Komunitas Bonek Berbagi Nasi (BerNas) Surabaya : Selalu Peduli Sesama

Komunitas Bonek Berbagi Nasi (BerNas) tak segan merogoh kocek pribadi untuk kegiatan sosial mereka.

Ini dilakukan guna menumbuhkan rasa kepedulian melalui sebungkus nasi.

Sesuai dengan namanya, rutinitas BerNas ini membagikan sebungkus nasi kepada warga yang membutuhkan khususnya di malam hari.

Tidak hanya sebungkus nasi, pada pekan pertama di tiap bulannya mereka berkunjung ke tempat yang telah ditentukan anggota dengan memberi matras obat-obatan dan sebagainya dan itu murni dari dana pribadi para anggota.

Terkadang mereka juga mendapat bantuan dari para donatur yang ikut mendukung kegiatan mereka.

Muji Cahyo Wijaya, (24), koordinator BerNas Surabaya menuturkan, pihaknya tidak mewajibkan kepada anggota untuk membawa sebungkus nasi.

“Cukup membawa semangat untuk berbagi dan niat datang membantu, entah dari tenaga maupun pikiran itu saja sudah kami terima,” ujar Muji Cahyo.

Dengan tekad itu, pihaknya juga mendapat apresiasi dari pihak Satpol PP Kota Surabaya, saat menjaga mini basecamp-nya yakni di Taman Apsari itu.

“Kami diberi izin Satpol PP di Taman Apsari. Dan mereka mendukung kegiatan kami. Bahkan mereka juga pernah tanya tentang kami, kami berharap dapat dikenal tentang keberadaan kami,” jelas Muji.

Perjalanan BerNas selama menjalankan kegiatan sosial tidak semudah yang dibayangkan.
Meski hanya berbagi nasi, mereka juga pernah ditolak warga.

Bermula saat melayangkan aksi mereka di kawasan Pasar Mangga Dua, Jagir, Surabaya, Muji Cahyo Wijaya mengaku, saat itu dia dimarahi oleh seorang tukang becak.

“Kita bangunin dan kami mempunyai prosedur untuk membangunkan orang saat tidur di jalanan, seperti membuka helm. Namun oleh tukang becak itu kami malah dimarahin,” kenangnya.

Kendati demikian, BerNas juga memiliki kesan positif dari masyarakat.

Hal itu disampaikan Muji saat menyusuri Jalan Kasuari, Surabaya untuk berbagi nasi.

Mereka mendapati pasutri lansia yang tinggal di rumah semi permanen yang terbuat dari terpal.
Ironisnya, rumah tersebut berdiri tepat di samping sungai Kalimas.

“Kakek penjual buah, sedangkan nenek jual keliling. Mereka memilih tinggal di sana padahal anaknya terbilang mampu. Nah di situ kami menanyakan keadaan pasangan tersebut kok bisa ironis seperti ini. Hal itulah yang membuat kami semakin termotivasi, bahkan sampai saat ini kami seperti anak angkat mereka dan rutin tiap minggu kami ke sana,” ungkap Muji.

Oleh sebab itu, belajar dari berbagai pengalaman tersebut, pihaknya mendapat pelajaran berharga untuk bagaimana bisa lebih kooperatif kepada orang lain dengan lebih menghormati mereka

Penulis: Samsul Arifin
Editor: Titis Jati Permata

Artikel ini telah tayang di surya.co.id

 

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *