Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar mengatakan, saat ini sudah 915 ribu nelayan terdata sebagai penerima asuransi. Hingga akhir 2016, KKP menargetkan sekitar 600 ribu nelayan sebagai penerima dana bantuan negara tersebut.
“Diverifikasi untuk memastikan nelayan kecil target yang mendapatkan, bukan nelayan besar atau nonnelayan yang justru mengaku nelayan,” kata Zulficar kepada Republika di Jakarta, Ahad (27/11).
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengklaim jika nelayan tradisional atau nelayan kecil belum tersentuh asuransi. Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Hakim mengatakan, sejauh ini penyerahan asuransi tersebut baru secara simbolis kepada nelayan di Untia, Sulawesi Utara.
Abdul mengatakan, penyebab nelayan kecil belum menerima bantuan dikarenakan jumlah penerima berkurang. Dari semula targetnya satu juta nelayan tahun ini, realisasi di lapangan hanya setengahnya. Ini berkaitan dengan jumlah anggaran. “Jumlah anggaran berkurang, dari satu juta, hanya bisa untuk 500 ribu nelayan,” katanya.
Minimnya sosialisasi dan kelengkapan administrasi juga menjadi masalah yang dicatat Kiara. Hal ini membuat ada perbedaan penunjukan nelayan kecil yang tidak sesuai fakta. “Penerima yang tidak didasarkan pada fakta sesungguhnya di 10.666 desa pesisir di seluruh Indonesia,” ujar Abdul.
Namun, klaim Kiara ini dibantah KKP. Untuk itu, KKP meminta, jika ada nelayan yang belum terdata segera melaporkan ke pemerintah. KKP menargetkan, pada 2017 ada tambahan asuransi untuk 500 ribu nelayan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, program asuransi yang selama ini digalakkan kepada nelayan di berbagai daerah merupakan bukti komitmen dari kehadiran negara dalam sektor kelautan dan perikanan di Tanah Air. “Kehidupan nelayan rentan kalau kepala keluarganya terjadi apa-apa. Negara harus hadir, wajib hadir,” katanya.
Susi menjelaskan, program asuransi bagi para nelayan tersebut merupakan bagian dari visi pemerintah yang hendak meningkatkan sektor kelautan dan perikanan nasional. Hal tersebut, lanjutnya, merupakan bukti komitmen pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Perikanan untuk melindungi para nelayan di dalam negeri.
Asuransi bagi para nelayan tersebut akan memberikan jaminan sebesar Rp 200 juta bagi keluarga nelayan yang meninggal saat berada di lautan, Rp 160 juta bagi para nelayan yang mengalami kecelakaan kerja, Rp 80 juta bagi para nelayan yang mengalami cacat, serta Rp 20 juta sebagai plafon untuk pengobatan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya meminta program asuransi untuk nelayan dilanjutkan dan dikembangkan guna menjamin masa depan kehidupan keluarga nelayan. “Ini akan kita teruskan. Jangan sampai, suaminya meninggal di laut yang di darat menjadi sangat menderita,” kata Presiden Jokowi saat peresmian Pelabuhan Perikanan Untia Makassar, Sabtu (26/11).
Presiden mengatakan, saat ini pemerintah telah memberikan polis asuransi kepada satu juta nelayan dari Sabang sampai Merauke. “Preminya Rp 175 ribu per tahun. Jumlah penerima akan ditingkatkan tiap tahun, kalau anggaran cukup kita naikkan menjadi dua juta,” kata Presiden.
Pasal 33 ayat (2) UU No 7/2016 memerintahkan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk proaktif memfasilitasi nelayan, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, antara lain, untuk memperoleh kemudahan pendaftaran untuk menjadi peserta serta kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi.
Presiden juga menyebutkan, pemerintah akan terus mengembangkan pelabuhan perikanan terpadu di Indonesia. Pelabuhan perikanan Untia berperan penting dalam peningkatan produksi dan ekspor ikan, apalagi ekspor perikanan Sulsel ditargetkan mencapai 10 persen dari nasional.
Sumber: Republika