Yuk, Bangun Sirkuit Pertahanan Mental Terhadap Dampak Bullying, Lawan!

#ISmile4You merupakan salah satu komunitas yang bergerak dikesehatan mental. Saat ini banyak hal yang menggiring seseorang mengalami gangguang kesehatan mental. Salah satu faktor yang sering dilakukan dan dapat menjadi faktor adalah bullying. Nah, kali ini #ISmile4You ingin berbagi tips untuk orangtua ketika mengetahui anaknya menjadi korban bullying agar dapat mendorong daya tahan.

Sebuah studi terbaru berskala besar di Amerika Serikat dilakukan oleh Dr. Pingault dan tim, dan telah diterbitkan di JAMA Psychiatry, mengenai pengaruh jangka panjang bullying terhadap mental dan fisik kanak-kanak, yaitu dengan meneliti pengaruh lingkungan, genetik dan paparan bullying terhadap sejumlah anak kembar. Kemudian melihat pengaruh kerusakan mental maupun gangguan perkembangan di masa kanak-kanak hingga dewasa akibat bullying. Seperti dampak-dampak gangguan mental baik jangka pendek seperti kecemasan, stress, depresi ataupun dampak serius dan dampak psiokososial jangka panjang seperti bunuh diri (suicide)drop out, psikosis, depresi berat dan berlanjut dan sebagainya.

  1. Dapat membangun sirkuit pertahanan mencegah dampak bullying ini sebelum anak-anak masuk kedalam lingkungan yang lebih luas. Di usia anak-anak 0-2 tahun, perkuat kelekatan antara ibu dan anak, dengan memberikan ASI ekslusif hingga 6 bulan dengan proses kelekatan langsung yang baik dan benar hingga berlanjut sampai usia 2 tahun. Mengapa hal ini perlu dilakukan? Karena sudah terbukti di usia ini adalah kunci pembangunan sirkuit pondasi ketahanan emosi di otak manusia. Proses kelekatan itulah yang dapat menenangkan bayi, mencegah kecemasan pada bayi dan sebagainya. Semakin sering para ibu memeluk, menyusui langsung, mencium, tidur bersama dan menggendong anak-anaknya, maka jalinan pondasi ini semakin kuat.
  2. Di usia 2 tahun hingga balita pra sekolah, orang tua baik ayah dan ibu dapat menjalin kelekatan terhadap anak-anaknya dengan kerap memberikan sikap penerimaan terhadap anak,sesederhana “Papa sayang kamu” atau “Mama tidak senang dengan perbuatan mu itu, tapi mama selalu ingin anak mama berubah jadi lebih baik dan mama akan senang dan menerima hal itu.” Sikap-sikap dan pola asuh sejak dini, seperti memberikan pemahaman memproses berbagai perilaku dan dampak perilaku tidak hanya membantu proses berpikir kanak-kanak yang ia bawa hingga masa dewasa, ternyata juga terbukti ampuh menangkis pengaruh-pengaruh buruk dari lingkungan. Anak juga mulai bisa berinteraksi dengan keluarga yang lebih luas seperti nenek, kakek, om dan tante dan sebagainya. Di masa-masa ini anak harus merasa “diterima” bagaimanapun mereka. Dan sangat penting bagi orang tua dan keluarga dewasa untuk menunjukan sikap-sikap ini kepada kanak-kanak.
  3. Usia sekolah atau lebih besar, mengontrol interaksi anak dengan gadget.Dimana gadget telah menjadi kebutuhan dan budaya luas di masyarakat. Namun dari gadget biasanya anak-anak akan melihat kondisi real cyber-bullying,yang biasanya masif-progresif menyerang salah satu victim. Di kondisi seperti ini, apabila anak sudah memperoleh informasi dari kawan-kawan sebayanya (peer), maupun dari dunia internet, maka anak perlu dipahamkan tentang apa-apa yang harus dilakukan, bagaimana pandangannya terhadap ha-hal seperti itu. Orang tua bisa memperlihatkan buku-buku kasih sayang orang tua tentang penerimaan terhadap anak, membacakan cerita tentang itu kepada anak-anaknya. Orang tua bisa membukakan jalur internet positif, memperlihatkan instagram yang menunjukan penerimaan orang tua terhadap apapun kondisi anak. Contoh-contoh seperti IG mama Bella, Grace Melia dengan putrinya dan Mbak Retno Hening yang membangun sistem sirkuit anti-dampak-bullying dari internal sang anak mencegah dampak body-shaming.
  4. Aktiflah memperhatikan perubahan-perubahan anak dan mencari tahu penyebabnya, hubungi pihak-pihak terkait seperti guru, teman-teman dekat untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan anak.Pelajari cara komunikasi produktif sesuai usia ank-anak. Sehingga orang tua dapat menjadi tempat keterbukaan pertama bagi anak-anaknya.

Membangun daya tahan psikososial terhadap bullying, adalah proses bertahap dan memerlukan kesungguhan orang tua mengasihi, menyayangi dan menerima anak-anak mereka bagaimanapun kondisi mereka. Sehingga terbentuklah Daya Tahan Psikososial yang tangguh sejak awal.

 

Sumber : Komunitas #ISmile4You

Foto : Pinterest

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *