Komunitas Unik Ini Ajak Ular Jalan-jalan Tiap Minggu dan Bermain Serta Berbagi Ilmu dengan Bocah-bocah Kecil di Soreang

Ular bagi kebanyakan orang kesannya menakutkan dan berbahaya. Namun bagi orang-orong di komunitas unik satu ini, ular adalah sahabat bahkan dianggap sebagai keluarga.

Masyarakat awam, bila bertemu dengan ular kemungkinan akan lari terbirit-birit atau jika sedikit berani akan memukul bahkan membunuhnya. Namun, komunitas bernama Snakes Lover Family (SLOF) Kabupaten Bandung, sangat anti apabila mengganggu ular apalagi sampai membunuhnya.

Para anggota SLOF menganggap ular sama dengan makhluk hidup lainnya yang memiliki hak untuk hidup bahkan disayangi seperti halnya hewan lainnya. Bagi masyarakat awam, sedikit serem sih jika memilihara ular di rumah. Namun bagi anggota SLOF, memelihara ular adalah hal keren. hihi…

Roni Maksum (40), salah seorang pentolan SLOF Kabupaten Bandung mengatakan para anggota SNOF yang saat ini berjumlah sekitar 20-an orang ini memiliki pandangan yang sama tentang ular. Bagi mereka ular adalah hewan reptil unik yang harus dilestarikan.

Ia sendiri setidaknya memiliki lima ular peliharaan di rumahnya yang terletak di Desa Batukarut, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Diantara ular koleksinya adalah ular sanca/piton kembang atau sanca batik yang memiliki panjang sekitar 7 meter dan berat 60 kilogram (kg).

Seperti halnya pencinta hewan peliharaan, Roni tak lupa memberikan nama bagi ular-ular peliharaannya. Si piton sepanjang 7 meter, ia beri nama Erik. Sedangkan saudara kandung Erik yang memiliki panjang 6 meter dan berat sekitar 25 kilogram diberi nama Tiger.

“Saya sudah sekitar 10 tahun mulai melihara ular. Selain ular sanca, saya juga punya King Kobra. Tapi jarang saya bawa,” kata Roni saat ditemui BandungKita.id di Lapangan Upakarti di lingkungan Perkantoran Pemkab Bandung, Minggu (16/12/2018).

Para anggota komunitas pencinta ular ini juga memiliki pandangan yang sama mengenai hobi mereka. “Bagi kami hobi melihara ular adalah hobi mahal,” ujar Roni sambil tersenyum.

Maklum, selain jarang orang yang memiliki hobi memelihara ular, hobi yang ditekuni Roni dan rekan-rekannya memerlukan dana yang tidak murah untuk perawatan dan biaya makan ular-ular mereka.

Walau tidak makan tiap hari, anggota SLOF secara rutin memberi makan ular-ular peliharaan mereka dengan makanan yang tidak biasa.

“Biasanya dikasih makan ayam, kelinci, marmut dan lainnya. Ya lumayan juga biayanya. Tapi untungnya makannya tidak tiap hari, bisa sampai sebulan atau dua bulan sekali,” katanya sambil memegang Si Tiger bermotif batik warna-warni.

Meski demikian, Roni dan anggota komunitasnya tak pernah “mengamen” untuk mengumpulkan rupiah untuk memberi makan ular-ular mereka. Kedatangan Roni dan beberapa rekannya ke Lapangan Upakarti pun, kata dia, bukan untuk mencari uang dari pengunjung atau masyarakat yang tengah berolahraga.

“Kami hanya mengajak ular-ular ini jalan-jalan sekaligus mengedukasi masyarakat. Kalau ada yang mau berfoto atau memegang ular, silakan saja kalau berani. Tapi kami tidak meminta bayaran. Kalau ada yang ngasih pun, tidak kami terima,” tutur Roni.

Ia pun dengan ramah melayani bila ada orang yang bertanya mengenai ular-ular miliknya. Bahkan kepada bocah-bocah pun ia dengan sabar memberikan penjelasan mengenai dunia ular.

“Saya senang dan bahagia bila bisa berbagi pengetahuan dengan anak-anak. Niat saya memang ingin mengedukasi masyarakat. Saya juga sering ngasih edukasi ke sekolah-sekolah,” kata dia.

Saking sayangnya terhadap ular-ular itu, Roni kerap mengajak beberapa ular peliharaannya berjalan-jalan di Kompleks Pemkab Bandung tepatnya di Lapangan Upakarti. Roni mempersilakan masyarakat yang ingin sekedar berfoto atau memegang ular untuk datang setiap minggu pagi hingga siang.

Benar saja, Roni dan rekan-rekannya kerap dikerubuti puluhan bocah maupun orang dewasa yang ingin melihat bahkan memegang serta berfoto dengan ular-ular milik Roni dan rekan-rekannya.

“Kalau King Kobra hanya dibawa kalau ada acara khusus seperti donasi atau kegiatan yang sifatnya undangan. Yang sering dibawa hanya sanca karena relatif lebih aman dan orang pun berani memegangnya,” ujar Roni.

Ia pun tak lupa memberikan tips ketika kita bertemu atau menemukan ular. Jika tidak mengganggu, kata dia, ular tersebut tidak perlu dibunuh. Cukup diusir saja, tambahnya, ular tersebut pun pasti akan kabur.

“Ular itu sebenarnya buta atau tidak bisa melihat. Dia bergerak atau menyerang mangsa itu menggunakan sensor panas. Jadi kalau ada ular lebih baik diam atau usir pakai kayu. Kalau membahayakan baru terpaksa (dibunuh),” kata dia.

Tingginya pembunuhan terhadap ular terutama di areal pertanian seperti persawahan juga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan alur rantai makanan. Karena ularnya sering dibunuh hal tersebut menyebabkan jumlah hama terutama tikus menjadi meningkat.

Padahal, kata dia, ular merupakan salah satu bagian penting dari rantai makanan dan berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem di alam.

“Contohnya seekor ular itu bisa membasmi empat ekor induk tikus. Bayangkan kalau dibiarkan, empat induk tikus itu bisa menghasilkan hama ratusan ekor tikus. Jadi mulai sekarang kalau ada ular jangan dibunuh, tapi cukup diusir saja, kecuali sudah membahayakan,” ungkapnya.

 

Sumber : Bandungkita

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *