Aksi Debus Komunitas Bissu Buka Helatan Jakarta Biennale 2017

Tarian dan aksi debus Komunitas Bissu dari Bugis Sulawesi Selatan membuka helatan Jakarta Biennale 2017 di Gudang Sarinah Ekosistem. Di panggung luar di antara Hall A dan B, mereka menyajikan atraksi mereka kepada penonton pada Sabtu, 4 November 2017.

Atraksi dimulai ritual membacakan doa menghadap lembaran kain putih yang dibuat bersusun. Salah seorang dari mereka merapal doa dalam iringan dupa yang menyengat. Usai berdoa mereka pun mengerubungi sebuah wadah berhias janur di bagian atas, berisi pedang dan tabung berkepala burung enggang.Mereka pun kemudian menari dengan gemulai dengan iringan gendang dan suling. Mereka yang menari ini beragam usia, ada yang muda dan tua. Para penampil mengenakan kostum dengan warna yang menyolok.

Selang menari salah seorang dari mereka pun berteriak seperti memberi aba-aba, sebagian dari mereka kemudian melakukan aksi debus. Menusukkan senjata semacam keris ke bagian dada, atau telapak tangan mereka. Sementara yang lain melakukan aksi debus, tampak seseorang berbaju kuning dengan gerakan yang sangat feminin dan gemulai melontarkan beras ke berbagai arah. Mereka pun menutup atraksi mereka dengan kembali merapal doa dan menyiram seorang lelaki tua dengan setempayan kecil air.

Komunitas Bissu merupakan komunitas adat suku Bugis. Mereka dianggap sebagai pendeta Bugis, pemuka adat dan sosok yang agung karena mengalami dua alam (alam makhluk dan roh) dan dua geder manusia. Pada masa pra Islam mereka berperan penting untuk mendoakan kesuburan pertanian supaya berhasil. Dari naskah Sure’ Galigo menjelaskan identitas Bissu sebagai wadam. Pada umumnya bissu bergender calabai yakni secara biologis laki-laki namun berperan sebagai perempuan dalam beberapa hal. Identitas issu terbentuk dari aspek spiritual dan pemahaman terhadap tubuh.

Komunitas Bissu ini dinilai cukup tepat untuk membuka Jakarta Biennale 2017 bertema Jiwa. Acara ini menghadirkan 51 seniman dari dalam dan luar negeri. Untuk mewujudkan Jiwa, dipilih Direktur Artistik Melati Suryodarmo dan empat kurator yakni Annissa Gultom, Hendro Wiyanto (Jakarta), Philippe Pirotte (Frankfurt) dan Vit Havranek (Praha). Penyelenggaraan Jakarta Biennale 2017 ini dipusatkan di Gudang Sarinah Ekosistem. Lokasi lainnya yakni Museum Sejarah Jakarta (Fatahillah), dan Museum Rupa dan Keramik di Kota Tua Jakarta. Acara dihelat mulai 4 November-10 Desember 2017.

Jiwa ini memfokuskan pembahasan dan pendekatan karya para seniman yang ditampilkan pada persoalan tentang dorongan dasar manusia dan mengamati berbagai hubungan yang bersifat majemuk yang menggerakkan berbagai rasa, indera, serta wawasan.”Membuat tema tentang sesuatu yang esensial dalam hidup dianggap relevan dan penting diangkat,” ujar Melati dalam sambutannya.

Sementara itu Direktur Eksekutif Yayasan Jakarta Biennale Ade Darmawan mengatakan penyelenggaraan helatan pada tahun ini merupakan sebuah usaha untuk terus memperkaya dan memperluas pengalaman artistik dan daya kritis publik dalam mendekati realitas kontemporer dengan cara yang lebih sublim dan kontemplatif.

Penulis: DIAN YULIASTUTI

Sumber: TEMPO

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *