Komunitas Bank Sampah Kerja Nyata Solo Raya Fokus Pengolahan Sampah secara Mandiri

Berawal dari keprihatinan atas lingkungan yang kian tercemar akan sampah membuat Denok Marty Astuti, Pegiat lingkungan hidup, dan penggerak Komunitas Bank Sampah Kerja Nyata terus berjibaku dengan sampah, mengolahnya menjadi berguna.

Bergerak bersama masyarakat, komunitas ini terus bergerak dan berinovasi memberdayakan sampah-sampah sekitaran.

“Menurut kami mengolah sampah itu sudah menjadi gaya hidup, baik sampah organik ,maupun un organik,” katanya kepada TribunSolo.com, saat ditemui di POP! Hotel Solo, Selasa (15/1/2019).

Kini di lingkup eks karisidenan Surakarta, sudah tersebar 80 Bank Sampah.

Bank Sampah berfokus terhadap pengolahan sampah secara mandiri dan bijak setiap harinya agar tidak berakhir menumpuk begitu saja menjadi sarang penyakit.

Prosesnya setiap dua minggu sekali, masyarakat menyetor sampah yang sudah dipilah, disetorkan ke Bank Sampah untuk ditimbang sehingga akan tahu hasil yang diterima masyarakat.

Bukanya Bank Sampah ini, lanjutnya menjadi momentum berkesan tersendiri, di mana para pejuang lingkungan ini bertemu, bersosialisasi satu sama lain.

“Jadi tidak ada sekat tersendiri baik agama, ras, pandangan politik, tingkat ekonomi, yang ada hanyalah satu visi menjaga kelestarian lingkungan,” katanya.

Dapat dikatakan sekali setor per warga dapat menghasilkan Rp 50 ribu, Rp 120 ribu, dan selebihnya.

Lantas bagaimana hasilnya, pihaknya mengatakan dari hasil Bank Sampah tersebut setidaknya dapat untuk membayar iuran Badan Penyelenggara Kesehatan Sosial (BPJS), pulsa listrik, bahkan saat ini uang bank sampah dapat digunakan untuk program tabungan emas di PT Pegadaian (Persero).

Terkait pengolahan sampah, mulai sampah organik maupun unorganik, mulai dari sisa makanan masyarakat yang kemudian diolah menjadi kompos.

Terbagi menjadi dua jenis kompos, yakni kompos Cair dan juga kompos padat. Kompos cair sehari kami dapat memproduksi 30 sampai 50 liter kompos cair.

Kemudian untuk kompos padat, dikarenakan prosesnya lama maka sebulan kami dapat memproduksi 50 kilogram (kg).

Kompos tersebut dijadikan media untuk menanam, sembari memanfaatkan ruang terbuka hijau ala kadarnya.

“Kontinuitasnya kami pun dapat jualan bibit tanaman juga jualan kompos, karena ini alami tidak berpotensi merusak tumbuhan, dan akhirnya perekonomian warga pun meningkat,” imbuhnya.

Untuk harga, kompos cair dibanderol dengan harga Rp 15 ribu per liter kompos cair, dan Rp 10 ribu per kilogram (kg) kompos padat.

Selain itu, bank sampah juga telah mampu memilah sampah sebanyak 70 jenis sampah.

Dapat dikatakan bank sampah merupakan jembatan dari warga ke pabrik daur ulang sampah.

“Antara lain untuk koran bekas dapat dijual Rp 2.500 per kg, kemudian botol kaca biasa mulai dari Rp 200 per botol, hingga Rp 10 ribu,” katanya.

Ada juga botol plastik, kertas, kardus, alumunium, seng, besi, dapat kami pilih.

Tidak hanya sampai disitu, kreasi pun dioptimalkan untuk mengolah sampah unorganik menjadi produk unik yang berguna dan memiliki nilai jual.

Contohnya menjadi pot bunga, taplak meja, tempat pensil, dompet, dan lain sebagainya.

Sumber :  Tribun Solo.
Penulis: Garudea Prabawati
Editor: Noorchasanah Anastasia Wulandari

 

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *