Aliansi Jurnalis Independen: Media Massa Agar Bijak Siarkan Sidang Ahok

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta media massa bijak dalam menyiarkan sidang kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang akan digelar untuk pertama kali pada Selasa (13/12).

“AJI meminta media untuk bijak dalam menyiarkan sidang kasus bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) mengingat dampak kasus ini sangat besar,” kata Ketua Umum AJI Suwarjono melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (12/12/2016).

Menurut dia, menyiarkan proses persidangan sepanjang dibolehkan pengadilan merupakan bagian dari kebebasan pers.

Namun, Suwarjono mengingatkan media untuk mempertimbangkan dampak positif atau negatifnya.

“Untuk isu SARA, saya berharap media tidak mengejar rating atau jumlah penonton, bisnis atau untuk memenuhi keinginan politik yang berperkara. Namun juga mempertimbangkan efek yang muncul akibat pemberitaan,” kata dia.

Kebebasan pers sendiri dijamin oleh Konstitusi dan Undang Undang Pers serta dituangkan dalam preambule Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

“Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat dan norma-norma agama,” kata dia.

Suwarjono menyadari bahwa keputusan akhir untuk menyiarkan langsung atau tidak proses persidangan merupakan keputusan pengelola media penyiaran.

AJI meminta media untuk menjadikan kepentingan publik dan bangsa sebagai pertimbangan utama, daripada soal faktor rating atau perolehan iklan yang bisa didapatkan dari pemberitaan kasus itu.

Kemudian, Ketua Bidang Penyiaran AJI Indonesia, Revolusi Riza menambahkan, kasus yang menimpa Ahok ini, bukan semata kasus pidana biasa, namum tergolong sensitif dan bisa membahayakan kebhinekaan bangsa ini jika tak dikelola dengan tepat.

“Peran media cukup besar dalam soal ini. Siaran media yang proporsional dan sesuai KEJ diyakini akan mampu memenuhi kebutuhan publik akan informasi atas kasus itu tanpa mengorbankan kebhinekaan bangsa ini,” kata Revo.

Sebagai perbandingan, AJI mencontohkan dengan sidang kasus Jessica Kemala Wongso yang kemudian tidak semata-mata berisi siaran jalannya sidang, namun juga diimbuhi pandangan atau komentar dari pengamat dan pihak luar.

AJI menilai adanya “persidangan” di luar pengadilan yang berpengaruh ke publik. Pemberitaan semacam itu membuat media dikritik karena dianggap memihak dan sebagian bahkan menudingnya sebagai “trial by the press”.

“Kita harus berkaca dan introspeksi dari kritik publik itu,” ujar Revo.

Dia juga berpendapat perilaku media yang menomorsatukan rating, perolehan iklan dan cenderung mengabaikan KEJ akan dapat mencoreng citra pers.

Sumber: Kabar24

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *