Muhammad Miftah: Jadikan Permainan Tradisional Sebagai Senjata Menumbuhkan Interaksi Anak-anak Indonesia

“Kampoeng Hompimpa berawal dari tugas kuliah saya dan kedua teman di semester lima. Tapi setelah proyek tersebut selesai, kami merasa ini perlu terus diterapkan supaya manfaatnya terasa. Ya, akhirnya saya dan teman-teman mantap mentransformasi tugas kuliah itu menjadi sebuah komunitas,” ucapnya lewat pembicaraan telepon siang itu.

Perkenalkan, pemuda yang ada di ujung telepon ini adalah Muhammad Miftah. Bersama teman-temannya, Marcelino dan Ahmad Musli, pemuda asli Demak, Jawa Tengah ini mendirikan sebuah komunitas bermain permainan tradisional yang mereka namakan Kampoeng Hompimpa.

Mata kuliahnya kala itu adalah Project Social Entrepreneurship & Innovation. Dalam tugas ini, mereka dimandatkan untuk meneliti masalah sosial apa saja yang ada di lingkungan sekitar. Langkah awal yang mereka lakukan kala itu adalah observasi lapangan.

“Kami turun ke daerah sekitaran kampus, hingga kami menemukan masalah interaksi pada anak-anak di sana. Kami perhatikan waktu dan uang jajan mereka terbuang percuma, salah satunya akibat main game online seharian. Itu kan nggak bagus juga buat tumbuh kembang mereka,” jelasnya panjang lebar.

Dari situlah ia dan teman-temannya mencetuskan ide membuat program permainan tradisional yang kaya interaksi dan manfaat untuk tumbuh kembang anak. Mulai dari manfaat perkembangan kognitif anak, interaksi, sekaligus melestarikan kekayaan budaya Indonesia, dalam bentuk permainan tradisional. Karena pikirnya, anak-anak itu perlu diberikan wadah atau fasilitas agar mereka bisa mengubah kebiasaan hidupnya.

Apa yang ia lakukan bersama kedua temannya ini diakuinya mendapat banyak apresiasi dari orang-orang di sekitarnya, mulai dari teman-teman, dosen dan orang terdekatnya, yaitu kakak dan sang ibu.

Ia kembali berujar,“Kakak dan ibu sangat mendukung saya. Mereka bersyukur atas inisiatif saya dan teman-teman mengusung kegiatan yang bermanfaat untuk anak-anak di sekitar.”

Meski mendapat banyak apresiasi, pembangunan komunitas yang belum genap satu tahun umurnya ini juga diliputi sejumlah tantangan. Dikatakan pemuda yang sedang menempuh semester akhir di kampusnya ini, tantangan itu letaknya ada di SDM komunitas dan perumusan agenda kegiatan.

“Merumuskan rencana kegiatan komunitas bukan hal yang mudah dilakukan, karena sulitnya menyaring pengurus inti komunitas. Dana juga menjadi salah satu kendala yang menghadang, khususnya untuk biaya perawatan alat dan mainan yang kami punya,” keluh Miftah.

Namun tantangan tersebut itu diakui olehnya tak akan jadi penghalang untuknya dan pegiat Kampoeng Hompimpa lainnya untuk menjalankan kegiatan berbagi manfaat kepada banyak orang.

“Tantangan-tantangan ini seketika luruh ketika ia melihat kesenangan dan keceriaan di raut wajah anak-anak setelah puas bermain bersama. Kami juga senang bisa membantu upaya pemerintah dalam memperkenalkan, sekaligus melestarikan warisan budaya Indonesia berupa permainan tradisional,” akunya.

Hingga saat ini, Miftah dan pegiat lainnya rutin mengadakan kegiatan bermain permainan tradisional di perhelatan hari bebas kendaraan di kawasan Serpong, Tangerang Selatan. Tak hanya itu, Kampoeng Hompimpa juga melakukan pelatihan ke sekolah-sekolah dan menulis sejumlah artikel tentang ragam permainan tradisional di situs buatannya dan teman-teman.

Ia kemudian menegaskan, “Meski memiliki banyak kesibukan terkait Kampoeng Hompimpa, tapi saya berjanji akan menomor satukan kuliah.”

Di masa depan, Miftah yang punya hobi membaca berita dan bermain futsal ini ingin membawa komunitasnya jadi sebuah yayasan yang lebih mantap dan kuat konsepnya. Selain itu juga memiliki tiga fokus yang lebih matang, yaitu sosial, edukasi, dan budaya.

“Saya ingin memberikan kontribusi untuk pengembangan SDM Indonesia. Ya lewat komunitas ini caranya, saya dan teman-teman memberi pengaruh baik bagi tumbuh kembang generasi muda, khususnya anak-anak usia dini,” tambahnya.

Anak ke-4 dari 6 bersaudara ini juga punya mimpi yang mulia. Katanya, ia ingin sebidang tanah di kampung halamannya, Demak, Jawa Tengah, untuk disulap jadi sebuah perpustakaan mini untuk anak-anak dan warga sekitar rumahnya. Tak hanya itu, Miftah yang punya cita-cita menjadi seorang socialpreneur ini juga ingin mendirikan sebuah restoran. Di restoran itu ia ingin membawa unsur mainan tradisional ke dalamnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *