Komunitas fotografi Tertua Di Lampung, Lahir dari Reformasi

Sejak lahirnya digital foto, fotografi di Indonesia terus berkembang, kecanggihan dan kemudahan alat fotografi, seolah memanggil siapa saja yang hendak bergelut dengan dunia bidik jepret tanpa harus susah masuk kamar gelap seperti jaman fotografi analog dahulu.

Tak ketinggalan di Bandar Lampung, pecinta fotografi dari berbagai kalangan, baik pehobi dan profesional di Bumi Ruwa Jurai ini, turut berlomba melahirkan puluhan komunitas fotografi dengan berbagai disiplin yang berbeda- beda.

Kali ini Gatra.com berkesempatan menyambangi salah satu markas komunitas fotografi yang konon tertua dan yang paling pertama di Lampung, ialah komunitas Zoom Fotografi.

“Zoom lahir menjelang awal bergulirnya Reformasi di Indonesia, tepatnya pada 20 November 1997, jadi sudah berdiri 22 tahun dan tetap eksis hingga kini ” ujar Tegar Mujahid, seorang jurnalis foto di Bandar Lampung yang menjadi instruktur fotografi di Zoom, Senin 21/10.

Menurut Tegar, komunitas Zoom memang berbeda dengan yang lain, pasalnya Zoom lahir dari semangat reformasi, dimana saat itu para fotografer mahasiswa mendirikan organisasi Zoom bertujuan untuk kritik terhadap pemerintah, sosial dan juga apresiasi terhadap perjuangan reformasi, tentunya semua itu dituangkan dalam karya fotografi.

“Kala itu para pegiat fotografi jurnalistik dan pecinta alam bebas bergabung membentuk organisasi Zoom ini, mereka lahir untuk mendukung gerakan reformasi mahasiswa di Lampung lewat karya fotografi,” sambungnya.

Oleh sebab itu, menurut Tegar, Zoom sempat memiliki dokumentasi terlengkap dan terbanyak foto-foto perjuangan mahasiswa pada peristiwa Reformasi 98 hingga tahun 1999 di Lampung.

“Waktu itu kan fotografer di Lampung tidak sebanyak sekarang, nah saat aksi Reformasi 98 semua fotografer Zoom turun untuk merekam jalannya aksi mahasiswa, saat itu beberapa media Nasional saja foto-foto nya sempat ambil dari kita, bisa dibilang kita punya koleksi lengkap foto Reformasi di Lampung,” terangnya.

Namun sangat disayangkan, menurut Tegar, karena tidak diinventarisasi dengan baik, kini dokumentasi foto-foto bersejarah itu banyak yang rusak dan bahkan hilang entah kemana. “Padahal itu foto-foto yang mengandung nilai sejarah perjuangan Reformasi di Lampung,” imbuhnya.

Beruntung foto-foto tersebut sudah pernah dipublikasikan dalam beberapa pameran foto Reformasi belasan tahun silam. “Jumlah foto-foto nya ratusan, kan masih menggunakan klise dan slide masih analog, sekarang sudah banyak yang rusak bahkan hilang, karena markas Zoom beberapa kali pindah tempat ” jelas Tegar.

Sementara itu Ketua umum organisasi Zoom, Dwiki mengatakan hingga saat ini kritik sosial dan apresiasi terhadap masyarakat tetap menjadi bingkai para fotografer Zoom dalam berkarya.

“Kami setiap satu tahun tidak pernah absen dalam berkarya, kami tuang dalam pameran foto, koridornya tetap kritik sosial dan apresiasi kemajuan masyarakat,” ujar Dwiki saat ditemui Gatra.com di sela-sela persiapan pameran foto akbar Zoom akhir November mendatang.

Berdasarkan catatan perjalanan Zoom, berbagai acara berskala nasional maupun kolaborasi dengan fotografer internasional telah banyak digelar Zoom, bahkan tak sedikit anggota Zoom mendapat penghargaan dalam lomba-lomba foto.

“Kalau tidak salah sampai saat ini, rekor MURI untuk reli foto terpanjang di Indonesia menyusuri rel kereta api lintas Lampung – Palembang hingga kini masih di pegang oleh Zoom,” terang Dwiki.

Dwiki mengatakan, kendati Zoom secara administratif tercatat sebagai unit kegiatan mahasiswa bidang Fotografi di Universitas Lampung, namun Zoom tetap terbuka kepada siapa saja yang ingin berinteraksi dan belajar fotografi bersama Zoom.

“Kami selalu terbuka kepada siapa saja, baik komunitas maupun fotografer di Lampung, yang ingin berkarya bersama UKM Zoom Universitas Lampung, kami siap berkolaborasi,” ungkapnya.

www.gatra.com

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa profil komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *