TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Indonesia yang dikenal sebagai ciri khas bangsa multikultural, tentunya memiliki keberagaman budaya, ras, suku, dan agama di dalamnya.
Ciri khas tersebut, terkadang mengandung potensi konflik antara sesamanya, terutama dalam hal perbedaan agama.
Program & Jaringan Salim, Asifa Khoirunnisa mengatakan, kepengurusan Komunitas Salim mulai dibentuk 25 Oktober 2016.
“Komunitas Salim secara khusus bergerak di bidang agama dan budaya. Misinya adalah penguatan kesadaran masyarakat melalui pengenalan yang mendalam tentang perdamaian antar satu sama lain,” ujar Asifa kepada Tribun Jabar, ditemui di Taman Balaikota Bandung, Selasa (5/2/2019) siang.
Asifa menceritakan, terbentuknya komunitas itu berawal dari beberapa para pendirinya mengikuti kegiatan Youth Interfieth Camp pada 2016.
“Dari acara tersebut kami berbaur dengan teman-teman lain yang berbeda agama. Selama nge-camp, kami merasakan kerukunan antaragama yang begitu solid. Tidak ada pembatas antaragama, bahkan tak ada bahasan tentang keyakinan. Karena memiliki rasa solidaritas yang tinggi, kami dan beberapa peserta lain membentuk Komunitas Salim ini,” katanya.
Dalam upaya terciptanya kerukunan antarumat beragama, Komunitas Salim kerap melakukan safari religi, kunjungan rumah ibadah, silaturahmi Ramadhan, seminar bersama Jurusan studi agama-agama dan Komunitas Jakatarub, kampanye toleransi, tour Imlek, dan lainnya.
Selain itu, mereka juga memiliki kegiatan positif lainnya, seperti bedah film tentang diskriminasi, bedah buku, nonton bareng (nobar).
Dalam setiap kegiatannya, Asifah mengaku, terkadang Komunitas Salim memiliki keterbatasan dana.
Karena itu, Komunitas Salim selalu melibatkan banyak orang dan menjalin kerja sama dengan komunitas lain.
“Semangat kami untuk menebar kegiatan positif sangat besar, karena kerukunan antar agama itu perlu dilakukan. Satu di antara kegiatan komunitas Salim yang direalisasikan pada tahun ini adalah tour rumah ibadah yang bertepatan pada malam Imlek kemarin. Dari kegiatan tersebut kami juga bekerja sama dengan Komunitaa Jakatarub,” kata Asifah.
Saat ini, anggota Komunitas Salim memiliki kepengurusan sebanyak 9 orang, yang tergabung dari pemuka agama, stakeholder, hingga mahasiswa.
“Rata-rata yang paling banyak bergabung di Komunitas Salim itu dari mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung tapi, aggota dari berbagai kampus di Bandung juga ada kok,” kata Asifah.
Asifah berharap, ke depannya Komunitas Salim terus berkembang dan selalu direspons positif masyarakat Indonesia, khususnya Jawa barat.
Sumber : Tribun Jabar.
Penulis: Fasko dehotman
Editor: Tarsisius Sutomonaio