Komunitas Perajut Jakarta Latih Siswa SMK Seni Merajut

Tak mau seni merajut hilang ditelan zaman, kaum ibu yang tergabung dalam Komunitas Perajut Jakarta akan menggelar pelatihan bagi siswa sekolah kejuruan yang ada DKI Jakarta.

Paling tidak, para siswa ini tidak hanya berbekal keterampilan dari sekolah saja, tetapi mempunyai teknik seni merajut yang bisa diperjualbelikan untuk menambah pundi-pundi pendapatan mereka.

Saat ini, Komunitas Perajut Jakarta sudah mendapatkan wadah untuk melakukan pelatihan dan pemasaran hasil karya rajutan. Yakni di Alun-Alun Indonesia, Grand Indonesia, Jakarta Pusat.

Senior Marketing Manager Alun Alun Indonesia, Nuryati Lagoda mengatakan untuk upaya pelestarian, Nuryati mengatakan dalam waktu dekat akan bekerjasama dengan sekolah kejuruan. Supaya seni ini populer, para pelajar itu bakal diajak di Alun Alun Indonesia untuk pengenalan sekaligus pelatihan teknik dasar.

“Kami berharap usulan ini disambut baik pihak terkait, yakni Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta,” kata Nuryato Lagoda di Alun-Alun Indonesia, Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Karena itu, pihaknya berencana menjadikan Alun Alun Indonesia di Grand Indonesia sebagai wadah ‘kopi darat’ berbagai komunitas perajut di Jakarta. “Hari ini menjadi awal dari niatan itu. Kegiatan ini bakal rutin dilakukan pada Rabu pertama setiap bulan,” kata Nuryati Lagoda.

Di hari pertama ini, lanjutnya, terkumpul sekitar 35 penghobi. Rata-rata adalah kaum hawa. Usianya pun sudah relatif tua. 40-70 tahun. Sengaja dikumpulkan para penghobi rajut supaya kesenian ini tetap lestari. Seiring waktu seni rajut sudan mulai ditinggalkan. “Kita inginnya seni ini dikenal anak-anak muda, khususnya generasi milenial,” ungkap Nuryati Lagoda.

Selain menjadi tempat berkumpul komunitas perajut Jakarta, Alun Alun Indonesia juga mau menampung hasil rajutan. Karya itu bisa dipamerkan sekaligus dijual.

“Kami optimistis hasil karya rajutan mereka akan laku dijual. Karena Alun-alun Indonesia sudah dikenal sebagai pusat kerajinan tangan berkualitas. Letaknya juga strategis di tengah kota,” terang Nuryati Lagoda.

Founder Komitas Rejut Kejut, Ati mengaku senang dengan kegiatan ‘Kopi Darat’ ini. Menurutnya, di hari pertama saja sudah banyak komunitas yang ikut bergabung. Langkah ini menjadi awalan yang bagus untuk melestarikan kesenian ini.

Diungkapkannya, seni merajut murah meriah. Jadi siapapun bisa melakukannya. Yang dibutuhkan yakni minat yang tinggi serta kesabaran. “Untuk bisa belajar teknik dasar cukup 5 jam. Dalam komunitas biasanya saling bertukar kepandaian,” kata Ati.

Biaya untuk memulai hobi ini pun murah. Tidak sampai Rp 50.000. Cukup membeli Hakpen atau jarum rajut seharga Rp 25.000 dan benang senilai Rp 15.000. Namun, untuk bisa terampil memang dibutuhkan minat kuat dan kesabaran.

Ati menerangkan pasca Pilpres 2019 lalu, komunitas Rajut Kejut juga membuat aksi jalanan. Yakni membuat spanduk dengan hasil rajutan bertulisan ‘Merajut Keragaman’.

“Spanduk itu dibuat oleh anggota komunitas kami dari seluruh Indonesia. Masing-masing mengirimkan hasil rajutannya kemudian disatukan dan kita pamerkan saat Car Free Day,” ujar Ati.

Penulis/ Reporter: Lenny Tristia Tambun / FER
Artikel ini telah tayang di BERITASATU

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *