Yayasan Epilepsi Indonesia: Penyandang Epilepsi pun Bisa Berprestasi

Bila mendapat dukungan dari keluarga serta lingkungan, orang dengan epilepsi (ODE) bisa menjalani hidup sehat dan produktif.

Mereka juga mampu mengembangkan potensi dan berprestasi seperti orang lain. ODE dituntut untuk menerima kondisinya, sekaligus berpikiran positif. Napoleon Bonaparte, Thomas Alfa Edison, Issac Newton, dan Beethoven. Nama-nama tersebut bukan hanya telah berhasil mengubah dunia, juga memiliki kesamaan, yaitu sama-sama mengidap epilepsi.

Namun, keterbatasan tidak menghambat prestasi mereka. Itu pula yang ingin dibuktikan oleh Azharianto Latief Baroto yang menyabet gelar S2 di bidang Ekonomi Manajemen dan saat ini masih bekerja di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan sebagai Kepala Sub-Bidang Informasi dan Pustaka. Divonis epilepsi tidak membuat pria yang akrab disapa Hari itu lantas mengasihani diri sendiri. Dia justru bangkit dan membuktikan bahwa dirinya mampu berkarya seperti orang normal.

“Epilepsi bukanlah hambatan bagi ODE. Hilangkan rasa takut, malu, rasa tidak mampu, dan terbelakang dengan cara tetap menerima, sabar, dan rutin mengonsumsi obat epilepsi. Itu yang membuat saya bisa seperti sekarang,” ujar Hari dalam seminar media Yes I Can: Saya Pasti Bisa! Saya Harus Bisa! Dukung Penyandang Epilepsi Agar Dapat Mengenali dan Mengembangkan Potensi Dirinya yang diselenggarakan Abbott di Jakarta, Rabu (23/3).

Dibenarkan oleh dr Irawaty Hawari SpS, penyakit epilepsi tidak berhubungan dengan IQ, bahkan sebagian besar ODE mempunyai IQ di atas rata-rata. “Oleh karena itu, penting bagi para ODE untuk mengenali potensi yang ada pada diri agar mereka bisa menunjukkan kepada keluarga dan masyarakat sekitar bahwa mereka juga dapat berprestasi,” kata Ketua Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI) itu. Irawaty melanjutkan, untuk para orang tua penyandang epilepsi, sebaiknya jangan terlalu membatasi kegiatan, pergaulan, dan kreativitas anak agar kelak mereka tidak menjadi anak yang rendah diri.

Faktor dukungan dari keluarga dekat atau lingkungan sekitar sangatlah besar. Sejalan dengan pernyataan Irawaty, Aska Primardi, praktisi psikologi sekaligus peneliti perilaku konsumen menjabarkan, dalam riset yang dia lakukan pada 2014 terhadap 460 ODE di YEI dengan rasio 55% pria dan 45% wanita, sebanyak 52% mengakui faktor sosial amat berperan dalam kualitas hidup ODE. “Sebab, epilepsi adalah penyakit menahun dan butuh pengobatan teratur. Maka itu, butuh dukungan keluarga dan sesama ODE sehingga mereka dapat mengembangkan potensi diri,” kata Aska yang juga ODE.

Sisanya, faktor medis dan psikologis ikut memengaruhi kualitas hidup ODE. Sayang, dalam mengembangkan potensi diri ini, ODE sering kali terganjal aspek medis seperti sering kejang, penurunan kemampuan berpikir dan mengingat, atau aspek psikologis, di mana ODE merasa memiliki harga diri rendah, rendahnya kepercayaan diri, hingga keinginan untuk bunuh diri. Sementara faktor sosial menyangkut stigma negatif di masyarakat tentang ODE, tidak mau berteman dengan ODE, dan ODE tidak membuka diri.

“Jika pikiran ODE sudah terfokus hanya pada masalah-masalah pribadi yang berujung pada gangguan psikologi, ODE tidak sempat lagi mengenali dan mengembangkan potensinya. Ditambah dengan stigma negatif di masyarakat, pada akhirnya ODE tidak dapat maju karena minimnya dukungan lingkungan sekitar,” kata Aska, yang pada 2013 menjalani operasi otak. Untuk mengatasi hambatan itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Di antaranya mengonsumsi obat secara rutin dalam jangka waktu lama dan mencoba belajar hidup bersahabat dengan epilepsi dimulai dengan cara menerima fakta dirinya adalah ODE.

Emosi positif akan membantu ODE dalam memahami kelebihan dan keterbatasan yang ada dalam diri. Keterbatasan pilihan justru membantu ODE untuk lebih mudah memilih potensi diri atau pekerjaan. “Lakukan sosialisasi epilepsi dan pengobatan kepada masyarakat bahwa epilepsi bisa dikontrol dengan baik, menyebarkan informasi berisi fakta ODE yang berprestasi, dan membuka diri sambil menunjukkan prestasi. Dengan begitu, makin banyak masyarakat peduli tentang ODE di sekitarnya,” pungkas Aska.

Berita dari sumber.

Foto dari laman web Yayasan Epilepsi Indonesia.

Siarkan Beritamu Sekarang!
Redaksi komunita.id menerima tulisan berupa liputan acara komunitas untuk dipublikasikan. Panjang tulisan minimal 2 paragraf. Kirim artikel ke [email protected]. Jika tulisan sudah pernah dimuat di blog atau situs media online lainnya, sertakan pula link tulisan tersebut.

1 Comment

  1. Erik Setiawan says:

    Sangat berat menerima kenyataan bahwa saya adalah ODE.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *