Komunitas PAKSU; Berbagi Pengalaman Tentang Proses Pembuatan Komik

Kegemaran komikus lokal untuk berkarya patut diapresiasi. Hadirnya platform digital sebagai wadah berekspresi pun sangat membantu. Peluang itu pula yang ditangkap sejumlah anak muda yang tergabung dalam Komunitas Persatuan Anak Komik Suka-suka.

Dwi Syafruddin memperlihatkan proses sementara pembuatan komik miliknya yang dilakukan secara manual. Ada dua karya yang sedang ia garap. Komik-komik itu merupakan hasil imajinasinya. Salah satunya dikerjakan bersama seorang temannya.

Dwi merupakan ketua dari PAKSU yang terdiri atas 30 anak muda. Tiap pekan mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman tentang proses pembuatan komik. Sebab rata-rata mereka adalah komikus pemula.

Ada berbagai karya yang telah dibuat sesuai dengan ciri khas komikus-komikus tersebut. Bahkan ada satu komik yang sudah dihasilkan, yakni kumpulan para komikus muda Kalbar. “Komunitas kami ini tidak mengatur anggota harus buat komik yang seperti apa. Bebas. Komunitas ini hanya wadah untuk berbagi pengalaman, terutama bagi pemula,” jelasnya.

Menjadi seorang komikus tak hanya lihai dalam menggambar. Tetapi juga harus pandai menuangkan gagasan lewat tulisan. Sehingga komik membuat seseorang merasakan sesuatu. Bisa membuat tertawa, sedih, ingin tahu, bersemangat, atau emosi lainnya, meskipun kekuatan dari suatu cerita visual tidak bisa disangkal. “Sama sebenarnya dengan penulis cerpen, novel dan lainnya. Kami juga harus membuat tulisan untuk komik yang kami buat,” paparnya.

Mahasiswa Untan ini mengatakan, proses pembuatan komik tidaklah mudah. Dia dan teman-temannya membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan satu buah cerita. “Prosesnya itu bergantung cerita yang akan dibuat, serta karakter dari cerita tersebut. Jadi waktunya relatif. Apalagi raa-rata anggota pelajar SMA,” jelasnya.

Menyadari masih sebagai pemula, anggota Paksu ada yang “keroyokan” menyelesaikan satu cerita. Ada yang mengerjakan sendiri. Ada yang beberapa orang. “Jadi ada yang menjadi penulis cerita, ada yang bagian menggambar,” ungkap dia.

Beberapa anggotanya mulai merambah ke pembuatan komik secara digital. Menurutnya, di era yang serba digital ini sangat memudahkan para komikus. Apalagi dengan hadirnya platform digital line webtoon. “Beberapa teman ada yang menggunakannya. Jadi langsung berkarya sepenuhnya melalui digital,” paparnya

Proses pembuatan tokoh juga memengaruhi hasil. Seorang komikus harus bisa memahami karakter dari tokoh-tokoh agar gambarnya sesuai dengan karakter dalam cerita. “Dasarnya pembiasaan. Bagaimana memainkan gesture. Bahkan ada salah satu karya juga dari kawan. Dia karyanya simpel, bulet doang, tangannya garis doang tapi dia bisa mainkan alur cerita. Tapi bisa menarik,” ulasnya.

Proses pembuatan komik, baik secara manual maupun digital sama-sama memiliki tantangan. “Kalau bicara kesulitan, dua-duanya sama-sama sulit. Tergantung skill yang dimiliki. Untuk digital itu barang baru, jadi harus belajar lagi tekniknya,” ulas dia.

Hanya saja, jika proses pembuatan secara digital tidak menghabiskan banyak kertas. “Kalau manual, kertas yang dibutuhkan itu banyak. Satu cerita bisa ratusan lembar. Bergantung panjang ceritanya. Apalagi jika salah sedikit, bisa gambar lagi dari awal. Beda jika menggunakan digital. Bisa undo-undo. Tapi kendalanya harus menguasai teknik menggambar lewat digital dan pengerjaannya lebih lama,” pungkas dia.

Sumber: PONTIANAK POST

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *