Komunitas Palm Craft Dorong Ibu Rumah Tangga Mandiri Finansial

TRIBUNJATENG.COM — Banyaknya ibu rumah tangga yang tidak memiliki kemandirian finansial, mendorong terbentuknya Komunitas Palm Craft yang diikuti kaum perempuan. Komuni‎tas tersebut memberikan pelatihan keterampilan membuat bunga dari bahan dasar kain.

BUNGA palsu tersebut dipakai untuk beragam keperluan seperti bunga rangkai, bros, gantungan kunci, hiasan rumah, dan menjadi pemanis hantaran seserahan.

Ketua Palm Craft, Sri Purwani Hariningsih menceritakan, kaum wanita harus bisa berkarya di tengah kesibukannya mengurus rumah tangga. Sejak November 2018 lalu, Komunitas Palm Craft sudah memberikan pelatihan di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Banyumanik, Gunungpati, dan Gajahmungkur.

 “Masing-masing daerah itu juga sudah ada koordinatornya masing-masing. Sehingga lebih mudah mengumpulkan karyanya,” ujar dia.

Setiap karya dari ibu-ibu tersebut, juga dihargai dengan sejumlah uang tergantung dari ukuran bunganya mulai Rp 1.000-2.000 per kuntum.

‎Aning, sapaannya, membantu memasarkan kuntum bunga tersebut agar ibu-ibu rumah tangga mampu mandiri secara finansial dan tidak menggantungkan penghasilan dari suami.

“Pelatihan yang kami berikan ini gratis, yang penting ada kemauan dulu dari ibu-ibunya dulu,” kata wanita Magister Komputer tersebut.

Meskipun pelatihan yang diberikan gratis dan produk karyanya dibeli. Ternyata tak semuanya mau mengerjakannya.
Sehingga dari sekitar 90 peserta yang sudah mendapatkan pelatihan tersebut. Hanya segelintir anggotanya yang masih tekun bergabung dalam komunitas tersebut.

“Membuatnya memang harus ada kesabaran karena biar menyerupai kelopak bunga sungguhan, pinggiran kainnya dibakar menggunakan korek api,” jelas dia.

Keuntungannya pun bisa mencapai 100 persen, karena dari kain satin atau palace berukuran satu meter persegi tersebut bisa menjadi 100 kuntum bunga.

“Kalau misalnya dijual Rp 1.200 per kuntum, sudah bisa mendapat Rp 120 ribu per meter kain. Padahal beli kainnya nggak sampai segitu,” jelasnya.

Dia juga membayar secara langsung hasil karya ibu-ibu tersebut setelah barang disetorkan. Tidak menunggu‎ dulu bunga tersebut laku dipasarkan. Dengan cara itu, kata dia, akan memberikan semangat ibu-ibu untuk membuat kuntum bunga.

“Kalau dibayar langsung mereka akan semangat membuatnya. Biasanya saya minta mengumpulkannya di salah satu rumah anggota,” jelas dia.

 ‎Menurutnya, permintaan kuntum bunga di Semarang cukup besar dan belum mampu terpenuhi. Sedikitnya, permintaan‎ kuntum bunga itu mencapai 2.500 buah per bulan untuk satu warna.

“Padahal kita punya sekarang ini ada sekitar 39 warna, dan empat macam bentuk bunga dari ukuran kecil sampai yang besar,” ujarnya.

Pasar lokal yang masih belum terpenuhi itu, justru belum lama ini mendapatkan tawaran untuk memenuhi pasar ekspor.

“Ada tawaran juga untuk ekspor, tapi mau bagaimana pasar lokal sendiri saja sebenarnya kebutuhannya masih tinggi,” ucapnya.
Sementara itu, Supriyanti (55), warga Banyumanik RT02 RW04 mengatakan, sudah ikut pelatihan membuat bunga tersebut.

Namun kesulitannya, dia harus membagi waktu antara urusan rumah tangga dan membuat bunga.

“Membagi waktunya yang agak kesulitan. Ka‎rena di rumah ada anak, jadi belum bisa buat banyak kuntum bunga,” ujarnya.
Padahal‎, kata dia, untuk membuat bunga dari kain tersebut tidaklah terlalu sulit. Cukup mudah meski dia punya rasa takut terhadap api.

“Biarpun saya sebenarnya takut api, tapi tidak menghalangi saya untuk membuat bunga ini meskipun nggak banyak,” ujar dia di sela-sela pelatihan pada pertengahan Januari 2019 lalu.

Supriyanti senang karyanya langsung diganti uang. Menurutnya, kegiatan positif tersebut dapat membantu ekonomi keluarga jika dilakukan secara rutin.

“Hasilnya membuat bunga ini juga belum saya pakai apa-apa. Nanti ditabung dulu sampai banyak,” jelasnya. (*)

Sumber : Tribun Jateng.
Penulis: raka f pujangga
Editor: Catur waskito Edy

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *