Indonesia yang dikenal sebagai ciri khas bangsa multikultural, tentunya memiliki keberagaman budaya, ras, suku, dan agama di dalamnya.
Namun ciri khas tersebut, terkadang rentan mengalami konflik antara sesamanya, terutama dalam hal perbedaan agama.
Komunitas Jakatarub lahir untuk merespons permasalahan itu, khusus mewujudkan rasa toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
Akrif sejak 30 Juni 2001, Komunitas Jakatarub menekankan pergerakan di bidang budaya dan penguatan kesadaran masyarakat, melalui pengenalan yang mendalam antarsatu sama lain.
Risdo Simangansong, Sekretaris Komunitas Jakatarub, menceritakan Komunitas Jakatarub bermula dari serangkaian workshop tentang keberagaman dan toleransi.
Workshop tersebut diadakan oleh Institute for Culture and Religion Studies (INCReS) dan Masyarakat Dialog Antar Agama (MADIA), di Bandung, pada November 2000.
Para peserta workshop ini, kemudian bersepakat untuk membentuk suatu Komunitas Jaringan Kerja Antar Umat Beragama, disingkat Jakatarub.
“Analogi yang ingin ditekankan, yaitu seumpanya tokoh Jaka Tarub yang mengintip para bidadari dari Kahyangan. Jadi, umat beragama di Indonesia perlu berani mengintip satu sama lain demi menghadirkan kerukunan dan perdamaian dalam pengenalan yang mendalam,” ujar Risdo Simangansong kepada Tribun Jabar saat ditemui di kawasan Paskal Food Market, Senin (19/2/2018).
Risdo Simangansong menambahkan, Komunitas Jakatarub tidak bergabung dengan partai politik tertentu.
“Tentunya Komunitas Jakatarub ini bersifat independen, tidak berafiliasi dengan partai politik atau ada di bawah lembaga lainnya,” kata Risdo Simangansong.
Dalam upaya terciptanya kerukunan antarumat beragama, Komunitas Jakatarub kerap melakukan kegiatan yang positif melalui empat program utamanya.
Program itu diantaranya bidang teologi, wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan program media.
Dari keempat program itu diwujudkan dalam bentuk kegiatan seperti Ngopi (Ngobrol Pintar Teologi), Tour Rumah Ibadah, Silaturahmi Ramadhan, Kemah Pemuda Lintas Agama (Youth Interfieth Camp), Kampanye Toleransi, Gerakan Bandung Lautan Damai, dan lainnya.
Dalam setiap kegiatannya, Risdo mengaku, terkadang Komunitas Jakatarub memiliki keterbatasan dana.
“Semangat kami untuk menebar kegiatan positif sangat besar, karena kerukunan antar agama itu perlu dilakukan. Satu di antara program komunitas Jakatarub yang baru saja direalisasikan pada tahun ini adalah tour rumah ibadah yang bertepatan pada malam imlek kemarin,” kata Risdo Simangansong.
Meski telah berdiri selama kurang lebih 17 tahun, beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh anggota Komunitas Jakatarub tidak selamanya diterima oleh masyarakat.
Beberapa pihak menganggap bahwa Jakatarub adalah forum berbahaya karena dekat dengan pluralisme.
“Untuk menyikapi hal tersebut, kami terus melalukan sosialisasi tentang kegiatan positif kami di sejumlah-sejumlah tempat, dengan menekankan tidak ada unsur mempengaruhi kepercayaan agama lainnya, dan tetap memghormati bentuk kepercayaan dari masing-masing agama anggota kami,” kata Risdo.
Hingga kini, anggota Komunitas Jakatarub telah tersebar di seluruh lapisan masyarakat, mulai dari stake holder hingga mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung.
Para mahasiswa yang tergabung di Komunits Jakatarub ini, di antaranya adalah Universitas Padjadjaran, Universitas Kristen Parahyangan, Universitas Maranata, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan beberapa kampus lainnya di Kota Bandung.
Komunitas Jakatarub juga telah bermitra aktif dengan 10 Lembaga Keagamaan, 11 komunitas kebudayaan, lembaga pendidikan, dan beberapa lembaga swadaya masyarakat.
Penulis: Fasko dehotman
Editor: Tarsisius Sutomonaio
Artikel ini disadur dari Tribun Jabar.