Lazy Hiking Club: Nikmati Konser Musik Sambil Berpiknik

Selama ini konser musik identik dengan tata suara dan tata lampu berkapasitas puluhan ribu watt, panggung raksasa dan barisan barikade yang menyerupai benteng.

Sensasi menikmati pertujukan musik seperti itu memang menjadi kiblat bagi promotor musik, khususnya setelah era Festival Woodstock di Amerika Serikat. Namun bagaimana jika semua unsur kemegahan itu dihilangkan?

Komunitas unik dari Bandung, Lazy Hiking Club, yang memproklamirkan diri sebagai ‘Unit musik sambil berpiknik. Karena malas-malasan bisa menjadi kebutuhan’, mencoba meruntuhkan anggapan mengenai konser musik dengan teknis rumit.

Mereka tidak menggelar konser musik di atas panggung megah seperti yang dideskripsikan di atas, tapi mereka juga tidak menurunkan kualitas dari acara yang digelarnya.

Dengan konsep menonton konser musik di tengah alam yang apa adanya, mereka membuat kegiatan menonton konser musik terasa berbeda.

Lazy Hiking Club sudah memulai kegiatannya sejak tahun 2014 dan sudah menggelar 14 konser musik.

Doly Harahap, selaku tim inti Lazy Hiking Club, menjelaskan kepada CNNIndonesia.com bahwa makna ‘malas’ lebih kepada sisi pendakian menuju lokasi konsernya, yang jaraknya pendek dan medannya ringan.

Namun tim Lazy Hiking Club tetap menggarap konser musik yang digelarnya dengan serius, khususnya untuk hasil audio dan video.

“Kami bekerjasama dengan tim Rekaman Keliling untuk kebutuhan dokumentasi yang serius. Jadi tetap bawa sound card, laptop, microphone untuk rekaman live. Untuk hal itu cukup proper sih,” ujar Doly, saat dihubungi lewat telepon, pada Senin (12/3).

Lazy Hiking Club belum berencana menerapkan biaya untuk peserta yang mau menonton konsernya. Siapa saja boleh datang.

“Karena biasanya lokasinya di gunung, kami meminta peserta untuk membawa jas hujan dan makanan, akan lebih baik jika makanannya bisa dibagi bersama,” kata Doly.

“Tak ada kuantitas peserta. Jika hanya sepuluh orang ya tetap berangkat,” lanjutnya.

Terkait penampil, Doly tidak membatasi genre apalagi dari daerah tertentu. Syarat utama untuk calon penampil hanyalah mengetahui ‘kondisi’ bermain di acara Lazy Hiking Club, yang tidak menyediakan akomodasi, bayaran, dan konsumsi.

Semuanya pihak dikondisikan untuk piknik singkat selama sehari di akhir pekan.

“Gak harus dari pop atau folk, ada beberapa band yang cadas udah kami dekati. Mereka pun gak masalah dengan kondisi main di konser kami, cuma halangannya itu bangun pagi,” ujar Doly sembari tertawa.

Saat ditanya tentang kemungkinan membawa konsep wisata ini ke ranah komersil dan lebih terorganisir, Doly sama sekali tidak menampik hal itu terjadi.

Bahkan saat ini ia dan tim sedang menyusun pola agar konser musik yang diadakan bisa lebih besar tanpa mengubah maknanya; kesederhanaan.

“Kami mau bikin semacam festival dan sudah mulai tawarin ke sponsor, tapi kami juga mempertimbangkan untuk sponsornya, karena kami ingin menjaga rasa dari kegiatan ini. Misalnya gak terus tiba-tiba ada panggung besar yang heboh, itu kan berubah rasanya,” kata Doly.

Saat ini Lazy Hiking Day sedang merancang kolaborasi dengan beberapa komunitas di luar Bandung, salah satunya dari Cirebon dan Pangandaran.

Bahkan, Doly mengutarakan jika tidak menutup kemungkinan Lazy Hiking Day mengadakan open trip ke suatu daerah untuk menekuni kebutuhan mereka akan bermalas-malasan.

Sumber: CNN Indonesia

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *