GCF Jangan Jadi ‘‘Buah Simalakama‘‘ bagi Masyarakat Adat

Masyarakat adat dunia yang mengikuti Konferensi Perubahan Iklim (Conference of Parties/COP) 22 di Marakesh, Maroko, meminta jaminan agar pemanfaatan Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund/GCF) aman bagi keberlangsungan hidup mereka.

“Sangat jelas dari pengalaman masyarakat adat dunia, dan dari tinjauan perencanaan di empat negara bahwa kita membutuhkan pengaman yang kuat untuk menjaga agar solusi iklim memiliki dampak buruk pada masyarakat yang selama ini sudah menjadi pelindung dari sumber daya alam kita,” kata Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat Victoria Tauli-Corpuz dalam keterangan tertulis yang dilansir Antara di Jakarta, Selasa (15/11/2016).

Ia bergabung bersama masyarakat adat dari negara-negara pemilik hutan di Afrika, Amerika Latin, dan Afrika Selatan yang meminta 10 miliar dolar AS GCF dapat menjamin pemerintahan di berbagai negara mengenali dan menghormati hak lahan masyarakat adat, serta aturan terkait dengan kebebasan, didahulukan dan diinformasikan untuk setiap proyek yang dapat memengaruhi mereka.

Tauli-Corpuz menyebut kasus pembangkit listrik hidro di Honduras sebagai contoh “solusi iklim” yang dibangun bertentangan dengan kehendak masyarakat lokal Lenca, dan berujung pada pembunuhan pemimpin Lenca Berta Caceres pada tahun 2015.

“Ketika saya berbicara dengan juru bicara perusahaan, dia berkata pada saya bahwa bendungan merupakan solusi iklim, dan telah dibiayai sebagai bagian dari dana energi bersih,” kata Tauli-Corpuz.

Koordinator Organisasi Masyarakat Adat Lembah Sungai Amazon (COICA) Edwin Vasquez mengatakan bahwa solusinya adalah melarang penggunaan GCF untuk proyek di wilayah adat, kecuali hak-hak masyarakatnya diakui dan terlebih dahulu diberikan kebebasan dan informasi terkait persetujuan yang dibuat terkait wilayah adat.

“Kami senang menjadi rekan pemerintah dan organisasi yang berkomitmen pada proyek yang membantu menyelamatkan bumi. Akan tetapi, dana yang digunakan harus dapat membantu menjamin hak kami terlindung,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Mina Setra mengatakan, “Tanpa hak yang aman, komunitas adat dan hutannya beresiko terkena pengambilalihan dan penangkapan oleh kepentingan yang lebih kuat.” Artinya, masyarakat adat berisiko menjadi pengungsi, dan tidak akan ada lagi pihak yang melindungi hutan dan mencegah pelepasan karbonnya ke atmosfer.

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *