Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan zaman now, Jember tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kota yang semakin hari semakin aktif menelurkan pemuda-pemudi Jember dengan segudang prestasi dan kreativitas. Hal ini ditandai dengan hadirnya berbagai macam komunitas kreatif yang semakin meramaikan dan menyemarakkan Jember. Terutama di bidang seni dan budaya. Salah satunya, Pena Hitam misalnya. Kira-kira arek lokal udah pada tahu belum nih, kalau di Jember ada Pena Hitam?
Penasaran? Yuk simak ulasannya!
Berdasarkan informasi dari obrolan santai dengan sang ketua komunitas Pena Hitam Jember, yang akrab disapa Tami, “Pena Hitam merupakan sebuah kolektif seni rupa yang awalnya terbentuk pada tahun 2011 di kota Batu Malang dan hingga saat ini sudah berkembang sangat pesat di Indonesia. Terlihat dengan sudah terbentuknya beberapa cabang di kota-kota lain. Komunitas ini didirikan oleh empat orang remaja Malang yaitu Rio Krisma, Pain Sugar, Mutant Komando, dan Muchlis Huda pada tanggal 21 Januari 2010. Berawal dari kegemaran empat orang remaja ini akan dunia menggambar, kemudian mereka mengadakan pameran karya mereka di sebuah warung kopi di daerah Malang. Dari karya-karya yang mereka tampilkan di pameran tersebut kemudian mereka sebarkan melalui media jejaring sosial, dan rupanya karya mereka disambut baik oleh masyarakat yang tertarik akan gambar (seni). Sehingga akhirnya tercetusnya sebuah ide untuk membuat suatu komunitas menggambar yang mereka beri nama Pena Hitam.” tuturnya panjang lebar.
“Terinspirasi dari sanalah, akhirnya kami beserta anak muda di Jember yang memiliki hobi dan passion yang sama menginisiasi terbentuknya komunitas Pena Hitam di Jember” tambahnya.
Seiring berjalannya waktu, dari yang awalnya Pena Hitam hanya berada di Batu dan Malang saja, kini komunitas Pena Hitam sudah tersebar di 14 kota di Indonesia, diantaranya Surabaya, Jakarta, Semarang, Bali, Jember bahkan sampai di luar Pulau Jawa seperti Makassar dan Samarinda dengan anggotanya yang sudah mencapai ribuan orang. Wah, keren nggak sih, arek lokal ?
Ada alasan unik di balik penamaan Pena Hitam itu sendiri, nama Pena karena semua menggunakan media pena dalam menggambar, dan kenapa dipilih warna Hitam? Karena memang selain warna yang lebih sering digunakan dalam menggambar adalah hitam (di atas kertas putih), dan juga warna hitam adalah hasil campuran semua warna dasar dalam takaran yang sama, sehingga jadilah nama Pena Hitam yang dipilih.
Visi awal Pena Hitam adalah sebagai wadah. Wadah untuk bermain, belajar, bertemu teman baru yang satu interest a.k.a memiliki passion yang sama dalam bidang seni menggambar. Untuk misinya sendiri pertama yaitu belajar menggambar, berkarya, dan bebas berekspresi dalam seni menggambar serta bagaimana caranya untuk membangun ekonomi alternatif di tiap cabang agar Pena Hitam bisa mandiri secara individu maupun secara kolektif.
Tami, Ketua komunitas Pena Hitam Jember yang sekaligus seorang freelance Illustrator, mengatakan, “Pena Hitam sendiri dimaksudkan untuk membuka ruang berkomunikasi antara seniman, ilustrator, desain grafis, musisi serta mendukung seniman muda untuk terus berkarya, berteman, berbagi, dan juga bersenang-senang. Bahkan orang yang tidak bisa menggambar pun juga bisa bergabung karena selain berupa gambar, anggota Pena Hitam juga bisa menampilkan karya lain berupa foto maupun video. Dengan mengangkat 4 pilar yang dijadikan sebagai identitas yakni berkarya, menambah teman, berbagi, dan bersenang-senang. Jadi siapa saja dan usia berapa saja yang punya minat sama, bisa masuk menjadi anggota Pena Hitam.”, katanya.
Dikatakan juga olehnya, Pena Hitam juga mendukung kemandirian, kontinuitas, kerjasama yang mutual, juga atmosfer pertemanan yang asik antar anggotanya. Selain itu, komunitas ini juga berusaha untuk netral dan menghindari kerjasama dengan korporasi besar maupun kecil, pemerintah, partai politik, maupun komunitas agama manapun. Sehingga independennya tetap terjaga.
Tahu nggak arek lokal, berdasarkan informasi dari narasumber, Pena Hitam sebenarnya lebih bisa disebut kolektif dibandingkan dengan komunitas.
Apa bedanya?
FYI nih buat arek lokal, komunitas biasanya terdapat struktur yang sistematis kemudian mereka mencari massa sebanyak mungkin. Sebaliknya kalau kolektif lebih mengandalkan kerja sama, inisiatif, kesadaran dan nggak ada struktur yang sistematis di dalamnya. Jadi siapapun yang memang punya inisiatif lebih dan kesadaran lebih, dia akan aktif di dalam, intinya kolektif nggak mencari massa tapi mencari teman, nggak ada unsur paksaan apapun. Semuanya mengalir dari keinginan dalam diri sendiri.
Eksistensi dari Pena Hitam sendiri terlihat dari sudah seringnya menggelar event-event baik secara lokal dan secara bersama. Salah satunya “Art And Music Camp Fest” pada awal tahun Januari 2015 di Paralayang Pujon, Solidaritas Malang untuk Rembang, dan juga Sebar Serang Tour (tur ke kota-kota cabang dari Pena Hitam). Serta mampu menghasilkan produk berupa fanzine dan berhasil mempublikasikannya sebanyak 4 edisi fanzine.
Untuk Pena Hitam Jember, sampai saat ini lebih sering kumpul, latihan, sharing dan explore karya bareng dengan lokasi tempat yang fleksibel mengingat Pena Hitam Jember masih belum memiliki permanent basecamp. Istilahnya masih nomaden, dengan mengedepankan kebersamaan dan suasana tempat yang nyaman untuk bisa mengekspresikan karya seni. Mengingat umur Pena Hitam cabang Jember juga masih tergolong muda. Baru-baru ini Pena Hitam Jember melakukan kegiatan mural dalam rangka action. Mereka meng-explore dan mengekspresikan seni.
Tami memiliki harapan dan pesan buat anak muda Jember, terlebih yang interest dalam bidang seni menggambar untuk tidak takut mengeksplorasi dan mengekspresikan diri serta karya sendiri. Percaya, nggak ada yang bisa mengubah apapun, kalau nggak mulai dari diri kita sendiri.
Nah, gimana nih setelah menyimak ulasannya, arek lokal ada yang tertarik dan ingin ikutan gabung di komunitas Pena Hitam Jember juga ? Kamu bisa kepoin media sosial mereka di : www.penahitam-arts.com dan IG: @penahitam.arts, serta Twitter : @penahitam_arts, dan Youtube channel : Penahitam Arts.
Sumber: LOKAL KARYA (Nira Virdarani)