Komunitas Peduli Surabaya Terjun Pungut Sampah Di Rumah Mangrove Wonorejo

Puluhan aktivis lingkungan dari berbagai latar belakang profesi yang tergabung dalam Komunitas Peduli Surabaya ‘Rek Ayo Rek (RAR)’ terjun ke Rumah Mangrove Wonorejo, Kecamatan Rungkut Surabaya, Minggu (10/4/2016) siang.

Perjalanan Komunitas RAR menuju lokasi penanaman mangrove harus ditempuh menggunakan tiga buah perahu dan memakan waktu sekitar setengah jam. Mereka tidak takut kotor, meskipun sepatu, celana dan baju belepotan lumpur, secara kompak memunguti sampah yang mengotori sungai Wonorejo.

Yang lain sedang asyik memunguti sampah plastik dan kaleng, ada beberapa lainnya juga enjoy menanam mangrove. Selama ini pungut sampah bukan sesuatu yang asyik bagi kebanyakan orang. Kesan jorok tertanam kuat di benak mereka. Pungut sampah berpadu tanam mangrove, melihat serta memotret sekelompok burung migran dan satwa lain hutan mangrove menjadi embrio pariwisata baru Surabaya.

Selain komunitas RAR, secara bersamaan juga tampak komunitas foto se-Indonesia Stylus Photo Gallery, Komunitas Nol Sampah, Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI) yang juga mengeksplor alam ekowisata Mangrove Surabaya ini. Ada dua orang WNA Jepang yang ikut serta kegiatan RAR.

“Komunitas Rek Ayo Rek (RAR) memotori dan berupaya agar wisata pungut sampah ini lebih di publik. Ini bisa dikatakan wisata, kerja bakti peduli lingkungan,” kata Ketua Divisi Advokasi RAR Wawan Some.

Kelompok Nelayan Truno Joyo, Wonorejo, Rungkut, digandeng dalam kegiatan ini. Mereka binaan Satpolairud Polda Jatim. Selain yang juga petani tambak itu bisa ikut peduli lingkungan, mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari pemanfaatan perahu-perahu mereka.

Dia menyebut keberadaan sampah di muara sungai Wonorejo tidak akan pernah habis. Keberadaannya seiring arus sungai maupun arus air laut yang pasang serta masuk ke aliran sungai. Keberadaan sampah ini membahayakan pertumbuhan tanaman mangrove yang menjadi benteng pantai serta muara di Wonorejo dari ancaman abrasi air laut.

Mangrove yang berusia setahun bisa gagal tumbuh, hingga akhirnya mati karena terlilit dan tertutup sampah, terutama sampah plastik. Sampah itu terikat lumpur membuat mangrove gagal tumbuh.

Beberapa anggota DPRD Kota Surabaya tampak mengikuti kegiatan ini. Di antaranya Moch Mahmud, Moch Sutadi, Dyah Katarina dan Layla Mufidah. Selain itu, tampak Ketua Kadin Surabaya sekaligus Ketua Tim Ekonomi Global Pemprov Jatim Jamhadi. Belum lagi mantan anggota DPRD Surabaya, yakni Ernawati serta Sachiroel Alim Anwar. Serta Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Jatim Herman Rivai. Nama terakhir juga sebagai ketua umum RAR.

Jamhadi berharap ada banyak pihak yang menikmati wisata pungut sampah dan tanam mangrove di Rumah Mangrove, sisi Selatan Ekowisata Mangrove.

Anggota Komisi C DPRD Moch Machmud mengapresiasi semangat menjadikan pungut sampah ini sebagai ODTW. “Ini bisa diselaraskan dengan keberadaan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang memayungi hutan mangrove sebagai kawasan konservasi. Selama ini banyak pengusaha mendanai warga membuka tambak di tanah oloran kemudian mengurus sertifikat atas nama warga. Selanjutnya sertifikat dipegang pengusaha. Modusnya, seolah pengusaha beli dari warga, padahal tidak. Warga ini hanya suruhan,” beber Machmud yang juga mantan ketua DPRD Surabaya ini.

Keberadaan hutan mangrove di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya, sudah ada sejak zaman Belanda. Mulai ditata oleh Walikota Muhaji Wijaya dengan membuat master plan 2000.

Saat wali kota dijabat Purnomo Kasidi dan era Sunarto Sumoprawiro, sempat tidak terurus. Kemudian era pemerintahan wali kota Bambang DH terbitlah Perda 3/2007.

Perda tersebut mengubur kepemilikan tanah masyarakat. Ini karena pencanangan konservasi. Sebenarnya luasan hutan mangrove punya kemampuan untuk terus bertambah alami asal dijaga.

Tahun 2007 yang membuat Bambang DH sebagai walikota kala itu prihatin karena 70 truk ditebang. Celakanya pohon mangrove dekat pantai yang menjadi sasaran. Padahal ini benteng abrasi.

Kei Wada, warga Edogawa Ku Matsue 5116, Tokyo, Jepang mengaku senang bisa menikmati wisata pungut sampah. Sepanjang perjalanan, dia memotret burung migrant dari atas perahu. Bens, sapaannya mengaku senang berada di Surabaya. Terlebih dia juga menjalankan usaha perikanannya di Surabaya. Selama di Kota Pahlawan, dia menetap di Apartemen Puncak Permai.

Penuturan yang sama disampaikan Shiho Takehisa, asal Kota Kitakyushu Jepang. “Asyik juga wisata pungut sampah ini,” kata Shiho yang membantu mengolah sampah organik menjadi granul atau butiran yang kini didistribusikan se-Jatim.

Sumber: Berita JATIM

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *