Valentina Sokoastri: Ciptakan Generasi Juara lewat Sanggar Juara

Perkenalkan, namanya adalah Valentina Sokoastri. Perempuan kelahiran Lampung, Bandar Lampung, 12 November 1990 ini patut dijadikan contoh untuk anak-anak muda Indonesia karena kepeduliannya yang tinggi akan pendidikan, khususnya pendidikan anak-anak prasejahtera. Kepeduliannya dapat dilihat dari aksinya mendirikan komunitas pendidikan bernama Sanggar Juara.

Bermarkas di kota Bogor, komunitas yang sekarang telah berbadan hukum dan menjadi sebuah yayasan ini fokus memberikan pendidikan informal dan pendidikan karakter kepada anak-anak sekolah dan anak-anak prasejahtera di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor dan daerah lainnya di Kabupaten Bogor, seperti sekolah di Tambilung Leuwiliang, Situ Leutik, Dusun Pabuaran, dan Corang Peulang.

Tak hanya memberikan pendidikan kepada anak-anak sekolah dan prasejahtera saja, Sanggar Juara dibentuk Valen untuk jadi wadah yang menghimpun pengajar-pengajar berbakat muda Indonesia, khususnya mahasiswa di wilayah Bogor, Jawa Barat, untuk memberikan kontribusi membangun pendidikan di kotanya.

“Aku lihat sebenarnya banyak anak muda yang punya kemampuan lebih dan mau berbagi, namun mereka seringkali bingung mau kemana. Waktu itu Indonesia Mengajar juga belum ada. Mereka ini jadi bingung karena tidak difasilitasi,” ujar Valen.

Akan tetapi bukan berarti Sanggar Juara tidak membuka kesempatan bagi pengajar-pengajar muda dari daerah lainnya untuk berkontribusi juga dalam pendidikan. Kata Valen, ada saja pengajar muda dari daerah lain yang mendaftar, Jakarta misalnya. Namun sayang, kebanyakan masih terkendala waktu dan jarak tempuh ke kota Bogor.

Cikal bakal pendirian Sanggar Juara ini diceritakan Valen bermula dari kompetisi Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kemahasiswaan di Institut Pertanian Bogor yang diselenggarakan oleh DIKTI. Program yang dibentuknya bersama kelima temannya dari jurusan Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat itu kemudian mendapat pembiayaan sebesar Rp7000.000,- selama satu tahun.

Setelah masa pembiayaan DIKTI itu selesai, Valen tidak rela bila gerakan pendidikannya ini berhenti begitu saja di tengah jalan, kemudian ia putuskan lah untuk meneruskan gerakannya ini menjadi sebuah komunitas Independen dengan pendanaan mandiri dari kantong pribadi pengurusnya. Dan untuk semakin memantapkan gerakannya ini, komunitas independen itu kemudian diubahnya jadi yayasan.

Pendirian yayasan pendidikan anak prasejahtera ini tentu tak luput dari tantangan. Perempuan yang bekerja jadi peneliti dan riset di Perkebunan Nusantara ini mengaku, ia dan teman-teman masih menghadapi tantangan dalam hal pendanaan yayasan. Katanya, meski sudah berbadan hukum, Sanggar Juara belum memiliki donatur tetap.

Akan tetapi hal itu dinilai Valen bukan jadi tantangan yang menjatuhkan atau menghentikan langkahnya. Ia dan teman-teman lainnya justru tertantang sekaligus dilatih menjadi pribadi yang lebih kreatif. Pasalnya, dari keterbatasan itu, Valen dan teman-teman terpacu untuk berpikir kreatif memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk mencari dana bantuan.

Tambahnya, “Benar tertantang jadi lebih kreatif. Saya dan pengurus mesti cari atau membuat gimmick yang kreatif yang bisa kami sebarkan dan jual. Nanti profit­-nya bisa dikembalikan ke Sanggar Juara, untuk kegiatan anak-anak.”

Tantangan lainnya adalah merubah stigma masyarakat akan pendidikan. Valen mengungkapkan, kesadaran masyarakat akan pendidikan di tempatnya mengajar dan berkegiatan bersama Sanggar Juara masih sangat rendah. Salah satunya adalah kasus menikah muda di kalangan anak yang mereka bina.

Untuk mengatasi hal yang satu ini, Valen dan pengurus beserta relawan segera melakukan komunikasi kepada sang anak dan orang tuanya. Valen menekankan, komunikasi itu tidak ada maksud sama sekali menggurui, melainkan komunikasi dengan gaya teman dekat. Maksudnya, Valen dan teman-teman Sanggar Juara tidak memposisikan diri sebagai guru, melainkan teman sharing.

Ketika ditanya soal makna dan dampak Sanggar Juara dalam hidupnya, Valen mengatakan kalau Sanggar Juara sangat berjasa buatnya. Justru ia merasa kalau belum banyak memberikan kontribusi yang cukup kepada yayasan yang ia buat ini.  Berkat Sanggar Juara, ia mendapatkan kesempatan emas untuk melanjutkan studi S2 di Ohio State University.

Ya, dalam percakapan melalui telepon itu,  Valen mengungkapkan kalau ia baru saja kembali dari Amerika Serikat. Ia baru saja menyelesaikan studinya  Workforce Development and Education. Katanya, kesempatan emas ini ia dapat setelah memperkenalkan Sanggar Juara saat mendaftarkan diri ke program beasiswa yang diselenggarakan USA AID.

“Pendanaan pendidikan ini memang diberikan khusus kepada orang-orang yang sudah memberikan kontribusi kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kemudian, Sanggar Juara juga membentuk saya menjadi pribadi atau seseorang. Aku tuh jadi pikir, oh ternyata aku bisa lho kasih kontribusi ke orang yang membutuhkan,” ungkapnya.

Saat ini Valen sedang fokus memberikan kontrol penuh kepada Sanggar Juara sepulangnya dari studi lanjutan bekerja sama dengan para ketua dan pengurus yang menjalankan roda kegiatan. Kata Valen, ia juga mesti pintar membagi waktunya dengan pekerjaannya sebagai peneliti dan membagi waktunya pula dengan kesibukannya melangsungkan pernikahan di akhir bulan Agustus.

“Aku berharap punya kontribusi lebih untuk Sanggar Juara, kontrol lebih, dan tentu saja membenahi manajemen yayasan agar programnya lebih mantap dan berdampak lagi tentunya,” tukasnya.

Tujuh tahun berdiri, Sanggar Juara sudah berhasil mendirikan lima taman baca yang dinamakan Perpustakaan Juara di beberapa sekolah di Kabupaten Bogor. Bukan itu saja, kata Valen, anak-anak dan masyarakat sudah mulai aware dengan pentingnya pendidikan. Hal itu dilihat dari mulai bermunculannya keputusan anak-anak untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Sebelum menutup pembicaraan, Valen mengungkapkan kalau ia punya keinginan untuk mendirikan Sanggar Juara di luar kota Bogor. Kota yang ia tuju pertama kali adalah kota Lampung, kota kelahirannya 26 tahun lalu. Kata Valen, Lampung juga memiliki permasalahan pendidikan yang sama dengan kota Bogor, yakni soal awareness terhadap pentingnya pendidikan.

 

Dokumentasi: Valentina Sokoastri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *