Ayo Lebih Peduli! Komunitas ‘Populasi Kunci’ di Bali Serukan Stop Stigma dan Diskriminasi HIV

Sejumlah komunitas atau jaringan populasi kunci seperti OPSI (Organisasi Perubahan Sosial Indonesia), Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), Ikatan Korban Napza (IKON), Komunitas Gaya Dewata dan Jaringan Indonesia Positif (JIP) menyerukan agar masyarakat khususnya warga Bali untuk stop melakukan stigma dan diskriminasi terhadap seseorang yang mengidap penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV)-AIDS.

Selain itu, sebagai pencegahan dan pengendalian HIV-AIDS, komunitas berjejaring ini berharap tidak ada lagi penularan HIV, dan tidak ada lagi kematian akibat AIDS.

Hal ini terungkap dalam sharing dan diskusi yang digelar oleh Fokal Poin Kota Denpasar bersama sejumlah media dan komunitas berjejaring tersebut, Selasa (13/11) di Denpasar.

Afriezhal Hafizt dari Fokal Poin Denpasar mengungkapkan, saat ini pihaknya komit melakukan penanggulangan HIV dimana pada tahun 2030 dunia global menargetkan nol diskriminasi. Situasi diskriminasi ini, menurutnya sering terjadi karena didasarkan pada informasi yang salah atau takut karena ketidaktahuan.

Namun fakta di lapangan, ungkapnya masih banyak pemberitaan di media yang menstigma bahwa pengidap HIV itu berbahaya. Bentuk-bentuk stigma (perlakuan negatif) dan diskriminasi itu masih banyak ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat.

“Banyak informasi di media yang tidak memberikan fakta kepada publik, khususnya fakta yang sesungguhnya terkait pengidap HIV, kita mau pemberitaan seperti PS (pekerja seks) dan pengguna NAPZA bisa membawa perubahan yang positif. Jadi kita ingin media bisa bekerjasama dengan komunitas-komunitas untuk mengedukasi hal-hal atau informasi yang sesungguhnya,” ucapnya.

Ditambahkannya, media online atau cetak sangat berpengaruh besar untuk bisa membantu perspektif atau pandangan masyarakat yang mengatur terhadap komunitas populasi kunci (pekerja seks baik laki-laki dan wanita, pengguna NAPZA, dan LGBT).

Bahkan isu-isu ini kerap digoreng oleh para politikus apalagi menjelang Pilpres dan Pileg saat ini. Karena itu pihaknya mengharapkan bisa bekerjasama secara dua arah khususnya dengan media dalam memberitakan informasi khususnya soal HIV dengan benar.

Desi seorang Voluntary Counselling and Testing (VCT) di RS Sanglah Denpasar mengeluhkan kejadian yang dialaminya. Stigma tersebut dia rasakan hampir 8 tahun.

“Saya mengidap penyakit HIV positif sejak 8 tahun yang lalu dan saya punya 4 anak. Dan perlakuan negatif yang membuat saya malu di mata masyarakat sudah saya lewati. Dulu mereka menjauh sekarang mereka mendekat, dan saya suapi anak saya waktu kecil dari sendok yang sama hasilnya 4 anak saya negatif,” ungkapnya.

Hal inilah yang ingin dia bangun kini di mata masyarakat. Bahwa penyakit ini bisa membuatnya hidup dan tetap sehat hingga sekarang.

“Saya sehat dan saya ingin mengajak semua orang yang takut tes HIV untuk membuka diri ‘open status‘ bahwa jangan takut untuk mengetahuinya karena jika kamu tutupi malah akan merugikan diri kalian,” imbaunya.

Menurutnya, penyebaran penyakit HIV bukanlah dari jabat tangan, pelukan melainkan dari hubungan seksual.

“Saya malah miris sekarang ini banyak ratusan anak-anak hingga SMA itu positif HIV darimana penyebarannya karena mereka tidak melakukan hubungan seksual ternyata dari bapak atau ibunya dulu yang ternyata positif HIV,” ucapnya.

Sedangkan Melati seorang pekerja seks (PS) mengaku ingin menghilangkan kata komersial dalam singkatan PSK (pekerja seks komersial). Karena menurutnya kata komersial sama artinya dengan pedagang yang mencari uang. Padahal menurutnya, dirinya hanyalah menjual jasa.

“Saya ingin kedepan kata komersial itu dihilangkan jadi PS aja pekerja seks,” pintanya

Lain halnya dengan Kertajaya yang merupakan Koordinator IKON, pihaknya mengharapkan agar para oknum petugas yang menangani kasus narkoba agar tidak melakukan diskriminasi. Pihaknya kerap mendapatkan aduan berupa perlakuan kekerasan yang dilakukan oknum petugas terhadap para pengguna narkoba.

“Bukan hanya perlakuan kekerasan saja, BB 0,2 gram dipenjara 8 tahun itu wajar gak? tanyanya. Kemudian ada lagi tersangka wanita yang kerap mendapatkan pelecehan seksual dari oknum semua kami tampung di IKON, saya harap kedepan tidak ada lagi perlakuan seperti itu lagi,” pintanya.

Sementara itu, Putu Utami Dewi selaku pendamping JIP membeberkan saat ini ada sekitar 5000 orang yang positif HIV di Bali yang tersebar di semua kabupaten yang ada di Bali.

“Sekarang ini yang paling banyak anak yang positif HIV dan itu seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah,” tandasnya seraya mengajak semua pihak untuk bahu membahu bekerjasama menanggulanginya.

Hal ini diamini oleh Hafizt, menurutnya untuk mengakhiri diskriminasi, semua lapisan masyarakat memiliki peranan penting. “Hal ini tentu saja untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dapat mengakses pelayanan kesehatan dan saling menghormati pada pilihan serta latar belakang mereka,” pungkas Hafizt.

 

Sumber : baliberkarya.com

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *