Komunitas Langen Beksan Nemlikuran: Merawat Seni Tari Tradisi

Semakin hari kondisi seni tari tradisi di Indonesia khususnya Jawa semakin memprihatinkan. Gugurnya satu persatu para pakar tari atau biasa kita kenal mereka dengan sebutan empu dan minimnya minat generasi muda untuk mempelajari seni tari mengundang keprihatinan beberapa orang.

Mereka terdiri dari lima orang yang secara konsisten sejak tahun 2003 merawat seni tari tradisi yang tergabung dalam wadah Langen Beksan Nemlikuran.

Penamaan Langen Beksan Nemlikiran tercetus ketika perayaan hari jadi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 8 Surakarta yang jatuh pada 27 Agustus.

Pemilihan tanggal Nemlikur atau dalam bahasa Indonesia tanggal dua puluh enam ini sebagai malam midodareni sebelum hari jadi SMKN 8 Surakarta. Sejak saat itu pula jadwal pentas rutin setiap bulan selalu diadakan pada tanggal 26.

“Kebetulan sejak awal lokasi pementasan itu berlangsung di Pendapa SMK N 8 Surakarta,” ujar Ketua Komunitas Langen Beksan Nemlikuran, Daryono kepada Joglosemar, Jumat (26/5/2017).

Daryono mengungkapkan sejak awal berdiri komunitas ini sangat minim dukungan dari masyarakat dan pemerintah. Minimnya keterlibatan masyarakat di Kota Surakarta ini ditandai belum adanya pihak yang bersedia mengundang para pengurus Langen Beksan Nemlikuran menjadi pengisi loka karya atau Diklat tari. Padahal secara kapasistas mereka adalah orang yang ahli dan benar- benar ahli dalam hal dunia tari.

Daryono juga mengisahkan betapa masih banyak orang yang menganggap seni tari tidak akan menghasilkan keuntungan materi.

Akhirnya, banyak orang tua tidak lagi menyuruh anaknya untuk belajar menari, mereka meminta sang anak untuk fokus pada materi akademik.

Hal ini diperburuk dengan tidak adanya dukungan pemerintah yang bisa membantu pembiayaan di Langen Beksan Nemlikuran.

“Dulu kita dapat bantuan cuman Rp 2 juta, padahal untuk mengurus administrasi dan biaya transportasi tentu saja lebih dari Rp 2 juta misalnya,” tutur Daryono.

Semenjak kesulitan mendapatkan bantuan mereka lebih banyak mengandalkan iuran sukarela seadanya.

Meskipun demikian ternyata tidak menyurutkan niat para pecinta seni tari tradisi untuk mengadakan pentas di Langen Beksan Nemlikuran. Bahkan saat ini untuk jadwal pentas setiap tanggal 26 sudah sangat padat.

Daryono berharap seni tari tradisi tidak mengalami keterputusan regenerasi, semakin banyak generasi muda yang bersedia mempelajari seni tari.

Jika setiap kali pentas ada minimal enam tarian maka selama hampir empat belas tahun berkarya sudah ada ratusan karya yang dipentaskan.

Dia ingin banyak kalangan menjadikan Langen Beksan Nemlikuran sebagai media belajar tari tradisi. Jika setiap kali pentas ada minimal enam tarian maka selama hampir empat belas tahun berkarya sudah ada ratusan karya yang dipentaskan.

“Sebenarnya keberadaan Langen Beksan Nemlikuran ini sangat berguna bagi dunia pendidikan, siswa bisa langsung melihat bagaimana joged yang baik dan benar,” terangnya.

Dia bersama teman- teman pendiri yang hampir semuanya merupakan pengajar di perguruan tinggi dan sekolah pun terus berupaya memotivasi anak-anak didiknya untuk bersedia memanfaatkan Langen Beksan Nemlikuran sebagai sumber belajar.

Komunitas ini tidak memiliki anggota khusus semua kalangan seniman tari tradisi se-Indonesia bisa memanfaatkan Langen Beksan Nemlikuran sebagai tempat mengasah kompetensi menari.

“Satu yang pasti semua yang mau tampil harus menggunakan iringan yang live atau langsung tidak menggunakan kaset,” ungkapnya.

Sumber: JOGLOSEMAR

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *