Cerita Komunitas Mantri Kopi dalam Mencari Kopi Khas Trenggalek

Banyak cara yang dilakukan warga dalam menghilangkan penat atau suntuk setelah seharian sibuk beraktivitas. Salah satunya, dengan meminum kopi. Sayang, tidak semua warga Kota Keripik Tempe yang tahu bagaimana menciptakan rasa nikmat dari secangkir kopi. Hal inilah yang membuat sekelompok pemuda yang tergabung dalam Mantri Kopi Trenggalek lebih serius menggali informasi soal kopi dengan cita rasa khas Kota Keripik Tempe.

Ada yang beda, ketika Jawa Pos Radar Trenggalek mengunjungi salah satu kedai kopi yang berada di wilayah Kecamatan Trenggalek beberapa waktu lalu. Beberapa kelompok pemuda sedang asyik nongkrong di kursi sofa salah satu kafe tersebut. Mereka terlihat sedang asyik ngobrol sesuatu sambil masing-masing menikmati secangkir kopi dengan berbagai jenis. Beberapa obrolan yang menjadi tema mereka,  di antaranya masalah pekerjaan,  dan tugas sekolah, hingga juga ada yang bergurau saja.

Namun, dari semua obrolan itu, yang sempat menyita perhatian adalah kelompok empat pemuda di lokasi tersebut. Itu karena mereka serius membahas berbagai jenis kopi yang ada di Kota Keripik Tempe ini. Ya, merekalah anggota dari Mantri Kopi Trenggalek yang saat itu berkumpul untuk membahas terkait kebutuhannya mengenalkan kopi berciri khas Trenggalek. “Tadi (kemarin, 8/10, redRed) kami baru melihat kebun kopi di area Kecamatan Watulimo untuk menilai apakah sudah tepat atau tidak,” ungkap salah satu anggota bernama Rifqi Raziinudin.

Ya, aktivitas berkeliling kebun kopi sering dilakukan anggota kelompok ini. Yakni, untuk melihat apakah standard operating procedure (SOP) yang dilakukan para petani kopi sudah benar atau tidak. Sebab, ada cara khusus dalam menanam tanaman yang memiliki nama latin Coffea coffea ini, b. Bahkan mulai memanen hingga mengolah kopi, nantinya akan ada kiat khusus yang akan mempengaruhi cita rasa kopi. Sehingga pengelolaan tanaman, biji, hingga serbuk kopi sebelum diseduh haruslah tepat agar cita rasanya mampu bersaing. “Cara penanaman, pengolahan, hingga lokasi penanaman pohon kopi akan mempengaruhi rasanya, m. Makanya kami selalu diminta untuk memberikan edukasi bagaimana cara menanam dan mengolah kopi kepada para petani kopi agar sesuai SOP,” katanya.

Sebab, untuk karakter tanah di Trenggalek sendiri, yang paling baik dikenalkan adalah kopi jenis robusta. Sebab, pohon kopi yang ditanam berada di ketinggian antara 900 hingga 1.000 meter. Namun bBedanya, untuk kopi robusta kualitas premium yang ditonjolkan bukan rasa pahitnya, layaknya kopi robusta di daerah lainnya. Namun ada perpaduan rasa yang unik, yaitu antara pahit, segar, dan sedikit kecut. Namun, cita rasa seperti itu tidak bisa dilakukan dirasakan jika petani seenaknya dalam menamam kopi.

Dari situ, Rifqi dan teman-temannya terus berusaha dalam mengenalkan SOP cara menanam,  hingga kopi bisa diseduh kepada para petani kopi. Namun, dalam mengenalkannya susah-susah gampang, s. Sebab, ada petani yang langsung menerimanya, juga ada petani yang bersikeras menggunakan cara lama. Kendati demikian, dengan sabar para anggota terus mengenalkannya kepada petani.

Sedangkan untuk SOP sendiri, dimulai dari proses perawatan pohon. Sebab, pohon harus rutin di rawat, b. Bukan hanya diberi pupuk kompos, melainkan secara rutin tangkai-tangkai yang tidak berguna langsung di potong. Ini dilakukan kebanyakan petani di Trenggalek yang mengelola kebun di kawasan hutan. Mereka cenderung membiarkan tanaman tersebut, tanpa merawatnya.

Selain itu, buah kopi yang dipanen harus benar-benar matang. Barulah setelah dipetik, buah kopi harus diproses, yaitu dijemur langsung, atau dibersihkan kemudian dijemur. Sebab, untuk menghasilkan cita rasa kopi yang baik, tidak boleh buah kopi tidak boleh disimpan terlebih dahulu selama beberapa hari kemudian diproses. Untuk penjemuran sendiri, kopi tidak boleh langsung dijemur di atas tanah, melainkan tapi harus ditaruh di atas wadah seperti halnya meja. Sedangkan untuk wWaktu penjemuran pun sendiri harus tepat, yaitu tidak boleh terlalu cepat maupun terlalu lama. “Setelah dijemur, barulah biji kopi bisa disimpan dan kemudian disangrai, sebelum digiling untuk menghasilkan bubuk kopi,” imbuh pria asal Desa/ Kecamatan Suruh ini.

Dari situlah dihasilkan kopi dengan kualitas premium yang tentunya memiliki ciri khas Trenggalek. Setelah prosesnya selesai, bubuk kopi nantinya langsung dijual pada kedai-kedai kopi maupun langsung ke para penikmat kopi. Sedangkan untuk proses penjualan sendiri, anggota punya pasar sendiri. Sebab, telah bekerja sama dengan berbagai kedai kopi yang ada di Trenggalek,  maupun kota-kota lain, hingga ada yang siap menampungnya untuk ekspor. Dari situ, untuk pemasarannya telah memiliki pasar sendiri, sehingga harga jualnya tidak terpengaruh pada pasar umum, yang setiap saat bisa naik, dan turun. “Ini kami lakukan untuk menjaga kesejahteraan para petani kopi agar tidak mengalami kerugian jika dipasaran harga kopi anjlok di pasaran, s. Sebab, punya pasar sendiri. Syukurlah dengan cara ini berangsur-angsur kopi Trenggalek sudah mulai dikenal oleh masyarakat luas,” jelas Humas Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Apeki) Jawa Timur ini.

Editor: ANGGI SEPTIAN ANDIKA PUTRA
Artikel ini telah tayang di RADAR TULUNGAGUNG

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.
Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *