Kisah Ibu-ibu Peringati Hari Kartini dengan Kerja Bakti Bangun Rumah untuk Jumari

Siang itu, rumah Jumari di Padukuhan Srunggo 2, Desa Selopamioro, Imogiri Bantul tidak seperti hari biasanya. Dipenuhi banyak orang. Sebagian di antaranya adalah Ibu-ibu.

Mereka berbondong-bondong, tanpa canggung, membawa sejumlah peralatan tukang dan kayu. Tahap demi tahap kayu disambung. Hingga menjadi kerangka. Beratap dan berjendela.

Meski dinding tidak terbuat dari tembok, tapi kondisinya jauh lebih baik dari sebelumnya. Dindingnya dari GRC Board. Dicat biru.

Diketahui, rumah Jumari awalnya sangat memprihatinkan. Terbuat dari bekas kandang sapi. Beratap seng bekas dan berdinding terpal ala kadarnya.

“Hari ini rumah pak Jumari kita bangun semi permanen. Supaya lebih layak untuk dihuni,” kata Yani Susilowati, relawan dari Peduli Dhuafa, Minggu (21/4/2019)

Ada tiga komunitas yang ikut dalam kerja bakti membangun rumah untuk Jumari. Mereka adalah komunitas Berkah Bantul, Info Seputaran Pucung (ISP) dan Peduli Dhuafa.

Kata Yani, menjadi manusia sebisa mungkin harus memberikan kemanfaatan bagi orang lain. Meskipun bantuan yang diberikan sedikit, tapi bisa jadi bagi orang lain, bantuan itu akan sangat berharga.

Relawan dan Ibu-ibu di Bantul melakukan kerja bakti membangun rumah untuk Jumari dan anaknya Yuniawan di Padukuhan Srunggo 2 Desa Selopamioro Imogiri Bantul, Minggu 21/4/2019
Relawan dan Ibu-ibu di Bantul melakukan kerja bakti membangun rumah untuk Jumari dan anaknya Yuniawan di Padukuhan Srunggo 2 Desa Selopamioro Imogiri Bantul, Minggu 21/4/2019 (Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin)

“Bagi saya yang paling penting adalah memanusiakan manusia. Membantu siapa saja yang membutuhkan, selama kita bisa dan kita mampu. Itu prinsip saya,” ucap Yani.

Mencampur material dan mengaduk semen bagi Yani sudah biasa. Apalagi sekadar mengangkat kayu dan mengecat papan. Tangannya terlihat cekatan.

Selain Yani, ikut dalam kerja bakti membangun rumah itu, adalah Triningsih. Ia bertugas mencangkul tanah untuk meratakan pondasi rumah Jumari. “Mencangkul sudah biasa. Nggak berat. Tujuan saya ikut kesini saya ikhlas. Ingin membantu kaum dhuafa,” tutur Triningsih, terdengar nada iba.

Jumari dan anak bungsunya Yuniawan memang hidup dengan segala keterbatasan. Setelah berpisah dari istrinya, hampir setahun, Jumari menumpang tinggal di Kebun Sengon milik Tugiman. Mereka tinggal di gubug sederhana. Bekas kandang sapi.

Kisah Jumari itu mencuri perhatian masyarakat. Banyak orang merasa iba. Termasuk Koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) Kabupaten Bantul Rini Natalina.

Ia turut berupaya membantu mendirikan rumah untuk Jumari dan anaknya, tanpa melalui program pemerintah,

”Pak Jumari ini numpang tinggal. Tidak punya lahan. Jadi sulit mengajukan bantuan. Kami kelompok PKH melakukan open donasi. Mendapat Rp 5 juta. Itu dibelanjakan material rumah. Kita bangun rumah semi permanen,” ungkap dia.

Rini mengaku iba dan miris melihat kondisi Jumari. Apalagi anaknya, Yuniawan, yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Pembangunan rumah semi permanen diharapkan dapat sedikit meringankan beban Jumari.

Pemilik lahan yang ditempati Jumari, Tugiman mengatakan dirinya mempersilahkan Jumari dan anaknya untuk menempati sebagian lahannya. Tanpa terbatas oleh waktu.

“Sepuasnya sampai kapanpun. Dia boleh tinggal di lahan saya,” katanya.

Ia mengaku iba dan prihatin melihat keadaan Jumari dan anaknya yang tidak memiliki tempat tinggal. Tugiman mengaku membolehkan sebagian lahan, sekitar 3×6 meter persegi di kebun sengon miliknya ditempati oleh Jumari.

“Asalkan tidak dibuat rumah permanen,” terang dia.

Penulis: Ahmad Syarifudin
Editor: has
Artikel ini telah tayang di Tribun Jogja.

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *