Makna Barongsai bagi Komunitas Tripusaka sebagai Pegiatnya

Masyarakat Tionghoa merayakan Tahun Baru Imlek 2019 pada Selasa (5/2/2019).

Semarak tahun babi tanah ini juga diwarnai pertunjukan liong dan barongsai di depan Kelenteng Tien Kok Sie, Solo, dalam acara Grebeg Sudiro pada Minggu (3/2/2019).

Beraneka tarian dan gerakan dilakukan pemain liong dan barongsai dengan lincah. Tubuh liong diputar melingkar, serta tubuh barongsai yang dijunjung ke atas terlihat seperti berlari-larian.

Namun, kesenian liong dan barongsai ternyata tidak semata dimaknai sebagai pertunjukan hiburan.

” Barongsai tidak hanya tampil sebagai hiburan, tapi juga ritual keagamaan, dan juga olahraga,” ujar Pembina Liong-Barongsai Solo, Adjie Chandra saat dihubungi Kompas.com pada (3/2/2019).

“Masyarakat juga bisa melihat bahwa barongsai dan liong itu sesuatu yang indah,” kata dia.

Makna nama Adjie mengatakan bahwa sebenarnya barongsai itu bukan nama asli dari kesenian ini. Barongsai sendiri terdiri dari penggabungan dua kata, yakni “barong” dalam Bahasa Jawa berarti singa, dan “sai” dalam Bahasa Mandarin yang berarti singa. Sehingga, nama barongsai menjadi salah satu wujud toleransi dari dua kebudayaan dan etnis yang berbeda. Oleh karena itu, meskipun barongsai berasal dari China, tetapi bisa diterima oleh siapa pun.

“Awalnya barongsai itu bernama Sam Suk atau Sam Sei. Namun ketika Gus Dur (Presiden ketiga RI Abdurrahman Wahid) jadi presiden, ia ingin mempopulerkan kata-kata itu dengan Bahasa Jawa, jadilah barongsai,” ujar Adjie.

Adapun pemain barongsai berjumlah dua orang, yang memperlihatkan unsur keindahan, kelincahan, kewibawaan dari binatang singa. Saat ini kita bisa jumpai bahwa barongsai memiliki tubuh yang berwarna-warni, seperti putih, hitam, merah, kuning, hijau, ungu, merah muda, biru, dan lainnya. Namun, Adjie mengungkapkan bahwa pada awalnya barongsai hanya berwarna merah, hitam, dan putih saja.

“Seiring perkembangan zaman, barongsai yang awalnya berwarna putih, merah, hitam ini menjadi warna-warni,” ujar Adjie.

Adapun warna-warna ini disesuaikan dengan acara yang digelar.

“Kalau ada acara pernikahan gitu, barongsainya warna hitam kan jelek, jadi pakai barongsai warna kuning atau warna cerah,” ujar Adjie.

Sementara, untuk liong (ular naga) diperkirakan memiliki panjang 18 meter, dengan tiap dua meter terdapat tongkat untuk menggerakan tubuh sang naga. Sehingga, diperkirakan jumlah pemain liong sebanyak sembilan orang. Kemudian, dari segi olahraga, tubuh liong yang diikutsertakan dalam kejuaraan juga memiliki standardisasi lomba, seperti berat kepala liong minimal 3 kg, panjang tongkat sekitar 1,75 meter, dan juga panjang liong minimal 18 meter.

Makna barongsai bagi Adjie, jika dalam ritual keagamaan biasanya ditampilkan saat Tahun Baru Imlek, hari lahir Nabi Konghucu, hari lahir Dewi Kwan Im, dan lainnya. Tak hanya itu, wujud dan teknik barongsai yang ada di Indonesia dengan yang ada di luar negeri, terutama China juga tidak memiliki perbedaan.

“Pada dasarnya sama, jadi pola mainnya sama, jurus-jurus yang digunakan, pola-pola yang digunakan itu sama kok dengan yang ada di Indonesia,” ujar Adjie.

Sumber : Kompas.
Penulis : Retia Kartika Dewi
Editor : Bayu Galih

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *