Komunitas PJKA: Pulang Kampung Seminggu Sekali Demi Bertemu Keluarga Tercinta

Bagi sebagian orang, Jakarta hanyalah tempat mengais rejeki. Untuk tempat tinggal, mereka lebih suka di kampung halaman. Itulah kenapa tak sedikit orang yang memilih Pulang Jumat Kembali Ahad (PJKA). Wahyu Pramonosidi (31 tahun) sudah 5 tahun bekerja di ibukota. Namun, istri dan anak semata wayangnya tak ikut serta tinggal di Jakarta. Mereka memilih untuk tetap tinggal di Yogyakarta, kampung halamannya. Alhasil, Wahyu sebagai suami sekaligus kepala keluarga memutuskan untuk selalu pulang bertemu keluarganya tiap akhir pekan. Mungkin untuk beberapa orang, tak harus selalu seminggu sekali. Tetapi, bagi anggota PJKA pulang setiap akhir pekan merupakan kebiasaan yang sekaligus menjadi kewajiban.

Tak ada catatan pasti kapan tepatnya komunitas Pulang Jumat Kembali Ahad (PJKA) berdiri. Namun, Wahyu meyakini sebelum ia menjadi anggotanya, 5 tahun lalu, ia telah mengenal pendahulu-pendahulunya yang juga sudah menjalani PJKA dalam hitungan tahun. Soal nama, Wahyu tak bisa memastikan kapan PJKA mulai digunakan. “Yang pasti sih sejak tahun 2000-an, saat aturan kerja cuma 5 hari dari Senin hingga Jumat,” tutur Wahyu. Saat hari kerja masih sampai Sabtu pun, ada sebagian orang yang juga pulang pada hari Sabtu dan kembali ke Jakarta di hari Minggunya.

Hingga kini, anggota PJKA diklaim Wahyu mencapai lebih dari 1.000 orang yang berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. “Paling banyak berasal dari Yogyakarta, Klaten, dan Solo,” ungkap Wahyu. Kereta ekonomi yang biasa mereka gunakan adalah Progo, Bogowonto, Tawang Jaya, Brantas dan beberapa lainnya. Untuk memudahkan komunikasi antar anggota, dibentuklah kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok memiliki jumlah anggota bervariasi, 20-50 orang. Biasanya, kelompok ini dibentuk atas dasar kesamaan kampung halaman dan kedekaran antar anggota. Anton misalnya, ia menjadi koordinator untuk 50 orang anggota dari daerah Wates, Yogyakarta dan sekitarnya. Komunikasi sendiri biasanya melalui grup Whatsapp, BBM atau telepon.

Perlu diketahui, koordinator yang dimaksud di PJKA bukanlah sebutan untuk pemimpin. Hingga saat ini pun, tak ada yang namanya ketua. Yang lebih banyak mengkoordinir anggota, ya koordinator itu tadi. “Koordinator ini hanya sebatas koordinator tiket, supaya pemesanan tiket jadi lebih mudah,” aku Wahyu. Apalagi semenjak pembelian tiket beralih ke daring dan harus dipesan 3 bulan sebelumnya. Dengan adanya koordinator, tiap anggota kelompok bisa lebih mudah memesan tiket secara berbarengan. “Saya dipilih jadi koordinator ya karena apes saja,” ujar Wahyu dengan nada candaan.

Para anggota PJKA ini begitu variatif. Ada yang tergolong muda berusia 20 tahunan, ada pula yang sudah berusia 70 tahun. Mereka juga bekerja di berbagai bidang; minyak dan energi, media, hukum, dan lain-lain. Kedekatan hubungan antar anggota PJKA diakui Wahyu, membuat hubungan antar anggota layaknya saudara. Seperti semboyan yang mereka angkat yakni, ‘Paseduluran Saklawase’, yang artinya persaudaraan untuk selamanya. Persaudaraan tersebut terjalin karena naik kereta, atau dalam bahasa Jawanya; ‘Seko Nyepur Dadi Sedulur’.

FOTO: DOK. WWW.BERITATRANS.COM

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *