Komunitas Perempuan Bergerak: Semangat Sebarkan Kesadaran Akan Hak-Hak Perempuan

Di Malang Raya, jumlah komunitas cukup berjibun. Tak hanya komunitas karena hobi, tapi ada juga komunitas tentang pemikiran dan perjuangan. Untuk kategori terakhir itu, ada nama Komunitas Perempuan Bergerak. Beranggotakan anak-anak muda, komunitas ini ingin ada kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Lalu, apa yang mereka lakukan?

Umur komunitas ini baru genap setahun pada 4 Februari 2018 mendatang. Tapi, banyak hal yang sudah dilakukan komunitas ini. Muara dari kegiatan komunitas tersebut adalah memberi pengetahuan tentang hak-hak kaum perempuan.

Selain itu, komunitas ini ingin memerangi stigma negatif atas kata-kata feminis. ”Di Malang, banyak yang menganggap bahwa feminis adalah istilah yang ingin memerangi laki-laki,” kata Diana Manzila, salah seorang pegiat di komunitas ini, kemarin (5/1).

Padahal, menurutnya, feminis adalah semangat untuk mengusung kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. ”Komunitas Perempuan Bergerak ingin mengatakan bahwa feminis adalah setara,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, kesetaraan tersebut berarti sama-sama berdiri dan duduk pada posisi yang sama. Tidak ada yang direndahkan, apalagi dianaktirikan.

”Seperti partner (pasangan). Jadi, bisa sharing power (saling berbagi kekuatan),” imbuh alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang itu.

Menurut dia, sebenarnya posisi laki-laki maupun perempuan dilihat selayaknya manusia yang sama. ”Jadi, tidak ada saling mengalahkan atau mendominasi,” sambungnya.

Di Malang, kata dia, pandangan masyarakat mengenai perempuan masih dianggap layaknya barang dagangan. ”Masih melihat perempuan sebagai komoditas dan makhluk kedua yang mengurus hal seperti macak, manak, masak,” imbuh perempuan berusia 27 tahun itu.

Bagi dia, perempuan yang memang ingin fokus pada pekerjaan domestik sebenarnya tidak masalah. ”Tentu tidak masalah jika itu pilihan perempuan itu sendiri,” ujarnya. Meski begitu, selama ini wilayah domestik di rumah tangga selalu dikaitkan dengan kaum hawa.

”Sering kali domestik diidentikkan wilayahnya perempuan,” imbuh lulusan Sastra Inggris itu.

Diana beranggapan, akibat hal itu, perempuan sering kali diikat untuk menjalani aktivitas yang berada di rumah dan tidak boeh keluar dari ”ruangan” tersebut. ”Artinya, ada hak dan keinginan yang tercabut dari kebebasan perempuan,” ungkapnya.

Itulah yang ingin didengungkan oleh Komunitas Perempuan Bergerak. Terlebih, perempuan sering kali dicibir jika memilih berkarir. ”Ini tentu merupakan double burden (beban dua kali),” ujarnya.

Sebab, menurutnya, perempuan seolah-olah selalu berada di posisi yang salah. ”Mereka mendapatkan stigma buruk. Seperti menelantarkan keluarga atau anak menjadi telantar,” sambungnya.

Padahal, seharusnya tugas-tugas tersebut bisa dibagi dan tidak hanya menjadi tugas seorang perempuan. ”Tugas tersebut bukan melulu tugas perempuan, tapi seharusnya perlu ada pembagian kerja yang adil dan sesuai kesepakatan,” tambah perempuan kelahiran 19 Februari 1990 itu.

Untuk saat ini, Komunitas Perempuan Bergerak masih merupakan kajian-kajian literatur mengenai hal itu. Komunitas ini rutin melaksanakan kajian dengan mendatangkan pakar perempuan. Sejumlah tema yang sudah mereka bahas adalah Poligini Nabi, Cengkraman Patriarki, Seks dan Gender.

”Kita biasanya kajian di warung kopi atau kafe,” imbuhnya.

Akhir tahun lalu, komunitas ini bersama sejumlah komunitas lain mengadakan acara Short Course Penelitian Feminisme. Yakni, sebuah penelitian tentang feminisme. Acara ini diikuti sekitar 35 orang dan gratis.

”Setahun ke belakang kami melakukan kajian dan pendataan masalah. Tahun ini kami mulai merambah pada desa dan advokasi lapangan,” imbuhnya.

Nantinya, komunitas ini akan bergerak sekan menjadi sukarelawan yang membantu memberdayakan perempuan. ”Mungkin untuk sementara pada pemberdayaan perempuan, karena kita belum terjun ke lapangan dan mengumpulkan permasalahan yang ada,” imbuh alumnus MTs Salafiyah, Bangil, Pasuruan, ini.

Terkait sejarahnya, komunitas ini awalnya lahir dengan nama Gubuk Justice yang merupakan turunan dari komunitas Gubuk Tulis. Tapi, sekitar empat bulan lalu komunitas ini berganti nama menjadi Perempuan Bergerak. ”Alasannya ganti nama karena Perempuan Bergerak lebih mudah diucapkan,” pungkasnya.

Pewarta: Gigih Mazda
Penyunting: Irham Thoriq
Copy Editor: Arief Rohman
Foto: Dokumentasi Komunitas Perempuan Bergerak

Sumber: RADAR MALANG

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *