Hak-hak Masyarakat Adat (MA) di Indonesia terus direnggut.Nada keresahan atas pemerintah yang seolah menutup mata terhadap nasib mereka terus mengalir.Sikap kecewa itu pun ikut didendangkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Sulawesi Utara (Sulut) mengarah ke para petinggi negeri ini.
Sejak Republik Indonesia berdiri, MA dan sekumpulan hak yang melekat padanya selalu diabaikan pemerintah. Bahkan para nakhoda negeri, telah secara aktif melahirkan serangkaian peraturan perundang-undangan yang tidak saja mempersulit status hukum MA tetapi juga secara massif mengambil alih wilayah-wilayah adat untuk diserahkan kepada sektor swasta atau peruntukkan lain.
“Padahal keberadaan Masyarakat Adat dan sekumpulan hak yang melekat pada masing-masing Masyarakat Adat itu telah diakui oleh para pendiri negara Indonesia.Sebagaimana ditunjukkan dalam Pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen) khususnya Penjelasan II Pasal 18,” kata Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Pengurus Wilayah AMAN Sulut, Lefrando Andre Gosal, Rabu (23/11) kemarin.
Ia melanjutkan, pengakuan yang sama ditunjukkan pemerintah pasca reformasi. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil amandemen kedua menyebutkan: ‘Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang’. Ketentuan itu menghendaki bahwa pengakuan dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat diatur dalam undang-undang.“Bagaimana Negara mau mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sementara belum ada undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut?Amanah konstitusi hingga kini belum diwujudkan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),” ucap putra Tondano ini.
Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (RUU-PPHMA) telah dibahas pada tahun 2014.Tapi sikap setengah hati Pemerintah dan DPR menyebabkan RUU-PPHMA gagal disahkan hingga akhir tahun 2014.Sikap setengah hati pula yang membuat Pemerintah dan DPR abai memasukkan Rancangan Undang-undang (RUU) tersebut dalam prioritas pembahasan tahun 2015 dan kemudian tahun 2016.“Apakah sikap ABAI ini berlanjut ke tahun 2017? Kalau menunda pengesahan RUU Masyarakat Adat sama dengan mengabaikan amanat UUD 1945, membiarkan Masyarakat Adat terus kehilangan hak tanpa perlindungan hukum, menunda 70 juta Masyarakat Adat menjadi warga NKRI yang seutuhnya,” paparnya.
Ketika pengesahan RUU tersebut ditunda, sama dengan menutup mata dan telinga terhadap tumpukan masalah yang dihadapi MA, membiarkan konflik, pelanggaran HAM, kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi terus terjadi di komunitas. Dengan mengundur penetapannya, sama dengan membiarkan perampasan tanah, wilayah dan kerusakan SDA (Sumber Daya Alam) terus terjadi. “Menunda pengesahan RUU Masyarakat Adat sama dengan membiarkan identitas budaya, seni dan tradisi, serta pengetahuan tradisional tanpa perlindungan hukum. Menunda pengesahan RUU Masyarakat Adat sama dengan membiarkan UU dan berbagai kebijakan terkait Masyarakat Adat, berjalan tanpa pijakan,” tegasnya.
“Ini seperti membiarkan ketidakadilan sosial dan hukum terus berlangsung di republik ini,” sambungnya.
Masyarakat adat sudah terlebih dulu ada jauh sebelum NKRI. Mereka sumber identitas budaya, kaya tradisi, bahasa, seni, sejarah, pengetahuan tradisional. Sistem pengelolaan sumber daya alam yang secara turun temurun dijaga, terbukti mampu menjaga keseimbangan alam, menjaga hutan, sumber daya air serta keanekaragaman hayati. Begitu banyak sumbangan Masyarakat Adat bagi negara ini, namun mereka justru belum mendapatkan keadilan yang sesungguhnya, serta mengalami berbagai penindasan yang terjadi puluhan tahun sejak negara ini terbentuk.“Daftar Prolegnas Prioritas 2017 masih akan dibahas di Badan Musyawarah (Banmus) dan Rapat Paripurna DPR Republik Indonesia (RI). Masih ada waktu untuk pimpinan DPR RI, para pemimpin partai politik dan Presiden Jokowi sendiri untuk turun tangan memperbaiki daftar RUU hasil Baleg dengan memasukkan RUU Masyarakat Adat dalam daftar tersebut,” papar Gosal
“RUU Masyarakat Adat ini sudah dibahas secara mendalam di DPR RI periode yang lalu dan secara substansial sudah siap disahkan. Sudah saatnya DPR RI dan Presiden membayar hutang konstitusionalnya yang 70 tahun tertunggak, kepada Masyarakat Adat,” kuncinya.
Sumber: Media Sulut
Sumber foto: Wikipedia