Kunjungan pertama yang dilakukan Sudah Dong terjadi beberapa bulan setelah dibentuk. “Waktu itu kami ke panti asuhan. Kasih workshop tentang antiperundungan. Bilang bahwa ngejek teman dan dia nggak suka, itu sudah termasuk perundungan. Ternyata anak-anak banyak tidak tahu tindakan mana yang masuk kategori perundungan,” cerita Fabelyn.
Seiring pengikut bertambah di media sosial, Sudah Dong kemudian diundang ke berbagai sekolah untuk memberi workshop tentang gerakan antiperundungan. Awalnya, cerita Fabelyn, mereka ragu apakah bisa memberi materi dengan cara pernyampaian tepat.
“Tapi, ternyata karena kami berjarak usia tidak terlalu jauh, anak-anak lebih rileks. Jadi, kayak kakak. Bicaranya lebih santai. Semoga jadi bisa lebih ditangkap apa yang disuarakan,” katanya.
Gerakan ini mengekspansi dengan tawaran dari sekian banyak orang di luar kota yang mau membantu di bawah bendera Sudah Dong. Hingga kini, terhitung tujuh kota, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Banda Aceh, Palembang, dan Banjarmasin, yang sudah dijangkau Sudah Dong.
“Kami juga nggak sangka total di tujuh kota itu volunteer kami sudah ada sampai empat ribu orang,” tuturnya. Jumlah ini dianggap Fabelyn membuat lebih banyak mulut terus menyebarkan bahaya perundungan.