Deka Amalia: Tak Menyesal Terjun Bebas ke Dunia Tulis-Menulis

Kebanyakan dari kita pasti sadar betul kalau Indonesia masih memiliki minat yang rendah terhadap kegiatan membaca atau pun menulis. Tapi apakah dari antara kita ada yang bergerak ambil langkah untuk memperbaikinya? Jawabannya ada, namun belum banyak. Salah satu yang berani bergerak dan mengambil langkah itu adalah Dewi Kurniawati Amalia atau yang memiliki nama pena Deka Amalia.

Perempuan asli Bandung, Jawa Barat ini bahkan pensiun dini dari profesinya sebagai dosen sastra dan Bahasa Inggris yang telah ia tekuni selama 22 tahun untuk fokus menanamkan akar-akar kuat minat baca dan menulis kepada masyarakat melalui komunitas yang ia dirikan. Komunitas itu ia namakan Writerpreneur Club Indonesia.

Didirikan resmi pada 2015, komunitas ini sebenarnya punya cerita yang cukup panjang dibaliknya. Ya, Deka –begitu dia biasanya disapa, menjabarkan, kalau pendirian komunitas ini cikal bakalnya dari komunitas maya yang ia dan beberapa penulis bentuk pada 2011 silam, yakni Women Script and Co. Komunitas maya ini mengumpulkan para penulis di dunia maya untuk berbagi dan belajar banyak hal, terutama dalam hal tulis-menulis.

Tak lama kemudian, tepatnya satu tahun setelahnya, ia pun mendirikan sebuah lembaga pelatihan menulis dengan namanya sendiri, yaitu Deka Writing Center. Kala itu ia masih disibukan juga dengan kegiatan mengajarnya di beberapa perguruan tinggi di Jakarta. Akan tetapi kedua kesibukan Deka ini saling tarik menarik minta diperhatikan, apalagi kesibukannya di lembaga yang ia dirikan. Alhasil ia mesti memilih.

“Saya nggak bisa bagi, kesibukan Writing Center saya cukup menyita perhatian dan fokus saya. Saya sibuk berikan pelatihan kemana-mana. Akhirnya saya galau tuh, setahun galaunya. Berhenti atau enggak. Tapi akhirnya 2013 saya putuskan untuk berhenti dan fokus di dunia menulis yang  saya cintai ini,” ujarnya diiringi tawa kecil.

Setelah pendirian Writing Center, Deka kemudian tergerak untuk mendirikan wadah bagi para penulis dari lembaga menulis yang ia dirikan itu untuk menelurkan karya-karyanya jadi sebuah buku yang siap menginspirasi banyak orang pada 2015. Dan simsalabim, ternyata cukup banyak yang antusias belajar dan berkarya. Bahkan, puluhan judul buku sudah terbit melalui komunitas ini.

Tambahnya, “Wadah ini saya dirikan dengan sistem swadaya yang mengakomodir para penulis untuk belajar menulis dan menerbitkan buku. Kami juga bekerja sama dengan penerbit ternama. Nanti penulis bisa memilih, mau terbit bersama kami atau di luar. Bebas. Yang ikut banyak, dari SD sampai nenek-nenek juga ada.”

Ilmu menulis itu ternyata tak hanya ia bagi di komunitasnya saja, ia juga berbagi ilmu ke sejumlah sekolah dalam bentuk ekstrakulikuler. Ia mengirimkan para trainer yang sudah ia latih sebelumnya untuk mengajar ke beberapa sekolah. Kata Deka, ini juga jadi upaya penanaman akar-akar kuat minat baca dan menulis pada generasi muda.

Akan tetapi upayanya ini ia akui tak mudah untuk dijalankan, pasalnya minat masyarakat Indonesia dalam dunia literasi belum tinggi. Kata Deka ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan edukasi, sehingga pemahaman dan kesadaran soal pentingnya menulis dan membaca belum menjamah masyarakat. Pemerintah juga masih belum melirik dunia tulis-menulis. Mereka masih belum menganggap dunia ini sebagai bagian dari industri kreatif.

“Padahal kan menulis itu sama aja kayak keterampilan lain, kayak musik, tari, film, dan lainnya. Oh ya, ini juga sulit. Masyarakat kan cenderung konsumerisme ya. Nah, karena nggak ada kesadaran literasi, anak-anak sejak kecil dikasihnya mainan duluan daripada buku,” tukasnya menyayangkan.

Seperti yang ia katakan tadi soal dunia menulis yang ia cintai. Deka sejak kecil memang sudah aktif menulis. Tangannya sudah bandel menggoreskan pena menghasilkan karya puisi, cerpen, cerita bergambar dan beragam artikel lainnya hingga ia beranjak remaja. Bahkan ia kemudian memilih masuk fakultas sastra bahasa Inggris untuk makin mengasah kemampuannya itu. Beragam bacaan literatur berbahasa Indonesia dan asing ia lahap, alhasil, ia begitu cakap menulis sekarang ini.

Ketika ditanya alasannya suka menulis, ia tak ragu menjawab kalau sehari saja tak menulis, ia akan menjadi gelisah dan merasa ada yang kurang.  Baginya menulis itu juga bentuk relaksasi dan self healing. Fungsinya untuk menumpahkan perasaan yang dirasakan bersama dengan sampah-sampah yang ada dalam dirinya.

“Aku juga suka membaca. Hal ini yang membuatku cakap menulis. Kan buku itu ibarat nutrisi untuk otak yang bisa memacu kita menulis lebih bagus dan banyak. Menulis dan membaca itu kuat sekali kaitannya,” ujar ibu tiga anak ini.

Akan tetapi ia tak menampik sama sekali kalau ia juga kadang terganjal atau hambatan seseorang ketika menulis. Katanya hal ini wajar bila terjadi. Ia pun kemudian tak mau berlama-lama hanyut dalam hambatan itu, ia tinggalkan sebentar kegiatan tulis-menulis dan menyegarkan pikirannya kembali dengan beragam kegiatan yang ia sukai, mulai dari jalan-jalan atau sekedar berbincang dengan anak-anak. Namun ada satu hal yang paling ia sukai, yakni pergi salon dan memanjakan diri.

Dan syukurlah, berkat kiatnya menampik dan mengatasi writer’s block tadi, ia mampu menelurkan 8 judul buku beragam genre, mulai dari romantis, buku motivasi, hingga buku pengasuhan anak berkebutuhan khusus atau parenting. Ya, untuk jenis buku parenting tadi inspirasinya dari pengalamannya sendiri mengasuh seorang anaknya yang tuli namun berprestasi yang sekarang sedang menempuh perkuliahan di Telkom University.

Di akhir pembicaran sore itu ia mengaku kalau ia sama sekali tak pernah menyesal melepas karirnya sebagai pengajar dan melepaskannya demi mengejar apa yang ia sukai. Ia justru sangat menikmati kegiatannya dan bahagia dapat membantu orang lain mendapatkan penghasilan dari karyanya masing-masing dan dapat ambil andil dalam penanaman minat baca tulis. Sang suami dan ketiga anaknya juga sangat mendukung langkah yang ia ambil.

“Saya puas lahir batin masuk dunia ini. Dan saya mengamati kalau peluang dalam dunia literasi, baca dan tulis ini sangat besar. Penggerak literasi pasalnya masih kurang dan sangat dibutuhkan. Ini peluang besar,” ujarnya.

Kedepannya ia berharap komunitasnya dapat terus bertumbuh dan menyebarluaskan minat baca kepada masyarakat. Hal ini juga telah ia upayakan dengan melatih sejumlah pelatih atau trainers untuk diterjukan ke sekolah-sekolah. Selain mengajarkan tulis-menulis, anak-anak di sekolah juga diajak untuk mengumpulkan karyanya dan menerbitkan buku di kalangan sekolah. Ia juga menaruh harap makin banyak masyarakat yang bergabung bersamanya dan menciptakan karya-karya literasi berkualitas.

Selain menuangkan pikiran melalui tulisan diatas buku, ia juga ternyata aktif menulis blognya. Coba saja tengok www.dekamalia.com. Di sana ia aktif berbagi ceritanya dan kegiatannya bersama komunitas dan lembaga yang ia dirikan.

 

Dokumentasi: Deka Amalia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *