Melakukan perjalanan untuk mengumpulkan pengalaman telah menjadi kegiatan rutin para anggota komunitas penjelajah. Komunitas Jelajah Lombok, tak jarang melakukan perjalanan demi menebus rasa keingintahuan terhadap daerah – daerah yang sulit dijangkau dengan tujuan mencari pengalaman. Sudah menjadi kebiasaan bagi komunitas yang satu ini melakukan penjelajahan, menelusuri kawasan – kawasan yang potensial dijadikan objek pariwisata.
Banyak pengalaman yang dapat dipetik dari aktivitas perjalanan. Tidak sedikit juga pembelajaran dapat diserap dari pengalaman yang diperoleh itu. Hal inilah yang terbangun menjadi prinsip orang – orang yang hobi menjelajah. Penjelajahan dilakukan untuk menemukan hal – hal baru di luar aktivitas keseharian.
Aktivitas menjelajah yang dilakukan tidak sekadar menjadi agenda pengisi kekosongan. Terkadang, komunitas jelajah tersebut mengunjungi tempat – tempat terisolir. Berbagi kebahagiaan bersama orang – orang yang kesannya terpinggirkan atau termarginalkan. Terutama orang – orang yang bermukim di pelosok terpencil dan jauh dari jangkauan fasiltas umum yang memadai.
“Kita menjelajah tidak hanya untuk bersenang – senang. Tapi kita mencoba untuk menawarkan sesuatu yang bernilai. Misalnya ketika perayaan Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional,red) kemarin. Kita menjelajah ke pelosok – pelosok untuk memoret kondisi sekolah yang belum disentuh pemberdayaan,” kata Ahmad Herkiandi, Ketua Komunitas Jelajah Lombok, Kamis (1/9/2016).
Momentum perayaan Hardiknas menjadi kesempatan bagi komunitas ini untuk memantau aktivitas pelajar yang bersekolah di lokasi yang terisolir. Seperti halnya aktivitas para peserta didik yang bersekolah di kaki Gunung Rinjani. Para pelajar yang bermukim di perbatasan hutan lindung itu menuntut ilmu di SD Filial. Jarak tempuh masing – masing pelajar dari rumah menuju sekolah rata – rata mencapai angka diatas 10 kilometer.
Rasa penasaran menantang Ahmad Herkiandi bersama rekan – rekannya untuk menelusuri medan yang ditaklukkan para pelajar itu ketika menuntut ilmu. Ia memutuskan untuk ikut merasakan bagaimana para pelajar tersebut dan menelusuri hutan.
“Saya pernah mengikuti mereka sekali. Karena penasaran, saya juga sambil mengabadikan aktivitas mereka. Ternyata medannya itu tidak main – main. Selain jarak yang ditempuh lumayan jauh,” katanya.
Setelah memahami asam – garam perjuangan para pelajar dalam menuntut ilmu di pelosok tersebut, Komunitas Jelajah Lombok berinisiatif untuk mendistribusikan bantuan ke sekolah. Bantuan yang disalurkan merupakan hasil penggalangan dari beberapa donatur yang rela berbagi untuk sesama.
“Setelah beberapa kali melakukan survei, kami mencoba untuk berupa menggalan bantuan untuk mereka. Bantuan yang kami terima berbentuk buku, baju layak pakai. Uang juga kita kumpulkan karena sekolahnya membutuhkan anggaran,” tuturnya.
Sekolah yang mereka berikan bantuan itu didirkan secara swadaya oleh masyarakat setempat. Warga Desa Semokan Ruak, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara (KLU) tersebut berdiri atas dasar inisiatif masyarakat. Warga setempat sadar mengenai arti penting proses pendidikan yang harus diakses oleh anak – anak mereka.
“Sekolahnya sangat sederhana. Saat awal – awal berdirinya, anak – anak itu dulu mengikuti proses pembelajaran di sebuah berugaq. Syukur sekarang mereka sudah mempunyai gedung, meskipun sangat sederhana dan penuh keterbatasan,” ujarnya.
Meski mengenyam pendidikan di tempat yang sangat terbatas, siswa – siswi yang menjadi peserta didik di sekolah itu sangat antusias untuk belajar. Diantara pelajar yang bersekolah disana memiliki cita – cita yang menginspirasi.
“Semangat dan antusiasme mereka yang menjadi pelajaran berharga bagi kami. Meski keberadaan mereka di lokasi yang terpencil, tetapi mereka menolak untuk menjadi generasi yang tertinggal. Itu sebabnya kami mendistribusikan buku – buku bacaan sebagai referensi yang dapat menambah wawasan para pelajar,” bebernya.
Selain membantu meringankan beban para peserta didik di Pelosok KLU itu, komunitas penjelajah ini juga berencana untuk menggalang dan menyalurkan bantuan kepada peserta didik yang bermukim di Gili Rei. Para pelajar yang lahir di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur itu setiap pagi harus “bertarung” melawan hempasan ombak ketika menyeberang menggunakan perahu. Pasalnya, siswa – siswi di sekolah tersebut harus menyeberangi lautan dari Gili Rei menuju Gili Beleq. Alasannya, di Gili Rei belum ada sekolah yang dapat memfasilitasi proses pembelajaran mereka.
“Kemungkinan, akhir September ini kita akan kesana. Sekrang kita masih fokus untuk menggarap pameran komunitas. Kita dilibatkan untuk tampil di LCC dalam rangka memeriahkan kegiatan bulan budaya,” tandasnya.
Sumber: Suara NTB