook, twitter. (@lopenSMG), dan instagram.

Visi-misi dari komunitas ini untuk mengangkat sejarah Semarang melalui seabrek kegiatannya. Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini  mencari tahu detail jejak sejarah yang ada di Semarang, mencari tahu bekas sejarah di Semarang. Intinya jalan-jalan menelusuri sejarah Semarang. Misalnya menelusuri asal usul bangunan tua di Semarang, blusukan rel kereta api pertama di Semarang, mencari tahu pabrik gula terbesar kala itu milik Oie Tiong Ham namun sekarang tinggal ceritanya yang melegenda . Dan Lopen Semarang  sempat membuat film dokumenter mengenai Oie Tiong Ham, orang terkaya di Semarang pada kala itu dengan rumah seluas 9,2 ha dan pemilik pabrik gula terbesar. Sangat menarik membicarakan sejarah Semarang mulai dari etnisnya, geografisnya, hingga kuliner.

Komunitas pecinta jadul Semarang tersebut, sampai saat ini belum memiliki base camp tetap. Namun hal itu tidak menjadi kendala bagi mereka untuk mendiskusikan uniknya sejarah Semarang yang ajeg dilaksanakan setiap hari Senin sore. Topik diskusi mereka tergantung dari tema yang telah disusun sebelumnya. Tema yang mereka diskusikan misalnya mengenai Tionghoa, musik, kereta api, gula (Oie Tiong Ham), dll.

Seperti pepatah yang diungkapkan oleh proklamator Indonesia, “Jangan lupakan jas merah”. Itulah makna penting bahwa sejarah itu memiliki nilai yang sangat berharga. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap sejarah Semarang, membuat Lopen Semarang bercita-cita untuk terus mengenalkan sejarah Semarang terhadap masyarakat luas. “Tujuan jauh dari komunitas ini untuk mengangkat sejarah Semarang.

Semarang sebenarnya memiliki sejarah yang keren dan sangat disayangkan masih banyak orang Semarang yang belum tahu sejarah-sejarah tersebut”, imbuh Wisnu Pratama. “Dan kalau pemerintah telah sadar akan sejarah tersebut, itu sangat bernilai bagi Semarang”, tegasnya. Seperti yang kita ketahui, bangunan bersejarah merupakan aset yang paling bernilai untuk sebuah kota sebagai daya tarik sektor pariwisatanya. Dan untuk mengetahui bagaimana peradaban sebuah kota. Kalau bukan kita sebagai generasi muda yang menjaga aset sejarah tersebut, siapa lagi?

Sumber: KOMPASIANA (INA IRAWANTI)

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *