Pahami Kespro Laki-Laki : Gender dalam Kesehatan Reproduksi

Dalam perjalanan sejarah dan budaya manusia banyak mengalami perubahan peranan dan status dalam masyarakat, sejak manusia berpindah dan berburu menjadi manusia menetap dan bertani, diteruskan dengan penemuan teknologi industri yang dapat mempermudah kerja manusia. Kemajuan teknologi terus berkembang sampai ditemukannya teknologi informasi, dan transportasi modern. Perkembangan ini ikut mengubah kedudukan serta peranan laki – laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, dan bermasyarakat. Proses tersebut lama kelamaan menjadi budaya yang berdampak menciptakan perlakuan diskriminatif terhadap kaum perempuan. Perlakuan diskriminatif tersebut mendorong perempuan untuk memperjuangkan hak, yaitu kesetaraan dan keadilan gender.

Munculnya keinginan tersebut tidak dapat dipisahkan dari proses perjuangan hak – hak asasi manusia yaitu Declaration of Human Right ( HAM ) PBB tahun 1945. “Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG)”. Deklarasi tersebut menghendaki bahwa laki – laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam proses pembangunan, akses yang sama terhadap pelayanan, serta memiliki status social dan ekonomi yang seimbang. Proses tersebut lama kelamaan menjadi budaya yang berdampak menciptakan perlakuan diskriminatif terhadap kaum perempuan. Dalam pertemuan International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Cairo ditekankan kembali masalah hak-hak reproduksi, kesehatan reproduksi termasuk di dalamnya keluarga berencana (KB) tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, di samping aspek-aspek kependudukan lainnya.

Dari rangkaian perkembangan sejarah dan budaya bisa kita cermati, bahwa ternyata ketimpangan gender juga mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan, terutama dalam kesehatan reproduksi. Pengaruh tersebut semakin terasa karena ;

  1. Masalah kesehatan reproduksi dapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia misal masalah inses yang terjadi pada masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan bebas , kehamilan remaja.
  2. Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan, melahirkan, aborsi tidak aman dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksi yang rentan secara sosial atau biologis terhadap penularan IMS termasuk HIV&AIDS.
  3. Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari hubungan laki-laki dan perempuan. Namun keterlibatan, motivasi serta partisipasi laki-laki dalam kespro dewasa ini sangat kurang.
  4. Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi, khusunya berkaitan dengan IMS, HIV & AIDS. Karena itu dalam menyusun strategi untuk memperbaiki kespro harus dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab laki-laki.
  5. Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik) atau perlakuan kasar yang bersumber pada ketidak setaraan gender.
  6. Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan perempuan seperti KB

Di bidang keluarga berencana (KB) ketimpangan gender sangat menonjol terutama dalam penggunaan alat kontrasepsi. Dewasa ini pemakaian alat kontrasespsi lebih banyak menyasar perempuan. Terjadinya ketimpangan seperti ini dipengaruhi oleh ideologi gender masyarakat yang cenderung lebih banyak merugikan kaum perempuan. Kemudian masyarakat menganggap ideologi gender yang sudah ada merupakan sesuatu yang baku dan statis. Anggapan tersebut ada karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang gender itu sendiri. Untuk memperbaiki kondisi ketimpangan menuju kesetaraan dan keadilan gender diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap konsep gender serta kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga.

Ketimpangan gender dalam Kesehatan Reproduksi ini, merupakan masalah kesehatan reproduksi yang terus berkembang di berbagai daerah di indonesia. Akibat dari  permasalahan tersebut muncul pergaulan bebas di kalangan remaja, kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu masalah kespro yang sering muncul di daerah, ini muncul akibat peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga yang belum dipahami. Selain itu masalah ASI Ekslusif masih merupakan masalah yang kerap kali menghantui program kesehatan ibu dan anak, disisi lain kesehatan ibu dan anak terus digalakkan dalam rangka untuk menekan angka kematian bayi dan anak. Masalah lainnya adalah kasus pendarahan pada ibu hamil, pendarahan ini akan memberikan berbagai dampak yang bisa muncul diantaranya : anemia, keguguran, dan kematian ibu/janin.

Permasalahan yang diuaraikan tersebut merupakan gambaran nyata akan bias gender yang terjadi di Indonesia. Dengan keadaan seperti ini, kiranya masih jauh dari harapan akan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender bukan berarti akan mengenyampingkan budaya-budaya yang menjadi nilai historis bangsa indonesia, namun kesetaraan gender adalah berupaya menempatkan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Sebab, kesepahaman antara laki-laki dan perempuan dalam mengarungi bahtera rumah tangga adalah modal dasar yang harus dimiliki pasangan suami istri (pasutri). Tentunya, munculnya bias gender bukan saja tanggung jawab masyarakat namun pemerintah harus turut berperan untuk memberikan berbagai sosialisasi tentang kesehatan reproduksi bagi masyarakat.

Sumber: Laman PKBI DIY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *