Tidakkah pemerintah bahagia mendengar kabar ini, ternyata ada satu lagi pemuda Indonesia yang peduli dengan pendidikan Indonesia. Ia bahkan punya semangat yang menggebu untuk ambil andil dalam peningkatan kualitas pendidikan Indonesia melalui kegiatannya mendidik anak-anak marjinal dan prasejahtera. Perkenalkan, namanya adalah Aditya Priyadi, ia menuangkan kepeduliannya ini lewat pendirian Komunitas Belajar Sejahtera Indonesia atau yang disingkat dengan KBSI.
Didirikan resmi pada 2012 silam, pria yang sekarang berprofesi sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan otomotif ini menceritakan kalau pendirian KBSI ini mulanya dari perjalanan pulangnya setelah mengikuti kelas malam di kampusnya. Malam itu ia melihat banyak anak-anak kecil yang mestinya sudah tertidur pulas di rumah, masih memelas kepada orang-orang yang lalu lalang di jalanan. Mereka berlarian sana-sini sambil meminta-minta.
Ia sontak bimbang tak tahu mesti berbuat apa. Ia kasihan dengan anak-anak itu, namun pikirnya, bila ia memberikan uang, maka permasalahan anak-anak itu takkan pernah selesai. Uangnya akan habis dan mereka akan tetap kembali ke jalanan dan mengulang kegiatan meminta-mintanya lagi.
Pengalaman yang ia alami malam itu ternyata membebani kepala dan hatinya. Ia berpikir terus-menerus. Kepalanya dibuat pusing mencari solusi apa yang bisa yang berikan untuk anak-anak itu. Dan, simsalabim, tiba-tiba ia mendapat jawaban atas pemikirannya. Jawabannya adalah pendidikan.
“Saya seperti mendapat apa ya, pencerahan atau ilham. Saya mantap dalam hati ingin membuat sekolah, bukan sekolah seperti sekolah formal, tetapi tujuannya memberikan bantuan pendidikan dalam bentuk bimbingan belajar kepada anak-anak marjinal dan prasejahtera,” ceritanya panjang lebar di jam istirahat kantornya.
Namun sayang, buah dari pemikirannya tadi belum bisa langsung ia laksanakan, ia mesti berhadapan dulu dengan beberapa kendala sebelum sekolahnya dapat berdiri gagah. Ya, kata Adit—begitu biasanya ia dipanggil, ketika melakukan pendekatan dengan anak-anak, ternyata banyak orang tua yang tak suka. Katanya para orang tua ini lebih suka kalau sang anak di jalanan untuk menambah penghasilan keluarga.
Tambah Adit, “Oh ya, ada lagi. Ternyata anak-anak ini punya orang belakang atau apa ya sebutannya, “Backing-an” atau yang mengepalai kegiatan mereka. Mereka ternyata di koordinir oleh orang ini dan tentunya mereka tak suka ada yang mau mengatur anak buahnya.”
Akan tetapi saat itu Adit tak putus asa begitu saja. Ia bersama beberapa temannya yang juga membantunya mendirikan KBSI kemudian mencarikan spot/titik yang memiliki banyak anak yang kekurangan dalam hal pendidikan untuk memulai kegiatan belajar mengajarnya. Dan syukurlah, tempat itu mereka temukan, letaknya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Ia kemudian resmikan tempat itu dengan acara buka puasa bersama para warga setempat dan berkegiatan disana hingga saat ini dan bahkan telah membuka beberapa cabang yang disebutnya chapter, yakni di kawasan Manggarai dan Senen.
“Kami buka juga beberapa tahun setelahnya, kira-kira 2014 di Manggarai dan di Tanah Tinggi. Ada juga Yogyakarta. Aktivitasnya akhir pekan dan kalau di total-total jumlah anaknya sudah ada ratusan dan masing-masing wilayah ini punya tingkat ekonomi yang berbeda-beda, namun semuanya rata-rata menengah ke bawah,” jelas Adit menerangkan kegiatan KBSI.
Bukan hanya ratusan anak didik, Kata Adit, pengajar dan relawan yang tergabung dalam KBSI ini jumlahnya juga sudah mencapai ratusan orang dan datang dari beragam latar belakang, mulai dari mahasiswa, karyawan, dan siswa SMA. Bahkan saat ini KBSI sedang mengajak anak-anak SMP untuk berpartisipasi pula menjadi tenaga pengajar. Alasannya sungguh luar biasa, kata Adit, ia dan teman-teman ingin mengajak dan menanamkan sikap kepedulian terhadap pendidikan untuk sesama dari tingkat dini, pasalnya sikap gotong royong ini perlu ditanamkan kembali ke kehidupan nyata bukan hanya di buku sekolahan.
Ketika ditanya soal pembagian waktu dari kesibukan yang cukup menyita waktunya setiap hari, ia sambil tertawa kecil mengatakan kalau ia tak punya masalah sama sekali. Bahkan dengan senang hati ia berbagi tips untuk mengatasi kesibukan. Katanya semua itu bermula dari sikap seseorang dalam menghadapi suatu kesibukan atau pekerjaan. Jika seseorang sudah menerima kesibukannya dengan lapang dada dan mensyukuri apa yang ia kerjakan, maka semua itu takkan pernah terasa berat.
Dan benar saja, hingga saat ini ia masih semangat mengajar dan berkegiatan di KBSI setiap akhir pekan meski ia sudah berkutat dengan pekerjaanya selama seminggu penuh. Pasalnya ia menambahkan, kalau apa yang ia dapatkan dari KBSI itu tak ternilai harganya, yakni soal kebahagiaan. Ia sendiri bahkan tak bisa menggambarkan kebahagiaan itu.
“Kebahagiaan kayak apa ya dalam batin. Luar biasa deh pokoknya, saya dapat motivasi dan inspirasi juga dari anak-anak yang saya ajar. Dan saya merasa bersyukur bisa berbagi dan menyebarkan hal baik ke banyak orang. Ah sulit digambarkan,” ujar pemuda kelahiran 1993 ini.
Akan tetapi Adit sama sekali tak menampik kalau perjalanan KBSI hingga kini masih menemui kendala, yakni soal penyesuaian materi atau kurikulum sekolah. Adit dan KBSI masih mencari cara agar kurikulum anak-anak di KBSI tak ketinggalan dari sekolah formal. Pasalnya, KBSI mengikuti kurikulum sekolah untuk membantu anak-anak dalam belajar.
Kedepannya Adit berharap ia dapat terus menularkan generasi penerus bangsa lainnya untuk bergotong royong membantu sesama dalam hal pendidikan. Karena baginya, pendidikan itu fondasi utama sebuah negara dapat tumbuh jadi negara yang kuat dan sayang sekali bila sekarang kebanyakan anak muda hanya berdiam diri saja. Ia ingin anak-anak muda bergerak dan melangkah bersamanya sekecil apapun langkah itu.
Sebelum menutup pembicaraan, Adit menceritakan kalau sebenarnya ia sama sekali tak punya latar belakang pendidikan. Teman-temannya sewaktu kuliah juga sama. Malahan kala itu ia mengambil jurusan D3 Akuntansi Perbankan. Katanya ini semua ia dan teman-teman lakukan secara autodidak.
“Gimana ya, saat kita mengajar otomatis kita juga belajar banyak. Kita jadi tahu bagaimana caranya menangani anak-anak dan lainnya,” jelasnya.
Dokumentasi: Aditya Priyadi