Tia Pattyawati Sutresna: Punya Jiwa Sosial Tinggi Sejak Kecil

“Sejak kecil saya memang memiliki ketertarikan yang besar terhadap dunia sosial, saat SMA saya aktif jadi relawan membagikan makanan untuk homeless. Bahkan, sejak SMP saya sudah punya anak angkat dari India yang saya sponsori melalui organisasi non-profit,” ujarnya dalam percakapan melalui surel.

Perempuan ini tumbuh dengan ketertarikan tinggi akan isu sosial, salah satunya Social Injustice atau ketimpangan sosial. Setelah selesai menempuh pendidikan S2-nya di Middlesex University Bussiness School, London, Inggris, ia mendirikan Yayasan Bulir Padi, sebuah yayasan yang fokus membantu anak—anak jalanan yang termajinalkan untuk kembali ke sekolah, mendapat pendidikan layak dan keluar dari lingkaran kemiskinan. Perkenalkan, namanya adalah Tia Pattyawati Sutresna.

Semenjak didirikan pada 2002 lalu, yayasan miliknya ini telah membantu kurang lebih 350 anak di beberapa daerah marjinal di Jakarta. Bantuan yang diberikan berupa bantuan biaya pendidikan atau beasiswa SMU dalam program bernama “Belajar untuk Maju” dan sejumlah workshop yang bertujuan untuk mengembangkan skill dan membentuk karakter anak jalanan. Tak hanya itu, YBP juga telah membangun 2 Pustaka Bulir Padi di Bidaracina dan Palmerah. Pustaka tersebut memiliki 4000 koleksi buku di dalamnya.

Tambahnya, “Saya dan teman-teman juga memberikan anak-anak binaan kami kesempatan untuk kerja magang di perusahaan-perusahaan mitra kerja kami.”

Pendirian Yayasan Bulir Padi diceritakan perempuan yang akrab dipanggil dengan nama Tia ini bermula saat ia dan beberapa temannya iba melihat kondisi anak jalanan yang didominasi dengan anak-anak di bawah umur. Tak hanya iba, mereka kemudian memutuskan untuk mengambil langkah dengan turun ke lapangan dan berbincang dengan anak-anak tersebut dengan bantuan sebuah yayasan yang menaungi anak jalanan.

Dari obrolan itu mereka sadar bahwa ada PR besar yang harus mereka selesaikan, yakni membawa anak-anak ini kembali ke sekolah dan mendapat pendidikan. Pasalnya dikatakan Tia, karena terlalu lama di jalanan, perspektif dan mentalitas anak-anak ini telah berubah, sehingga agak sulit untuk membalikan keadaan.

“kami lebih baik melakukan ‘intervensi’ dengan berusaha supaya anak-anak tersebut tidak putus sekolah lalu terjun menjadi anak jalanan. Karena memang ekonomi adalah salah satu faktor penyebab untuk putus sekolah, disitulah YBP berperan. Tidak hanya fokus dengan pendidikan, kami juga bimbing karakternya supaya mereka menjadi pribadi yang mandiri dan dapat berkontribusi positif dalam komunitas,” tulis Tia.

Tia dan teman-temannya juga percaya bahwa pendidikan dapat membantu anak-anak dan masyarakat marjinal lainnya keluar dari kemiskinan. Ia menekankan kalau “Knowledge is power”. Dengan senjata ini kepercayaan diri kaum marjinal dapat terbentuk, sehingga mereka berani bersuara dan berdaya, kemudian ambil andil dalam membangun bangsanya.

Latar belakang pemberian nama Yayasan Bulir Padi ini dikatakan Tia terinspirasi dari filsafat tanaman padi yang meskipun memiliki ukuran kecil bulir-bulirnya, namun bermanfaat untuk banyak orang. Lebih lanjut Tia menjelaskan, nama yayasan ini juga terinspirasi dari sifat padi yang merunduk bila berisi. Ini bermaksud agar meskipun sudah memiliki ilmu yang tinggi dan banyak, anak bina YBP tetap rendah hati dan berguna untuk masyarakat luas.

Meski Yayasan Bulir Padi sudah berumur 15 tahun, Tia yang kini tinggal dan menetap di Filipina ini mengatakan, yayasannya hingga kini masih menghadapi tantangan dalam hal pendanaan. Tia dan teman-temannya di yayasannya ini harus terus putar otak memikirkan strategi program relevan dan berkesinambungan agar pendanaan yayasan yang self-funded ini terus berjalan.

Tak hanya itu, Tia mengungkapkan juga kalau SDM yayasan masih jadi tantangan hingga kini. Misalnya dalam hal perekrutan staf baru, Tia dan teman-teman harus benar-benar cermat mencari dan menemukan staf yang memiliki kesamaan visi dengan YBP.

Tambahnya, “Memang, merekrut orang untuk organisasi non-profit itu mungkin sedikit berbeda dengan organisasi for profit. Namun, dengan berjalannya waktu kita mulai belajar untuk punya kriteria tertentu dari seorang kandidat dan mencari cara juga bagaimana kita bisa terus menginspirasi dan memotivasi tim.”

Akan tetapi tantangan itu sama sekali tak menyurutkan niatnya untuk semakin banyak membantu anak-anak yang termajinalkan dan terenggut hak-haknya. Ya, seperti yang ia katakan sebelumnya kalau kepeduliannya ini merupakan bentuk dari passion-nya dan panggilan hidupnya. Yayasan Bulir Padi ia katakan sebagai titipan dan amanah dari Maha Kuasa yang harus ia jaga.

Tetapi juga, ia tak menutup-nutupi kalau ia pernah jenuh dan lelah. Bahkan, perempuan yang pernah mengabdikan diri mengajar bahasa Inggris untuk anak-anak pengungsi dari Myanmar melalui UNHCR Malaysia ini sempat dilanda kegalauan untuk melanjutkan langkahnya mengurus YBP. Namun kejenuhan dan kegalauan itu luruh seketika setelah melihat belasan tahun perjalanan YBP dan kondisinya yang kokoh berdiri hingga kini meski self-funded.

Dan kejenuhan itu juga luruh ketika ia tersadar akan taruhan besar yang ia bawa, yakni jika ia menyerah, artinya seorang anak tidak bisa meneruskan sekolah dan mendapat penghidupan layak, apalagi keluar dari lingkaran kemiskinan. Tia juga bersyukur memiliki teman-teman satu tim yang jadi salah satu sumber penguatan juga baginya.

“Teman-teman tidak pernah lelah mengingatkan dan memotivasi satu sama lain. Hal itu saya dapat ketika curhat atau mengobrol dengan mereka. Lalu untuk hilangkan jenuh, saya juga akan meluangkan waktu untuk mengunjungi anak bina di lapangan dan saya akan kembali semangat dengan diingatkan kembali mengapa saya lakukan semua ini,” ujar perempuan yang pernah bekerja di Aidha, sebuah perusahaan non-profit Singapura yang fokus memberikan pendidikan untuk pekerja domestik.

Anak dari pasangan Nana Sutresna Sastradidjaja dan Megawati Sutresna ini berharap yayasan yang merupakan bagian dalam hidupnya ini dapat terus berkembang dan berkarya dalam tujuan memberdayakan kaum marjinal, sehingga mereka bisa keluar dari kemiskinan, menjadi individu mandiri, berkarakter, dan tentunya memberikan kontribusi positif untuk komunitas dan bangsa.

Ia juga berharap, YBP bisa terus kokoh berdiri memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi anak-anak marjinal. Pasalnya ia menilai, adalah suatu ketidakadilan besar jika hanya anak-anak dari kalangan mampu yang mempunyai kesempatan pendidikan.

Kini, Tia dan YBP sedang disibukan dengan program baru mereka, yakni “English for Confidence”, sebuah program bimbingan bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh relawan yayasan yang terbentuk dari program kerelawanan YBP.

 

Dokumentasi: Tia Pattyawati Sutresna

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *