Rumah Aman UTAMA: Integrasikan Upaya Pemulihan dan Penguatan bagi Perempuan Korban Maupun Penyintas Kekerasan Berbasis Gender

Rumah Aman UTAMA: Inisiatif Kelompok Masyarakat Untuk Perlindungan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Ketika hari-hari kita diberondong dengan berita-berita kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam berbagai bentuk dan jenisnya, apakah pernah terlintas dalam benak dan pikiran kita tentang bagaimana keberlanjutan hidup korban maupun keluarganya?

Rumah aman di Indonesia masih merupakan konsep baru, sehingga belum banyak standar prosedur operasional yang menjadi acuan. Saat ini yang memiliki rumah aman adalah Kementerian Sosial dan juga P2TP2A di beberapa daerah. Namun, karena masih belum ada panduan standar bagaimana sebuah rumah aman dapat memberikan perlindungan pada korban, seringkali rumah aman itu terbuka dan lokasi diketahui umum. Padahal tujuannya adalah menjadi tempat aman sementara bagi korban baik karena memerlukan tempat singgah sementara atau karena keamanannya terancam. Terbatasnya ketersediaan rumah aman ini menjadi kendala bagi penanganan kasus kekerasan berbasis gender selama ini.

Di tengah keterbatasan lembaga pengada layanan di setiap daerah termasuk di Jakarta baik itu layanan berupa pendampingan psikologi, rumah aman, pendampingan hukum, dan lain-lain, muncullah inisiatif dari kelompok masyarakat dalam hal ini Perkumpulan Sahabat Insan yang tergerak mendirikan rumah aman UTAMA yang berlokasi di Jakarta.

“Rumah Aman UTAMA ini merupakan bentuk pelayanan nirlaba yang mengintegrasikan upaya pemulihan dan penguatan bagi perempuan korban maupun penyintas kekerasan berbasis gender,” tutur Kristi Poerwandari – direktur Rumah Aman UTAMA.

Dalam skema perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender, rumah aman menjadi salah satu hal yang penting untuk diadakan, karena seperti diketahui, pelaku kekerasan berbasis gender paling banyak adalah orang yang dikenal dekat oleh korban. Sehingga keamanan korban paska kekerasan terjadi menjadi hal yang utama dilakukan.

“Jadi rumah aman UTAMA dapat menjadi rumah tinggal sementara bagi penyintas yang tidak atau sulit memperoleh erlindungan dari keluarga atau masyarakat di lingkungannya,” lanjut Kristi.

Rumah aman UTAMA memberikan pendampingan baik secara pribadi melalui konseling, pendampingan spiritual, reunifikasi keluarga maupun pendampingan dalam merencanakan kehidupan setelah keluar dari rumah aman. Selain itu pendampingan dalam pelayanan kesehatan, pendampingan kelompok, advokasi kasus dan pendidikan masyarakat juga menjadi bagian dari kerja rumah aman UTAMA.

“Kami melakukan pendampingan di 5 ranah itu karena kami menyadari bahwa dalam upaya menyediakan pelayanan yang utuh termasuk mengubah struktur sosial dalam masyarakat agar lebih adil gender perlu dilakukan dengan melibatkan tim yang lintas spesisikasi (interdisiplin). Baik keluarga, lingkungan terdekat, masyarakat maupun penyintas sendiri perlu bekerjasama saling menguatkan, memberdayakan dan menumbuhkan tanggung jawab dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi penyintas dan untuk kita semua,” pungkas Kristi.

Foto: Kristi Purwandari, dari Twitter

Sumber: Institut Konde

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *