Komunitas ini berupaya menyadarkan masyarakat agar lebih peduli dengan barang elektronik bekas. Barang ini bukan sembarang sampah yang layak untuk dikoleksi atau disimpan, tetapi membutuhkan perlakuan “khusus” karena sewaktu-waktu dapat mengeluarkan zat beracun.
Barang elektronik yang telah rusak biasanya hanya teronggok di sudut ruangan atau di gudang. Padahal, barang itu bukan sekadar barang sisa, ada kandungan racun yang sewaktu-waktu dapat keluar dari setiap elektronik bekas.
E-Waste RJ, komunitas peduli sampah elektronik, berupaya menyadarkan masyarakat untuk lebih peduli terhadap elektronik bekas. Sampah elektronik (seperti, handphone, kabel charger, magic jar, bolam lampu, televisi) merupakan jenis sampah yang belum disadari masyarakat. Umumnya, masyarakat masih memperlakukan sampah elektronik sebagai barang yang memiliki nilai jual atau layaknya sampah rumah tangga biasa. Maka jika tidak berfungsi, barang elektronik akan dengan mudah berakhir ke tukang loak maupun tong sampah.
“Masih banyak yang belum mengetahui kalau itu (elektronik bekas) merupakan sampah,” ujar Yorkie Sutaryo, 29, Operational Manager E-Waste RJ, yang ditemui bersama rekannya, Pranandya Wijayanti, di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/2).
Sampah elektronik memerlukan perlakuan “khusus”. Hal ini lantaran sampah elektronik mengandung limbah B3 yang beracun dan berbahaya untuk manusia serta lingkungan. Sehingga, sampah elektronik tidak dapat dibuang sembarangan.
Bahkan kalaupun dijual, sampah tersebut perlu mendapatkan pedagang yang dapat mengelola sampah jenis ini dengan tepat. Pasalnya, sering ditemui pedagang hanya mengambil beberapa komponen yang terdapat dalam barang elektronik.
Sisanya, mereka akan buang sebagai sampah. Padahal, pembuangan benda elektronik secara sembarangan dapat menebarkan racun maupun ledakan yang tak hanya mengancam lingkungan, tetapi juga manusia di sekitarnya.
Lain halnya kalau sampah elektronik jatuh pada pedagang atau pihak yang tepat. Sampah akan diservis atau dikelola kembali supaya memiliki daya guna yang lebih panjang. Alhasil, barang elektronik yang sudah menjadi sampah dapat dipergunakan kembali, sehingga barang tersebut bukan lagi menjadi sampah elektronik. E-Waste RJ merupakan komunitas yang berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa ada jenis sampah lain selain sampah organik dan unorganik, yaitu sampah elektronik.
“Sampah ini ada di rumah-rumah, seperti charger, baterai maupun bolam lampu,” ujar Pranandya Wijayanti, 26, External Relation E-Waste RJ. Selain itu, banyak masyarakat yang belum menyadari bahaya limbah B3. Sampai saat ini, kegiatan komunitas berupa penentuan titik-titik dropbox pengumpulan sampah elektronik dan sosialisasi.
Penentuan titik dropbox telah menjadi kegiatan komunitas sejak awal berdiri. Melalui Instagram, mereka akan menginformasikan dropbox di sejumlah tempat. Hingga saat ini, dropbox tidak hanya berada di Jabodetabek, tetapi menyebar di sejumlah kota, seperti Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Palembang, Makassar, dan Salatiga.
Alami Peningkatan Jumlah sampah elektronik selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada kurun 2016 hingga 2018 saja sampah elektronik yang terkumpul mencapai 500 sampai 600 kilogram per tahun.
Sedangkan pada 2019, jumlah sampah yang terkumpul mencapai 900 kilogram per tahun. Pada 2017, komunitas sempat tidak mendata jumlah sampah lantaran mereka tengah ada pergantian dengan perusahaan rekanan pengelolaan sampah.
Dari sampah yang terkumpul, jumlah sampah elektronik terbesar berasal dari sampah Information Communication Technology (ICT), berupa perangkat komunikasi dan aksesorinya. Jumlahnya mencapai sekitar 60 persen dari total keseluruhan sampah. Sampah elektronik yang sudah terkumpul akan diambil oleh perusahaan rekanan.
Mereka akan mengolah limbah sampah elektronik atau membuat barang daur ulang. Selain dropbox, kegiatan lainnya berupa sosialisasi sampah elektronik ke sejumlah tempat, seperti perusahaan, sekolah, kantor maupun event di kementerian. Setiap bulan, komunitas ini selalu diundang sejumlah pihak untuk memberikan materi mengenai sampah elektronik.
E-Waste RJ didirikan Rafa Jafar pada 2016. Setelah lulus SD, dia membuat riset tentang E Waste tentang gadget. Setelah membuat buku tentang sampah elektronik yang keluar pada 2015, dia membentuk Komunitas E-Waste RJ. Hingga saat ini, komunitas memiliki anggota sebanyak 10 orang dan telah berbentuk yayasan sejak 2017.
Hindari Menyimpan Barang Elektronik Bekas di Rumah
Kerap kali, barang elektronik yang sudah rusak dan tidak dapat digunakan masih disimpan di dalam rumah. Padahal, penyimpanan elektronik yang telah menjadi sampah tidak sepenuhnya aman, terutama jika ada cairan yang keluar dari barang tersebut. “Sebetulnya sebisa mungkin tidak (tidak menyimpan sampah elektronik),” ujar Pranandya Wijayanti.
Hal ini, terang Pranandya, lantaran sampah elektronik mengandung cairan. Jika ada kebocoran cairan dari sampah elektronik sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Dia membenarkan bahwa efek sampah elektronik tidak langsung. Efek buruk sampah elektronik baru terasa jika benda mengenai benturan, goresan atau kaca pecah.
Sebagai contoh TV tabung, cairan dalam TV tabung mangandung bahan beracun. Jika terkena suhu tertentu, suhu di dalam TV tabung menjadi ringkih, dan tidak menutup kemungkinan cairan akan keluar dari komponennya. Salah satu efek sampah elektronik yang mengandung limbah B3 adalah dapat menimbulkan efek kecacatan.
Dalam suatu kasus, seorang pekerja yang melucuti tembaga kabel harus rela buah hatinya yang berusia 7 tahun menjadi cacat. Hal ini lantaran sejak dalam kandungan, buah hatinya telah terpapar sampah elektronik dari bongkaran kabel. Bahkan diperkirakan, sampah telah mencemari air tanah sebagai air minum sehari-hari. Untuk itu, alat pengaman sangat diperlukan saat akan bersentuhan langsung pada sampah elektronik, terutama sampah yang telah mengeluarkan cairan.
Tujuannya, supaya cairan tidak mengenai kulit. Beberapa sampah elektronik dapat mengeluarkan cairan yang beracun, seperti bola lampu, TV tabung ataupun kabel.
Pengaman lainnya adalah dengan mencuci tangan menggunakan sabun setelah melakukan kontak langsung dengan sampah elektronik. Di sisi lain, pengaman diri terhadap sampah elektronik bukan berarti mengganti barang elektronik yang mengalami kerusakan minimal.
Sepanjang barang tersebut masih bisa diperbaiki dan dipergunakan kembali akan lebih bijak ketimbang membawanya ke dropbox. Karena berarti, usia pakai barang elektronik dapat diperpanjang serta meminimalkan sampah elektronik yang tersebar di masyarakat.
Pemerintah Dukung Penanganan Sampah Elektronik
Gerakan yang berawal pada 2016 itu mampu membuat pemerintah peduli terhadap sampah elektronik. Mereka turut mengumpulkan dan menyosialisasikan sampah elektronik di masyarakat.
“Di 2017 akhir, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI mulai menggerakkan (sampah elektronik),” ujar Nandya. Pemprov DKI menyosialisasikan dan mengumpulkan sampah elektronik melalui CFD (Car Free Day), sekolah, maupun kecamatan. Pada 2019, pihak dinas memperluas jangkauannya hingga halte bus Transjakarta.
Pada 2019, Dinas Lingkungan Hidup Tangerang menyusul sebagai pemerintah yang peduli terhadap sampah elektronik. Seperti halnya DLH DKI Jakarta, DLH Kota Tangerang juga menyosialisasikan dan mengumpulkan sampah elektronik. Bahkan, mereka memberikan pancingan supaya masyarakat tergerak untuk peduli terhadap sampah elektronik.
“Siapa yang menaruh ke dropbox elektronik akan mendapatkan tumbler,” ujar perempuan yang bekerja sebagai sanitation specialist & engineering consultant, perusahaan konsultan dari Belanda ini.
Sampai saat ini, dukungan dari pemerintah daerah masih berupa dukungan untuk melakukan kegiatan. Pemerintah belum memberikan dukungan berupa kebijakan untuk mendorong pengelolaan sampah elektronik maupun penangannya. “Kalau kebijakan masih sulit,” ujar Nandya. Sebagai pembanding, hingga saat ini, penanganan sampah rumah tangga masih belum dapat terselesaikan secara tuntas. Masalah sampah rumah tangga masih menjadi polemik hingga saat ini.
Sementara kebijakan pengurangan sampah plastik baru saja dikeluarkan pemerintah, antara lain dengan mengurangi penggunaan kantong plastik. Masalah sampah elektronik marupakan masalah yang lebih kompleks. Lantaran, sampah jenis ini mengandung racun berbahaya. Efeknya baru dapat dirasakan dalam jangka panjang.
“Itu pun, efeknya nggak dirasakan secara langsung,” ujar dia.
Efek jangka panjang baru terasa saat sampah elektronik terkena panas, air, maupun suhu tertentu. Dengan gerakan yang dilakukan secara berkelanjutan, Nandya berharap kepedulian terhadap sampah elektronik dapat mendapatkan dukungan berupa kebijakan dari pemerintah. din/S-2
Artikel ini disadur dari Koran Jakarta