Berkumpul secara Sederhana Bersama Komunal Primitif Percussion

Jika mendengar nama komunal primitif, kita pasti akan teringat pada mata pelajaran Sejarah.

Komunal primitif atau masyarakat komunal adalah masyarakat yang pertama kali lahir ke dunia dan menjalankan pola hidup yang sangat sederhana.

Berawal dari ide yang sederhana, beberapa mahasiswa Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara membentuk Komunal Primitif Percussion, sebagai wadah bermusik dengan gaya dan cara yang unik.

“Awal mulanya terbentuk di 2008 saat mulai belajar perkusi, aku pergi ke beberapa daerah di Indonesia, Lombok, Bali, dan Yogya, liat kawan-kawan komunitas perkusi di kota lain dan tertarik, awalnya hanya berbentuk kelompok kecil, dan saat itu di Etnomusikologi USU belum ada kelompok perkusi,” tutur Founder Komunal Primitif Percusion, Fredy Purba, Senin (15/4/2019).

Tujuan awal dibentuknya Komunal Primitif Percussion hanya untuk latihan musik serta menemukan nuansa baru dalam bermusik.

“Tapi lama kelamaan aku tertarik membuat hal kreatif yang belum pernah ada di Etnomusikologi, dengan tujuannya ingin belajar agar kita tidak ketinggalan dengan daerah-daerah lainnya,

Komunal itu artinya berkumpul, dan primitif itu mereka artikan sebagai kesederhanaan, istilahnya berkumpul secara sederhana.

“Yang membedakan kami dengan komunitas yang lain adalah kami lebih mengutamakan aspek kekeluargaan, kita bangun secara emosional, dan strukturnya juga tidak terlalu formal, siapa yang ingin belajar silahkan, kami sangat terbuka,” tuturnya.

Berbicara soal genre, mereka mengaku tidak berpaku pada satu genre musik, dan dalam menciptakan karya mereka lebih banyak spontanitas,  mengalir, dan tidak berpaku pada suatu ketentuan tertentu

“Lebih ke Tradisional Music namun Mix ke musik Eropa, bisa dibilang World Music,” tuturnya.

Ketua Komunal Primitif Percussions Kin’s mengatakan istimewanya, siapapun yang sudah bisa menggunakan satu alat musik perkusi, biasanya bisa menggunakan alat perkusi lainnya karena berkesinambungan.

“Saya masuk tahun 2013, dan sampai sekarang komunitas ini sangat membantu saya mengembangkan pengetahuan musik, bagi saya ini ruang kreatifitas untuk menuangkan ide-ide, Karena kita suka musik, dan ingin membuat sesuatu yang berbeda,” tuturnya

Kin’s juga mengatakan yang membuat ia tertarik bergabung dengan Komunal Primitif, selain suasana kekeluargaan yang menyenangkan, orang didalamnya juga kreatif.

“Tahun 2013, ada musik sampah di Komunal Primitif yang terbuat dari barang bekas seperti, gallon, kaleng, botol kaca dan lainnya, tapi disusun sedemikian rupa, mulai dari tone yang rendah sampai tone yang tinggi dan menghasilkan suara yang asik,” tuturnya.

Bicara karya, komunal Primitif tidak diragukan lagi, beberapa karya komunal primitif telah membawa mereka melancong ke beberapa daerah di Indonesia. Bukan hanya itu, karya kaver Selayang Pandang pernah dijadikan Skripsi.

“Karya musik kaver yang berjudul Selayang Pandang itu sudah dijadikan skripsi oleh seorang mahasiswa, kita mengcover lagu Selayang Pandang dengan konsep perkusi sehingga nuansanya sangat free, dan bisa diliat di Youtube Komunal Primitif Percussions,” tuturnya.

Selain itu, karya paling berkesan bagi mereka adalah Rampat nusantara, didalam karya itu menceritakan beberapa ritm-ritm rampat-rampat di nusantara, seperti  Toba, Simalungun, Karo, Pak-pak.

“Kami lebih mengembangkan budaya, karena instrument yang kami pakai, instrument yang ada di Nusantara seperti Jimbe dari suku Afrika, Taganing dari Toba, Keteng-keteng dari Karo, Kalondang dari Pak-pak, kita Mix dalam satu grup, jadi setiap instrument kami jadikan suatu komposisi musik, makanya rasa dan nuansanya baru. Itu tadi Bhineka, beraneka ragam tapi kami satukan dalam satu karya,” pungkasnya.

Penulis: Gita Nadia Putri br Tarigan
Editor: Liston Damanik
Artikel ini disadur dari Tribun Medan.

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *