Wayang Beber Metropolitan (WBM); Tampilkan Fenomena Metropolitan Dalam Seni Wayang Beber

Sari Atika Sundari begitu ge­mar membuat sketsa di atas media kertas pun kanvas. Enam tahu lalu, dia diperkenalkan dengan hobi baru yang masih ter­kait dengan menggambar. Saat dia berkumpul bersama teman sesama pecinta seni di suatu taman, ia di­ ajak membuat wayang beber, bi­dang seni yang yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Menyenangi seni rupa, Sari dan teman­temannya terlibat dalam proses pembuatan wayang beber.

Banyak hal membuat Sari tergeli­tik tentang wayang klasik itu. “Dari karakter gambar, cerita, dan cara me­nuturkan,” ujar Sari dalam sebuah diskusi terbuka yang diada­ kan Komunitas Sobat Budaya di Jakarta, Minggu (24/7). Pemaknaan cerita yang bisa diaplikasikan da­lam proses kehidupan masa kini, disampaikan Sari, juga menjadi daya tarik dari wayang beber.

Ke­tertarikan itu membuat Sari ber­ sama rekan lain, termasuk Samuel Santosa AP, memutuskan membuat sebuah komunitas dengan sebutan Wayang Beber Metropolitan (WBM). Komunitas itu mencoba me­munculkan fenomena metropoli­tan dalam bentuk seni wayang be­ber.

Tidak hanya pecinta seni rupa, komunitas juga diisi dengan anak­ anak muda yang cinta terhadap seni musik. “WBM mampu meng­ gabungkan kesukaan kami dalam satu pertunjukan,” ujar Sari. Tak sekadar membuat sketsa dan melukiskan wayang di atas kain, Komunitas WBM dijalankan sebagai wadah untuk membangun keluarga kecil yang melibatkan par­tisipasi semua anggota.

Tak heran, jika mereka mengusung makna laiknya semboyan Bhineka Tunggal Ika, yaitu azas kerja sama dan kekeluargaan di tengah keberaga­man latar belakang. Termasuk di antaranya dalam hal kelancaran operasional penampilan.

Peralatan dasar seperti cat dan kain dibeli dari hasil pengumpulan iuran para anggota. Berlatar non­seniman, para ang­ gota yang didominasi anak­anak muda terus belajar bersama meng­hasilkan dan menampilkan karya terbaik mereka. Mereka terus menggali informasi tentang wa­ yang beber dari litera­tur yang ada.

Keter­batasan sumber ilmu tidak membuat me­reka putus asa. Sedikit demi sedikit, tiap anggota mencoba memahami seni klasik ini untuk kemudian dike­nalkan pada khalayak ramai. Sari menuturkan, komuni­tas ini juga tak hanya sekadar menjadi ajang berkumpul.

Ko­munitas, lanjut dia, merupa­kan wadah yang tepat untuk menjawab kegelisahannya dan rekan­rekan terhadap semua kejadian di Jakar­ta. “Daripada melakukan tindakan anarkis, kami melakukan dengan cara menghasilkan karya yang indah dan bermanfaat un­ tuk banyak orang,” ucap Sari yang kini bertugas sebagai Administration Manager WBM.

Sumber: HARNAS

Reportase : Adinda Pryanka
Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *